Mohon tunggu...
Nurul Fahmy
Nurul Fahmy Mohon Tunggu... -

Selalu banyak mimpi...Berdomisili di Jambi. Suka membaca, tapi sedikit menulis...

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jalan Panjang Transformasi Energi

14 Februari 2015   07:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:12 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Lain Bungo, lain Tungkal, lain pula di Kota Jambi. Meski infrastruktur jaringan gas kota (city gas) telah ada, namun nilai keekonomian dan serapan pasar atas kuota gas yang tersedia, tidak memadai bagi PT Pertagas Niaga untuk segera mengeksekusi penyaluran gas bagi rumah tangga ini.

General Manajer City Gas, Pertagas Niaga, Diyal Ul Haq, Selasa (8/9) lalu telah mencoba melobi Pemerintah Kota Jambi untuk menambah 3.000 sambungan baru bagi pelanggan rumah tangga di kota itu. Penambahan ini bertujuan agar kuota gas alam yang tersedia dapat terserap, minimal setengahnya. Namun permintaan itu ditolak Walikota Jambi.

Sebenarnya masuk akal jika Walikota Jambi Syarif Fasha menolak permintaan sambungan baru itu. Sebab, 4.000 rumah tangga di kota itu yang telah dipasangi pipa belum juga mendapat gas (gas in). Padahal, instalasi pipa senilai Rp 40 Miliar telah terpasang sejak 2012 lalu oleh Pertagas Niaga, melalui dana penyertaan modal Kementerian ESDM.

"Masyarakat sudah gelisah, mengapa pipa ini belum juga dialiri gas. Padahal sudah dua tahun lalu terpasang. Kami minta pihak terkait segera mengaliri gas ke 4.000 rumah yang ada. Jika sudah gas in, jangankan tiga ribu, 10.000 sambungan baru pun kami sediakan," tegas Syarif Fasha, pekan lalu.

Dikatakan Diyal, kuota gas alam yang diterima Pertagas Niaga dari JOB Pertamina-Talisman Jambi Merang mencapai 0,5 MMscfd (Million Metric Standard Cubic Feet per Day). Namun dengan sambungan yang hanya mencapai 4.000 titik, volume gas yang terserap nantinya cuma sekitar 0,1 sampai dengan 0,2 MScdf.

Serapan gas alam sebanyak itu dinilai tidak menguntungkan. Tidak memadai untuk menopang ongkos produksi dan distribusi gas alam, yang dialiri dari Sumatera Selatan, dengan panjang pipa mencapai 300 kilometer. Sementara harga jual gas dipatok hanya Rp3.000 sampai Rp 4.000 permeter kubik. "Idealnya, dengan kuota sebanyak itu, sambungan harus mencapai 20.000 pelanggan," kata Diyal.

Kondisi ini berbeda dengan Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, yang telah berhasil menerapkan jaringan gas kota. Dengan kuota gas alam yang sama besar dengan Kota Jambi, jumlah pelanggan awal sejak 2013 saja sudah mencapai 4.650 titik. Jumlah pelanggan juga akan ditambah sebanyak 4.000 titik lagi hingga akhir 2014.

Sinergi untuk Transformasi

Anggota DPRD Kota Jambi Junedi Singarimbun, menilai, ada tiga problem mendasar yang mengakibatkan tidak berjalanya progam konversi BBM ke BBG atau BBG ke gas alam di Jambi secara umum. Ada rantai komunikasi/koordinasi yang putus antara stake holder dengan pemerintah daerah, termasuk pasar.

Menilik kasus di Tungkal, kata mantan Ketua Komisi B ini, terlihat bagaimana tidak jalannya koordinasi dan komunikasi antara pemerintah, konsultan, pemda dan nelayan sendiri. "Bagaimana bisa alat dari sebuah proyek percontohan nasional tidak sesuai dengan kebutuhan nelayan," kata Junedi, Rabu (15/10).

Seharusnya dalam persoalan ini, lanjutnya, lebih dulu dilakukan penelitian terhadap kebutuhan dan kondisi riil pasar. Dari kebutuhan itu akan diketahui jumlah pasokan (gas) yang harus disediakan. Dari sana barulah dibangun infrastruktur yang sesuai, SPBG atau jaringan pipa dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun