Mohon tunggu...
Nurul Muslimin
Nurul Muslimin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Orang Biasa yang setia pada proses.

Lahir di Grobogan, 13 Mei 1973

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Mengapa Produksi Film Perlu Riset?

27 Juli 2017   07:59 Diperbarui: 27 Juli 2017   09:45 3552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto adegan film Zootopia (businessinsider.com)

2. Kebenaran Logis

Kebenaran logis mengacu pada kebenaran logika. Misalnya sebuah film, meskipun itu film fiksi, tapi berlatar belakang sejarah dan menyebutkan sebuah era/masa tertentu, tapi menampilkan properti era kekinian, maka film ini tidak memenuhi kebenaran logis. Simpelnya, misal film tentang Nazi Jerman, tapi menampilkan mobil Mercy 2016, misalnya. Jelas tidak logis, dan ini menjadi lelucon. Ya, kan?

Kebenaran logis juga bisa dilihat dalam konteks visualisasi tokoh. Misalnya ada tokoh "X" yang diceritakan sejak remaja dan kemudian menjadi tua, tapi diperankan oleh orang yang sama, dan kebutuhan akan visualisasi tokoh "X" yang sudah tua itu tidak bisa di-cover oleh kostum dan make-up, tentu ini menghasilkan visual yang aneh dan otomatis tidak bisa diterima akal.

Ada lagi kasus, aku pernah membaca kritik film tentang film sains fiksi "Water World" (1995) yang dibintangi aktor idolaku, Kevin Costner. Di kritik film itu disebutkan, menurut analisa ilmiah, jika seluruh es yang ada di Kutub Utara dan Selatan mencair, tidak akan menenggelamkan keseluruhan bumi. Artinya tetap ada daratan yang tidak tertutup dengan air. Padahal di film itu menggambarkan kondisi bumi yang telah tertutup air semua karena mencairnya es di dua kutub bumi. Jika kritik ini benar, maka ini menjadi contoh bahwa film "Water World" tidak logis. Meskipun itu sah secara fiksi. Apapun kalau mengatasnamakan film fiksi seakan menjadi sah, karena hanya fiktif belaka. Namanya juga hiburan, ye kan? Hmm...

3. Kebenaran Etis

Kebenaran etis mengacu pada nilai moralitas, di mana jika film tidak memenuhi kebenaran moral (etika), apalagi untuk film dokumenter sejarah, tentu akan melukai sejarah itu sendiri. Film fiksi sejarah pun secara moral bisa 'melanggar' kebenaran etis, ketika menampilkan hal yang tidak seharusnya terjadi. Atau sampai pada pemutarbalikan fakta sejarah. Atau bahkan disengaja menjadi bahan propaganda politik.


Atau pada konteks di wilayah tertentu, film yang bisa memicu adanya perselisihan antar kelompok, bisa dianggap tidak etis. Dalam bab di belakang aku sedikit mengulas tentang Riset Film; Mencermati kontroversialnya film Anto Galon. Monggo dicermati.

Ukuran sesuai atau tidaknya film dengan nilai etika atau moralitas tentu sangat relatif, bergantung pada sudut pandang masing-masing kepala. Dan menurutku film akan menjadi 'aman' secara apapun jika dilakukan riset secara baik. Sehingga bahasa-bahasa simbol yang kita gunakan tidak harus verbal, tapi lebih mengena pada sasaran, pesan tersampaikan secara elegan.

Riset film kadang diabaikan oleh temen-temen film maker --lebih spesifik temen-temen komunitas film maker indie--, jika mungkin dirasa tidak perlu melakukan riset. Apalagi jika dana tidak cukup untuk melakukan riset. Monggo saja menurutku, tapi akan lebih baik, apalagi setiap membuat film, kita bikin riset, meskipun kecil-kecilan. Tidak ada buruknya sebelum produksi, naskah didiskusikan kontennya untuk mendalami naskah, apakah telah memenuhi kebenaran historis, logis ataupun etis. Kecuali kalau sekedar pingin bikin kontroversial atau sengaja ingin menimbulkan kekisruhan. Mau jadi biang kisruh? Gak lah yaa...situ kan orang baik. Hehe.

Itulah teman-teman seputar riset film yang aku pikir dan rasakan, selebihnya bisa dielaborasi sendiri, atau jika ada yang keliru bisa dibenarkan secara adat.

Wallahu a'lam
Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun