Mohon tunggu...
nurul hayati
nurul hayati Mohon Tunggu... Administrasi - Mother, Wife, Civilian servant

Willing to learn and a mentality player

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Impor Sampah: Sebuah Keniscayaan atau Keharusan?

20 September 2019   22:41 Diperbarui: 20 September 2019   22:48 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: news.detik.com

Ingatkah anda saat masa kecil dulu harus berlomba-lomba mengumpulkan sampah plastik di rumah untuk diperjualbelikan kepada mas-mas yang berkeliling dengan becak yang dikendarainya. 

Lalu, mas tersebut akan memberikan duit kepada kita sejumlah berat sampah plastik yang kita jual. Semangat  untuk tidak membuang sampah sembarangan atau membakarnya di belakang halaman menjadikan motivasi besar untuk mengumpulkan sampah hingga berkarung-karung. 

Sesaat setelah pedagang tersebut 'membeli' sampah plastik yang kita miliki maka akan dikumpulkan di satu tempat terakhir untuk dipilah dari segi jenis dan bahannya sehingga mudah untuk dipasokkan kepada perusahaan yang lebih besar lagi. 

Tentu, perusahaan sebagai konsumen terakhir sampah masyarakat akan mengolahnya dan mempergunakannya kembali dengan penerapan teknologi canggih yang dikuasainya.

Berbagai berita yang menjadi headline di media online meliris beberapa kontainer berisikan sampah memadati komoditas impor di Negara kita. Bahkan berita terbaru dari CNBC pada 18 Agustus 2019, pemerintah RI memulangkan sampah impor sebanyak 9 kontainer atau seberat 135 ton kepada Australia. 

Ini mengindikasikan bahwa pemerintah kita meminta perbaikan atas sampah yang diimpor ke Indonesia. Kebijakan pemulangan sampah milik Asutralia bermula atas penindakan perusahaan yang melakukan usaha di bidang pengimporan sampah. 

Usut punya usut, sampah impor dari negeri kanguru ini tercampur di dalamnya B3 (bahan berbahaya dan beracun) dan bahkan salah satu perusahaan pengimpor sampah tersebut tidak memiliki dokumen administrasi yang lengkap.

Lantas, apa yang menjadi urgency bagi kita melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan izin bagi perusahaan untuk menjalankan usaha yang bergerak di bidang usaha impor sampah? Apakah selama ini posisi Indonesia di peringkat kedua dunia sebagai penghasil sampah plastik ke laut terbesar setelah China masih belum cukup?     

Ini menjadi persoalan yang harus kita resapi bersama. Bagaimana bisa negara kita yang jumlah penduduknya sangat banyak tentu menghasilkan sampah yang bahkan jauh lebih banyak dari jumlah penduduknya harus menjadi tong sampah bagi negara-negara maju lainnya. 

Bermula munculnya kebijakan dari Kementerian Perdagangan No. 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Beracun Berbahaya menjadi tombak regulasi impor sampah oleh perusahaan di Indonesia. 

Maka tak heran, jika kejutan impor sampah dari negara maju sebagai konsumen atas sebagian besar produk China harus memulangkan sampah plastik hasil konsumsinya bukan pada China namun Indonesia. Hal ini  dilatarbelakangi karena China telah memberhentikan impor sampah sejak tahun 2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun