Mohon tunggu...
Catatan

ISU AUDIT TERKINI

27 Mei 2015   22:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:31 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hasil Audit BPK Dinilai Belum Maksimal

Mantan anggota Komisi XI DPR mundur dari persaingan calon anggota BPK.

Secara umum, pencapaian kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama ini relatif minim darisorotan publik bila dibandingkan dengan lembaga negara lainnya. Bahkan, kinerja BPK saat ini terkesan hanya mencakup hal-hal yang spesifik, yaitu lebih banyak tampil sebagai auditor keuangan lembaga-lembaga milik pemerintah. Hal ini disampaikan Zaeni Aboe Amin dalam acara fit and proper test (uji kepatutan dan kelayakan) calon anggota BPK, di Komisi XI DPR, Rabu (29/2).

Menurut Zaeni, hasil survey reguler yang dilakukan Lingkaran Survey Indonesia (LSI) pada awal bulan Juni 2011 terhadap 1200 responden mewakili populasi nasional 33 propinsi, menunjukkan tak kurang dari 47% publik menyatakan kinerja BPK sudah baik meski ada 28,2% yang mengatakan buruk dan 24,9% tidak menjawab.

Di mata publik secara umum BPK juga mencatat tingkat kepercayaan yang positif. Sebanyak 45,7% publik yakin BPK masih bisa dipercaya memperjuangkan kepentingan rakyat. Sementara yang menyatakan tidak percaya sebanyak 36,1% dan 18,2% memilih tidak menjawab.

Namun, dilihat dari segmen latar belakang pendidikan BPK justru mencatat tingkat ketidakpercayaan yang negatif di kalangan publik berpendidikan tinggi. Sebanyak 52,4% publik berpendidikan tinggi (kuliah) mengaku tidak lagi percaya dengan BPK saat ini. Sebaliknya, ketidakpercayaan publik dari kalangan penddidikan yang lebih rendah justru semakin sedikit; SD (28,2%), SMP (35,3%), dan SMA (44,9%).

“Persepsi publik yang tidak menguntungkan itu menjadi permasalahan fundamental bagi BPK,” kata Zaeni yang juga peneliti utama senior di Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia.

Zaeni menjelaskan, anggapan BPK sebagai alat politik dalam memperjuangkan kepentingan terbatas semata, bukan kepentingan umum, menjadi seperti terkonfirmasi. Hal ini tentu tidak lepas dari sorotan publik terkait dengan hasil audit beberapa kasus besar yang melibatkan petinggi negara seperti kasus Bank Century, kasus pajak, kasus rekening gendut, dan sebagainya. BPK juga dianggap belum berhasil dalam mengemban tugasnya sesuai amanat undang-undang, termasuk dalam menjalankan 10 langkah strategisnya untuk mencapai visi dan misinya.

Saat ini, lanjut Zaeni, kinerja BPK baru berhasil sebatas audit keuangan, sedangkan audit kinerja dan audit untuk tujuan tertentu dapat dikatakan belum sepenuhnya berhasil. Menurutnya, sebagian besar masyarakat hanya tahu bahwa hasil audit BPK hanya pada poin opini yang diberikannya, baik yang bertajuk Wajar Tanpa Pengeceualian, dengan Pengecualian ataupun Disclaimer.

“Belum menonjolnya hasil audit kinerja kemungkinan terkait dengan lemahnya infrastruktur yang dimiliki,” ujarnya.

Calon anggota BPK lainnya, Hasril Muthalib, mengatakan di lingkungan pemerintahan, permasalahan yang menjadi isu nasional antara lain; I) masalah opini Disclaimer dan Adverce (tidak wajar) oleh BPK atas laporan keuangan Pemerintah Pusat. Opini memberikan gambaran kemampuan dalam mengelola keuangan negara. II) masalah penyerapan anggaran yang relatif rendah serta lambat oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. “Isu terkait lainnya adalah soal korupsi,” tuturnya.

Menurut Hasril, salah satu penyebab terjadinya permasalahan itu karena lemahnya sistem pengendalian intern. Di lingkungan pemerintah opini Disclaimer dikarenakan tidak memadainya kompetensi sumber daya manusia pengelola keuangan negara, khususnya di bidang akuntansi. Sedangkan tingginya tingkat korupsi terutama disebabkan oleh pemberantasan korupsi yang masih bertumpu pada penindakan (represif) dari pada pencegahan (preventif) yang mencakup pengelolaan risiko dan kegiatan pengendalian.

Sementara itu, Nursanita Nasution mengundurkan diri sebagai calon anggota BPK. Mantan anggota Komisi XI DPR ini tidak memberikan alasan yang jelas terkait pengunduran dirinya. Walhasil, dari 35 calon hanya 32 yang diuji. Sebelumnya, mantan Kepala BPH Migas Tubagus Haryono mengundurkan diri karena belum dua tahun meninggalkan posisinya sebagai kuasa pengguna anggaran. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 13 butir j Undang-Undang tentang BPK, yakni anggota BPK minimal telah dua tahun meninggalkan posisinya dari lingkungan pengelola keuangan negara.

“Tadinya ada 35, tetapi Tubagus Haryono mengundurkan diri, lalu Nursanita juga mengundurkan diri. Jadi saat ini tinggal 33 calon saja,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis.

Berdasarkan catatan hukumonline, selagi menjadi anggota Komisi XI, Nursanita pernah mencalonkan diri sebagai anggota BPK pada 2009, namun mengundurkan diri. Saat itu, ia kecewa dengan tim seleksi karena menerima semua calon, padahal ada yang masih bekerja sebagaianggota BPK.Selain itu, pelamar yang fresh graduated, yang tidak mempunyai pengalaman juga diterimauntuk diseleksi.

Dia jugamenyoroti calon yang mempunyai status tersangkaoleh KPK, masih bisa terus melaju. Seharusnya, calon anggota BPK mempunyai integritas dan kejujuran. Saat itu, Nursanita tidak segan mengatakan proses fit and proper test calon anggota BPK selama ini sangat kental dengan nuansa politis. Malah menurutnya, fit and proper test di DPR hanyalah formalitas semata.

Untuk diketahui, pada tahun 2009, fit and proper test calon anggota BPK turut diikuti oleh tujuh peserta yang masih aktif duduk di Komisi XI. Mereka adalah Achmad Hafiz Zawawi, Endin AJ Soefihara, Nursanita Nasution, Muhammad Nurlif, Rizal Djalil, Yunus Yosfiah, Misbah Hidayat, dan Ali Masykur Musa.

Dari ketujuh nama itu, tiga orang mengundurkan diri. Mereka adalah Achmad Hafiz Zawawi, Endin AJ Soefihara, dan Nursanita Nasution. Sedangkan Muhammad Nurlif, Rizal Djalil, Yunus Yosfiah, Misbah Hidayat, dan Ali Masykur Musaterus melaju.Hanya mengingatkan, saat itu, nama-nama anggota Komisi XI yang disebutkan di atas, banyak disorot karena keterlibatannya dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda S Goeltom.

Tanggapan :

Menurut saya : Anggota BPK harus yang benar-benar besih dan tidak bekerja di tempat lain agar fokus dengan pekerjaannya. Selain itu, pelamar yang fresh graduated sebaiknya diteima hanya berapa persen saja dan mengutamakan yang lebih berpengalaman supaya mereka bisa bekerja sama dengan baik.

Sumber:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f4f91beef76c/hasil-audit-bpk-dinilai-belum-maksimal

Nurulita Rahayu (2013017040)

Akuntansi A2

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun