Mohon tunggu...
Nurul Firmansyah
Nurul Firmansyah Mohon Tunggu... Advokat dan Peneliti Socio-Legal -

https://nurulfirmansyah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Di Balik Konflik Agraria Terkait Masyarakat Adat

5 Oktober 2018   17:21 Diperbarui: 5 Oktober 2018   17:48 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.kerincinews.com

Persoalan masyarakat adat identik dengan konflik agraria. Bila dicermati, konflik agraria lahir akibat lemahnya pengakuan hak adat atas tanah (hak ulayat). Konflik agraria terkait masyarakat adat ini setidaknya terbagi pada dua tipologi konflik, yakni konflik bersifat horizontal, dan konflik vertikal.

Konflik horizontal adalah konflik internal masyarakat adat. Konflik tipe ini sangat dipengaruhi oleh sistem hukum negara yang meminggirkan hukum adat dan otoritasnya dalam menyelesaikan konflik tanah adat. Situasi ini paling terasa setelah dicabutnya peradilan adat sebagai institusi resmi penyelesaian konflik adat oleh negara melalui Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

Sedangkan, konflik vertikal adalah konflik yang melibatkan masyarakat adat dengan negara (pemerintah) dan atau pemilik modal, seperti; konflik masyarakat adat dengan otoritas kehutanan di kawasan hutan, konflik masyarakat adat dengan pemilik konsesi perkebunan skala besar kelapa sawit dan lain-lain. Konflik dengan tipologi ini lahir akibat pengabaian hak adat dalam setiap proses perizinan, penetapan Kawasan dan pemberian hak guna usaha.

Akar Konflik 

Konflik agraria masyarakat adat sangat dipengaruhi oleh kekuatan struktural Negara yang menekan otonomi masyarakat adat. Akibatnya, masyarakat adat kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan konflik internal komunitas dan lemah dalam mempertahankan hak dari pihak lain. Dalam konteks ini, baik itu konflik horizontal maupun vertikal adalah dampak dari persoalan tiadanya pengakuan hak dan otonomi masyarakat adat.

Lebih dalam lagi, konflik agraria masyarakat adat menjangkau dimensi lebih luas, yang bukan hanya konflik pertentangan klaim atas tanah, namun menyentuh pada persoalan mendasar, yaitu konflik hukum antara hukum negara dengan hukum adat. Konflik hukum ini secara perlahan dan pasti meruntuhkan harmoni sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Contoh paling nyata adalah banyak kita temukan bagaimana konflik-konflik agraria direspons dengan kekerasan dan pengabaian terhadap hukum.

Politik Hukum 

Konflik hukum adat dengan hukum negara dalam bidang agraria ini muncul akibat perbedaan paradigma hukum pengelolaan sumber daya agraria, antara hukum negara dengan hukum adat. Satu sisi, hukum negara menganut sifat penguasaan individual, formal dan menitikbertakan pada sisi ekonomi tanah, sedangkan di sisi hukum adat bersifat komunal, informal, kultiral dan menitikberatkan pada fungsi sosial tanah.

Perbedaan paradigma memperlebar jurang hukum (legal gap) antara hukum dengan kenyataan sosial kemasyarakatan. Jurang hukum berakibat pada penyingkiran hak-hak adat atas tanah dan melahirkan ketidakpastian hukum di tengah masyarakat.

Inti persoalan hukum ini terkait dengan politik hukum (political legal concept) agraria kita yang membatasi, jika tidak dibilang mengabaikan hak adat dengan dalil "untuk kepentingan nasional." Secara logis, mempertentangkan kepentingan nasional dengan kepentingan pengakuan hak adat tidak mempunyai dasar landasan yang kuat. Sebab, kepentingan masyarakat adat seutuhnya adalah kepentingan warga negara yang merupakan bagian dari kepentingan nasional kita.

Dalil kepentingan nasional ini perlu dikonstruksikan ulang dengan memberikan batasan-batasan normatif yang jelas dalam hukum agraria (Undang-Undang Pokok Agraria). Dalil penafsiran kepentingan nasional yang meluas membuka peluang distorsi dalam merumuskan pengaturan hak masyarakat adat dan pada tingkat pelaksanaan hukum. Hal ini misalnya terjadi pada masa rezim Orde Baru dan juga sampai saat ini, dimana penggusuran masyarakat adat untuk proyek pembangunan serta untuk pemberian konsesi ekstraktif sumber daya alam dilaksanakan dengan dalil kepentingan nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun