Mohon tunggu...
Nurul Fahmy
Nurul Fahmy Mohon Tunggu... -

Selalu banyak mimpi...Berdomisili di Jambi. Suka membaca, tapi sedikit menulis...

Selanjutnya

Tutup

Money

Perempuan Lebih Disayang Bank

24 November 2013   00:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:45 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Bisnis properti di Jambi menemukan masa suburnya sejak satu dekade belakangan. Meski tidak ada data resmi jumlah pertumbuhan properti jenis rumah toko di kota ini, namun semua orang mafhum, ratusan rumah toko alias ruko bermunculan tiap tahunnya. Tidak aneh jika kemudian julukan lain kota ini adalah “kota seribu ruko”.

Tren menempati ruko sebagai rumah sekaligus tempat usaha ini sudah berlangsung sekitar 10 hingga 20 tahun belakangan di Jambi. Tren ini muncul dari kebiasaan masyarakat Tionghoa yang rata-rata merupakan penggerak ekonomi Jambi.

Faktor keamanan mula-mula menjadi alasan utama mengapa rumah toko dibidik sebagai tempat tinggal bagi warga Tionghoa. Trauma masa lalu membuat mereka harus berlaku protektif terhadap dunia luar. Dengan menempati ruko yang cenderung seperti kotak korek api, mereka dengan akan mudah melindungi diri jika sewaktu-waktu terjadi ganguan keamanan bagi diri dan keluarga.

Faktor ekonomi kemudian menyusul sebagai alasan menempati ruko. Sebagai kaum pedagang, masyarakat Tionghoa yang tinggal di ruko, yang umumnya terletak di pingir jalan besar, mendapat efisiensi yang tinggi dengan keberadaan ruko tersebut. Tren kemudian merambah ke berbagai lapisan masyarakat dan otomatis meningkatkan penjualan rumah ala kotak koset” ini.

Dengan demikian, prospek bisnis rumah toko di kota ini bisa jadi masih sangat menjanjikan. Pengembang setidaknya dapat meraup untung antara 25 persen hingga 35 persen. Memang, modal awal yang dibenamkan dalam usaha ini terbilang besar, tapi bila strategi tepat, modal bisa kembali dalam waktu 2 tahun saja dan untung dapat diraup dalam masa 4 tahun.

Tren ini kemudian melahirkan pengusaha-pengusaha properti kelas mini yang mencoba menangkap untung. Maka tidak heran, persaingan usaha sektor ini. khususnya di Jambi juga semakin ketat, terutama dalam pengadaan lahan.  “Lahan strategis untuk ruko di dalam kota sudah semakin sulit. Saat ini para pengembang melirik lahan-lahan di pinggiran kota seperti Mendalo dan Paal XII ke arah Tempino,” kata Fariwati, Jumat sore di kantornya di Jalan Panglima Polim, kawasan Rajawali, Kota Jambi.


Namun, lahan-lahan di pingiran kota itu pun saat ini sudah sulit didapatkan, sebab permintaan tinggi. Dalam hal ini berlaku sistem, siapa cepat dia dapat. Siapa yang menawarkan dengan harga tinggi dan cepat, maka dia akan dapat lahan tersebut. "Hari ini kita mendapatkan lahan yang cocok dan harga yang pas, tapi kalau tidak segera dibayar, bisa jadi besok lahan sudah dijual ke orang lain. Saya sering mengalami itu. Kesulitan dalam soal ini terutama disebabkan oleh minimnya modal. ” sebutnya lagi.

Apa Adanya di Bank

Fariwati, perempuan lajang 31 tahun itu merupakan salah satu pengembang dengan modal terbatas yang mencoba peruntungannya dalam bisnis ini. Dia sedikit dari pengembang berjenis kelamin perempuan yang bertarung dalam urusan yang umumnya dikerjakan laki-laki itu. Dapat dibilang, modalnya terjun sebagai pengembang ruko hanya keyakinan; bahwa dia bisa.

Memulai usaha dalam bidang pembangunan ruko baru digelutinya sejak 2008 silam. Empat tahun berjalan, dia sudah berhasil mendirikan dan menjual 27 unit ruko yang tersebar di penjuru kota. Artinya rata-rata setahun dia membangun 6 sampai 7 ruko. Saat ini dia sedang menggarap lima ruko lagi, yang kata dia, sudah ada yang tertarik membeli.

Tidak semua lahan untuk ruko di beli dari pemilik tanah. Selain keterbatasan dana yang dia miliki, para pemilik lahan yang utamanya pribumi kini sudah mulai ngeh dengan investasi ini. Maka kesepakatan bagi hasil diberlakukan. “Istilahnya saya punya modal, anda punya tanah, silahkan bangun ruko dan hasilnya kita bagi.”

Pembagian ruko antara pemilik dengan pemodal biasanya juga tergantung kesepakatan. Tergantung pada nilai tanah, nilai ruko dan alotnya negosiasi pemilik atau pemodal. “Tapi sebagian lagi saya bangun di atas tanah yang sudah saya beli,” katanya.

Pembangunan model ini sebenarnya cukup rumit. Proses yang dilalui juga cukup panjang. Setelah membeli lahan, pengembang harus menyiapkan dana segar untuk mendirikan ruko. Maka sertifikat tanah akan “disekolahkan” (dijadikan agunan) ke bank. Dana dari bank itulah yang dijadikan material pembuat bangunan. Setelah ruko jadi dan terjual secara cash, biasanya pembeli segera meminta sertifikat tanah. “Nah, di sini sulitnya, untuk mengeluarkan sertifikat dari bank butuh proses,” ucap Fariwati.

Banyak pembeli yang tidak sabar dan mereka terus mendesak pengembang untuk memberikan sertifikat tanah. Padahal bank butuh waktu untuk proses administrasi, walau debitur sudah membayar lunas pinjaman mereka. “Sebenarnya ini proses standar bank, jadi kita harus pandai-pandai meyakinkan pembeli sampai proses itu selesai ” sebutnya.

Pengusaha bermodal yakin, sebutan ini mungkin lebih cocok disematkan ke Fariwati—meski sebenarnya keyakinan harus dimiliki semua orang, terlebih bagi pengusaha yang baru merintis urusannya. Sarjana komputer akuntasi dari Universitas Bina Nusantara (Binus) Jakarta ini awalnya tidak memiliki modal. Namun mimpi jadi pengusaha membawanya pada bisnis properti. “Rasanya senang sekali kalau melihat lahan kosong, saya membayangkan mendirikan ruko di tempat itu,” kata Fariwati yang mengaku usaha itu sebagai bentuk lain kontribusinya dalam membangun Kota Jambi.

Tahun 2008 silam, sembari menjalani usaha distributor obat dan makanan kesehatan dengan sistem multi level marketing (MLM) sejak 2003, dia memberanikan diri menembus bank mengupayakan pinjaman sebagai modal membangun ruko.

Tidak semudah yang dia bayangkan mendapatkan pinjaman dari bank. Saat itu, menurut dia, mayoritas bank masih belum mau memberi layanan kredit bagi perempuan, apalagi usahanya tidak terdaftar atau belum memiliki badan hukum yang resmi. Bank hanya cenderung memberikan pinjaman untuk sektor formal. Padahal saat itu dia sudah menjaminkan aset milik ayahnya.

"Saya datang ke bank apa adanya. Saya katakan, saya butuh uang untuk bisnis membangun ruko, Kebetulan ayah mendukung saya dan bersedia meminjamkan surat-surat asetnya sebagai agunan. Tapi ternyata tidak segampang itu,” ucapnya.

Bank butuh benar-benar yakin untuk menyalurkan kredit kepada debitur. Fariwati perlu bolak-balik meyakinkan bank betapa usahanya dapat berkembang dan agunan yang dijaminkannya adalah legal dan sah. Dua bulan berjalan, bank akhirnya memberikan pinjaman awal sebesar Rp 500 juta. “Waktu itu Bank Panin setuju mengucurkan pinjaman kepada saya. Meski alot dan makan waktu panjang, tapi saya senang sekali,” akunya.

Dua tahun dia bermitra dengan Bank Panin. Bank itulah yang mula-mula membuka jalannya, sehingga kini banyak bank lain yang siap membantu dia. Walau pihak bank tahu dia seorang perempuan, lajang dan masih muda. Namun karena rekam jejak yang bagus—tidak pernah menunggak atau kredit macet—maka kepercayaan bank tumbuh baik pada dirinya.

Tahun 2010 usaha Fariwati semakin berkembang, dan membutuhkan modal yang lebih besar lagi. Saat itulah Bank Internasional Indonesia (BII) Cabang Jambi datang menawarkan kemitraan dengan plafond pinjaman yang jauh lebih tinggi dari Panin. “Ya saya sambar saja, sebab saya memang butuh pinjaman yang jauh lebih besar,” ungkap Fariwati.

Waktu itu BII menawarkan plafond hingga Rp 1,7 milyar, lebih tinggi dari plafond yang diberikan Panin yang hanya Rp 1,2 milyar. Dalam masa empat tahun setelahnya, BII berani menyetujui pinjaman Fariwati hingga Rp 3 Milyar lebih.

Menurut Fariwati, sebagai pengusaha dengan modal terbatas, ketergantungannya kepada bank dalam soal pinjaman sangat tinggi. Dia mengaku tidak akan dapat berbuat apa-apa dengan bisnisnya jika bank tidak mau mengucurkan kredit. Tidak ada trik khusus di bank yang dia lakukan agar mendapatkan pijaman. Tidak diperlukan berbagai teori saat menghadapi pihak bank. Dia hanya datang dengan apa adanya, tanpa rekayasa dan menceritakan kondisi serta prospek usaha yang akan digarap.

“Sekali lagi saya datang dengan apa adanya, tidak macam-macam, dan biarkan pihak bank yang menilai kita. Setelah itu, setelah mendapat pinjaman, tumbuhkan kepercayaan bank kepada kita dengan disiplin yang ketat dalam pengembalian pinjaman,” tegasnya, sembari mengatakan pengalamannya di bidang multi level marketing selama ini yang mengajarkan dia dalam meyakinkan orang lain, termasuk orang-orang penting dan pihak bank.

Saat ini, meski belum dapat dikatakan benar-benar besar, namun usaha Fariwati dalam bidang properti ini sudah menampakkan hasil nyata. Berbagai keuntungan sudah dia raih. Setidaknya beberapa ruko hasil dari usaha sudah jadi milik pribadi dia. Ke depan dia berniat mengembangkan usaha dalam bidang perumahan. “Bagi saya saat ini apa saja mungkin, yang penting mendapat kepercayaan dari bank,” sebutnya.

Janti, staff BII cabang Jambi langsung menyebutkan nama Fariwati ketika diminta dipertemukan dengan debitur BII yang dikategorikan berkembang dan memiliki disiplin yang tinggi dalam menjalin hubungan mesra di antara mereka.

“Saya rekomendasikan debitur kami atas nama Fariwati, anda tinggal hubungi dia. Tadi staf BII yang menangani account Fariwati telah menghubungi dia,” ujar Janti, di kantornya, BII cabang Jalan Sutomo, Jambi, Kamis 27 September 2012.

Uniknya Fariwati ini, meski sudah bergelut dalam bisnis properti selama empat tahun, namun dia mengaku benar-benar tidak paham masalah teknis pembuatan ruko; baik ukuran, bahan, jenis dan sebagainya. “Saya benar-benar tidak paham teknisnya (pembuatan ruko). Semua soal itu saya serahkan kepada kontraktor saya,” sebutnya sambil tertawa.

Perempuan, Debitur Tangguh dan Mitra Terpercaya

Fariwati hanya salah satu contoh dari sekian banyak perempuan yang bertarung dalam dunia bisnis, apalagi dalam bidang properti yang nota bene lahan kerja umum para laki-laki. Fariwati mungkin juga sedikit dari perempuan yang diuntungkan atas kepercayaan bank kepada dirinya dan urusannya, sehingga saat ini dia dapat dengan mudah menyebut angka dan beroleh duit dari bank mana saja di Jambi.

Sementara di sekeliling dia, masih banyak pengusaha khususnya perempuan di sektor UMKM yang tidak memiliki kesempatan dan keberuntungan seperti dia dalam urusan pinjaman duit dengan perbankan. Padahal berdasar data Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia, 60 persen usaha kecil menengah di Indonesia pada 2011 dikelola oleh perempuan. Tapi dari 60 persen UKM itu, hanya 45 - 55 persen saja yang mendapatkan akses ke perbankan.

Padahal, terlepasnya Indonesia dari dampak krisis global sejak beberapa tahun belakangan ini lebih disebabkan kokohnya fondasi ekonomi dari kalangan usaha kecil dan menengah ini. Bank Indonesia (BI) bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi akan berada pada kisaran 6,3 persen hingga 6,7 persen pada tahun 2012 ini. Salah satu sebab keyakinan ini adalah karena UKM di Indonesia dinilai cukup kuat dalam menghadapi kisis global yang akhirnya mampu menjadi pilar ekonomi Indonesia.

Namun demikianlah, perempuan dengan urusannya yang “kecil-kecil” dalam bidang ekonomi dan usaha masih dipandang remeh-temeh oleh sebagian pihak, tidak terkecuali bank. Kredit macet, dan resiko lainnya menjadi pertimbangan bank untuk memberikan pinjaman, khususnya kepada pengusaha kecil menengah.

Perbankan cenderung menilai pengusaha perempuan belum memenuhi lima kriteria yang diperlukan oleh mereka untuk memitigasi risiko kredit. Lima kriteria tersebut yakni karakter, kapasitas, modal, collateral dan kondisi.

Pengamat ekonomi INDEF (The Institute for Development of Economics and Finance), Aviliani, seperti dikutip ANTARANews.com mengatakan, karena kepercayaan yang rendah, maka perbankan cenderung mematok suku bunga tinggi serta agunan yang ketat untuk pengusaha perempuan. Proses pembiayaan kepada pengusaha perempuan juga rumit. Dari riset beberapa lembaga keuangan di Indonesia diketahui pengusaha perempuan bukan merupakan sasaran investasi utama perbankan.

Di Jambi, macetnya kredit yang disalurkan pemerintah daerah melalui program kredit usaha penguatan ekonomi masyarakat (kupem) sejak sepuluh tahun lalu menjadi lampu kuning bagi banyak pihak, termasuk bank dalam memberikan pinjaman ke pengusaha golongan ini. Kredit macet temuan BPK-RI Perwakilan Jambi dalam audit program kupem senilai Rp 5,9 miliar sejak 2001-2011 itu menjadi sinyal kuat betapa tidak sehatnya urusan pinjam-meminjam duit ke pengusaha UMKM di daerah tersebut.

Banyak spekulasi yang mencoba menganalisis kasus ini. Namun pengamat ekonomi dari Univerisitas Jambi, Prof DR H Samsurizal Tan, SE MA kepada ANTARA (30/7) mengatakan, persoalan kredit macet dana Kupem di Jambi lebih disebabkan minimnya kualitas sumber daya manusia pada lembaga penyalur pinjaman tersebut, dan tentu saja rendahnya kesadaran debitur, serta tidak adanya agunan dalam proses pinjaman tersebut.

Namun soal yang terakhir ini tidak serta-merta dapat digeneralisir kepada semua debitur UKM, khususnya debitur perempuan. Pengusaha UKM perempuan dalam survey di Indonesia dan dunia yang dilakukan beberapa lembaga keuangan dinyatakan memiliki tingkat keterpercayaan tinggi dalam menyelesaikan urusan di perbankan. Analisa berdasar survey ini sebenarnya juga ingin meruntuhkan stigma terhadap pengusaha perempuan yang dianggap lemah dalam bidang usaha.

Kenyataannya, kata Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Melani Leimena Suharli, perempuan pengusaha dinilai lebih ulet, sabar dan ketika terjatuh mereka akan cepat bangun kembali dibanding pengusaha laki-laki. Menurut dia, koperasi-koperasi di Indonesia  yang sangat maju dan memiliki modal yang besar umumnya dikelola oleh perempuan. Bunga pengembalian kredit pada koperasi itu biasanya mencapa 0,1 persen.

Meski pengusaha perempuan acap terjebak dalam pengelolaan keuangan, sebab mereka sering—sengaja maupun tidak disengaja-- mencampuradukkan antara manajemen usaha dengan rumah tangga. Tapi itu bukan persoalan, sebab pembinaan manajemen keuangan secara profesional dan berkala kepada  para perempuan pengusaha ini dapat menyelesaikan soal itu secara bertahap.

Keunggulan pengusaha perempuan dalam menjalankan bisnisnya mungkin terletak pada ketelatenan, jaringan kerja dan sifatnya yang di luar dugaan banyak pihak, yakni tangguh. Fariwati mengakui, meski dia tidak paham dengan teknis pembuatan ruko, namun secara langung dia akan terus memantau perkembangan bentuk bangunan yang didirikan kontraktor. Ini menyangkut dengan ketelitian pembangunan. Dia tidak ingin hal-hal kecil dari ruko itu akibat kelalaian kontraktor atau tukang merusak selera pembeli.

Jaringan yang dibangunnya juga tidak main-main. Sebagai distributor obat dan makanan dengan sistem MLM, dia berpengalaman menghadapi banyak orang dan membangun jaringan dengan berbagai pihak, baik pejabat dan atau orang biasa. Dengan pengalaman itu, dia telah berhasil menciptakan mekanisme pergaulan bagi dirinya dan orang-orang di sekitar dia.

Meski awalnya ditentang oleh keluarga besar, karena dianggap tidak akan mampu menangani bisnis properti dan menghadapi berbagai persoalannya, namun Fariwati tetap teguh menjalankan niatnya. Apalagi keluarga terdekat, yakni ayah selalu mendukung usahanya.

Jatuh bangun dia menjalankan roda usahanya. Kerugian yang tidak sedikit pernah pula dialaminya. Namun sampai kini dia tetap teguh dan termasuk golongan pengusaha yang tangguh. Dalam menghadapi persaingan bisnis, berbagai trik dan cara dia lakukan agar properti yang dibangunnya laku terjual.

Di Jambi, potensi perempuan dalam mengelola usaha, meningkatkan ekonomi dan hubungannya dengan perbankan juga diakui oleh banyak pihak. Menurut Fariwati, hubungan dia dengan bank ibarat kemesraan seorang anak dengan ibunya. Jika kepercayaan tumbuh dan potensi ada, ibu mana yang tega menolak memberikan duit untuk anak-anaknya?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun