Isra tersenyum, mengambil sampel kecil. "Bapak lihat ini Biochar, hasil pembakaran biomassa tanpa oksigen. Arang ini menyerap karbon di udara dan menyuburkan tanah. Kami sebut: arang yang menyehatkan bumi."
Sang bapak mengangguk, matanya berbinar. "Wah, baru tahu saya. Dulu saya pikir arang cuma buat bakar sate."
Safira menimpali sambil tertawa kecil, "Sekarang arang juga bisa membakar semangat untuk menjaga bumi, Pak."
Pengunjung lain ikut tertawa. Suasana hangat itu menular seperti energi baik yang menyebar di udara.
Ketika Ilmu Menyentuh Nurani
Beberapa remaja sekolah menengah menghampiri stand LNK. Mereka tampak malu-malu, menatap deretan alat dan label riset.
"Kak, ini buat lomba ya? Atau tugas kuliah?" tanya salah satu gadis dengan suara pelan.
Tasya menatapnya lembut, "Ini bukan tugas, adik. Ini panggilan hati."
Gadis itu menatap kagum. "Panggilan hati?"
"Iya," jawab Tasya, "Karena bumi sudah lama memanggil kita, tapi terlalu sedikit yang mau mendengar."
Kalimat itu membuatku terdiam. Begitu sederhana, tapi menampar dalam. Di sela tenda pameran, aku seperti melihat masa depan: bukan di laboratorium canggih, tapi di dada anak-anak muda yang berani memeluk tanggung jawab zaman.