Mohon tunggu...
Nurul Iswahyuningsih
Nurul Iswahyuningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa Ilmu Komunikasi | UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

🖋️✨ write, create, inspire!! ur words matter

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar Artikel Utama

Lorong-Lorong Beringharjo: Napas Lama di Tengah Kota Jogja

16 Mei 2025   14:48 Diperbarui: 19 Mei 2025   19:21 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto dan Wawancara bersama Bu Salwa-Salah satu penjual batik di Pasar Beringharjo (Sumber: Dokumentasi Pribadi/ Nurul Iswahyu)

Di ujung selatan Jalan Malioboro yang selalu ramai, berdirilah Pasar Beringharjo, sebuah bangunan ikonik yang menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut kehidupan Yogyakarta. 

Dengan gaya arsitektur kolonial yang khas, pasar ini tidak hanya menjadi tempat berjual beli, tetapi juga ruang yang menyimpan jejak panjang sejarah dan kebudayaan kota.

Sejak dibangun pada abad ke-18, Pasar Beringharjo telah menjadi saksi perubahan zaman, dari era kerajaan, kolonial, hingga masa kini yang serba digital.

Memasuki pasar, pengunjung akan langsung disambut suasana khas yang tak tergantikan: hiruk-pikuk tawar-menawar, aroma rempah dari kios bumbu, tumpukan kain batik dengan corak tradisional hingga modern, dan senyum ramah para pedagang. 

Suasana ini menciptakan pengalaman multisensorik yang membawa kita kembali pada kehidupan masyarakat urban masa lalu, ketika belanja bukan hanya soal transaksi, tetapi juga soal hubungan sosial.

Foto dan Wawancara bersama Bu Salwa-Salah satu penjual batik di Pasar Beringharjo (Sumber: Dokumentasi Pribadi/ Nurul Iswahyu)
Foto dan Wawancara bersama Bu Salwa-Salah satu penjual batik di Pasar Beringharjo (Sumber: Dokumentasi Pribadi/ Nurul Iswahyu)

Eksistensi di Tengah Arus Digitalisasi

Era digital membawa banyak perubahan dalam perilaku konsumen. Kini, platform e-commerce seperti Shopee dan Tokopedia menjadi pilihan utama karena kemudahan akses dan variasi harga. Perubahan ini dirasakan langsung oleh para pedagang di pasar tradisional, termasuk Pasar Beringharjo.

Bu Salwa, pemilik Toko Baju Salwa, adalah salah satu dari banyak pedagang yang menghadapi tantangan ini. "Sekarang sering ada yang cuma lihat-lihat, terus bilang, 'Nanti saya cek Shopee dulu, Bu,'" ceritanya sambil tersenyum. Namun ia tidak lantas menyerah. Menurutnya, pasar tradisional masih punya nilai lebih yang tak bisa digantikan oleh belanja online.

Di Beringharjo, pembeli bisa menyentuh langsung barang yang ingin dibeli, mencermati kualitas kain, menawar harga secara langsung, bahkan bertukar cerita dengan pedagang. Interaksi personal ini membangun rasa kepercayaan dan kedekatan sesuatu yang hilang dalam transaksi berbasis aplikasi.

 

Lebih dari Sekadar Tempat Jual Beli

Pasar Beringharjo bukan hanya tempat menjajakan barang. Ia juga menjadi ruang sosial di mana berbagai lapisan masyarakat saling berinteraksi.

Para wisatawan mancanegara terlihat antusias memilih kain batik, memotret suasana pasar, atau mencicipi makanan tradisional.

Di sisi lain, warga lokal tetap setia berbelanja kebutuhan harian sambil berbincang dengan pedagang yang telah mereka kenal selama bertahun-tahun.

Di lantai dua pasar, terdapat foodcourt yang menyajikan aneka kuliner khas Yogyakarta. Di sinilah pengunjung bisa menikmati gudeg, pecel, soto, hingga jajanan tradisional seperti klepon, lupis, dan getuk. Tempat ini menjadi ruang jeda bagi mereka yang lelah berbelanja, atau sekadar ingin menyantap makanan sambil memandang lalu lintas Malioboro dari atas. Kombinasi antara belanja dan wisata kuliner menjadikan Beringharjo sebagai destinasi yang komplet.

Langkah-Langkah Adaptasi dan Modernisasi

Meski berpegang pada tradisi, Pasar Beringharjo tidak menutup diri terhadap perubahan zaman.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pedagang mulai mengadopsi strategi digital. Media sosial seperti Instagram, Facebook, dan WhatsApp dimanfaatkan untuk mempromosikan dagangan mereka secara daring.

Bahkan, sebagian telah menjajaki penjualan lewat marketplace besar untuk menjangkau konsumen yang lebih luas.

Pemerintah Kota Yogyakarta juga aktif mendukung revitalisasi pasar. Upaya peningkatan kenyamanan terus dilakukan, seperti penataan kios, perbaikan fasilitas umum, dan peningkatan kebersihan lingkungan.

Program digitalisasi UMKM pun mulai digencarkan, agar para pedagang tidak tertinggal dalam transformasi digital yang kini tak bisa dihindari.

Menurut Bu Salwa, perubahan adalah keniscayaan. "Kami ingin beradaptasi. Tapi ada hal-hal yang tidak bisa digantikan oleh aplikasi. Pasar seperti ini penting untuk tetap ada," ujarnya.

Sentuhan manusia, suasana kekeluargaan, dan rasa memiliki menjadi nilai yang tak tergantikan oleh algoritma dan fitur aplikasi.

Warisan Budaya dan Identitas Kota

Beringharjo lebih dari sekadar ruang ekonomi. Ia adalah representasi identitas Yogyakarta sebagai kota budaya.

Setiap sudutnya menyimpan cerita tentang kehidupan masyarakat, dinamika sosial, hingga tradisi yang diwariskan lintas generasi. Pasar ini menjadi semacam panggung di mana kehidupan sehari-hari dipertunjukkan secara alami, tanpa rekayasa.

Dengan segala keramaiannya, Beringharjo menjadi contoh bagaimana warisan budaya bisa hidup berdampingan dengan modernisasi. Ia tidak menolak teknologi, namun tetap mempertahankan nilai-nilai lokal.

Selama masih ada pedagang yang setia membuka lapaknya dan pembeli yang datang bukan hanya untuk barang, tetapi juga untuk suasana, maka pasar ini akan terus berdenyut.

Bagi banyak orang, terutama warga Yogyakarta, Beringharjo adalah bagian dari kehidupan. Ia bukan hanya tempat belanja, tetapi juga ruang untuk mengenang masa kecil, untuk berbincang dengan pedagang yang sudah seperti keluarga, dan untuk menyentuh kembali akar tradisi yang kian tergerus zaman.

Pasar Beringharjo adalah bukti nyata bahwa pasar tradisional masih memiliki tempat di tengah gelombang modernisasi. Ia bertahan bukan hanya karena sejarah, tetapi karena mampu beradaptasi sembari menjaga nilai-nilai yang telah lama tertanam.

Di tengah derasnya belanja online dan pusat perbelanjaan modern, Beringharjo hadir sebagai pengingat bahwa kehangatan, interaksi, dan kearifan lokal adalah hal-hal yang tak bisa digantikan oleh teknologi.

Modernisasi boleh datang, tetapi tradisi tetap punya ruang untuk hidup berdampingan.

Selama masih ada orang-orang yang percaya pada pentingnya interaksi, kehangatan, dan nilai-nilai lokal, Pasar Beringharjo akan terus menjadi tempat yang hidup, bukan sekadar karena transaksi, tetapi karena makna sosial dan budayanya yang dalam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun