Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Insting Cukup(kah) Menghadapi Bencana Alam

18 November 2019   14:58 Diperbarui: 18 November 2019   15:14 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
economy.okezone.com

Saya mengalami kejadian  bencana gempa bumi (jw: lindu) yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006, hampir jam 06 pagi, pusat gempa yang terjadi di selatan Yogyakarta. Saat itu, saya kebetulan berada di Klaten yang agak pinggir utara berabatasan dengan Boyolali timur, jadi lumayan jauh dari Yogyakarta  sekitar  60 km, meskipun lumayan jauh getaran dari tanah sangat saya rasakan cukup kuat. 

Kalau bisa saya deskripsikan kejadian itu, kawat listrik bergoyang seperti orang bermain tali, tanah seperti ditarik-tarik dengan kuatnya ke kanan maupun ke kiri, dan sawah yang ada airnya seperti air laut  yang berkejar-kejaran ingin sebagai pertama yang menyentuh pasir pantai. Dan tentunya orang-orang berteriak-teriak dan tidak sedikit yang menyebut nama Tuhan. Kejadian gempa tektonik itu tidak lama kurang dari satu menti. Andaikan lebih satu menit pasti banyak bangunan yang luluh lantak.  

Setelah gempa pagi itu segera saya hubungi teman yang letak rumahnyadi Klaten dekat dengan Yogya namun setelah saya coba hubungi berulang-ulang ternyata  tidak bisa. Saya cari alternatif mencari berita dari  televisi, dan betapa terkejutnya untuk gempa kali ini rumah-rumah dan bangunan yang berada di selatan Klaten banyak yang rusak. Dan yogyakarta? Bangunan dan fasilitaas umum banyak sekali yang mengalami kerusakan parah.

Dan pengalaman pagi itu masih sangat terasa hingga sekarang. Dan jika melihat kebencanaan yang terjadi pada akhir-akhir ini dari @infoBMKG dari Ambon hingga sulawesi sering terjadi gempa tektonik dari yang hanya getaran-getaran kecil hingga besar namun tidak menyebabkan tsunami.  Di samping gempa tektonik yang masih terjadi baru saja Minggu siang terjadi letusan vulkanik dari gunung Merapi di Jawa Tengah.

Hanya satu minggu Indonesia bagian Sulawesi, Maluku, Jawa Tengah mengalami bencana alam yang bisa mengakibatkan kerugian meterial bahkan jiwa. Namun anehnya kita semua tidak menanggapi hal yang secara natural ada di sekitar, yang setiap saat bisa terjadi dengan serius.  Karena mungkin akan berkata pada suatu saat jika terjadi pada kita sebagi bangsa yang memang tinggal pada daerah lempeng yang riskan dengan bencana akan berkata. "Sudah takdir, mau apalagi jika Tuhan sudah menghendaki."

Sifat yang mengubah paradigma menerima bencana apa adanya dan kesiapan menghadapi bencana adalah hal yang berbeda. Sifat menerima bencana hanyalah sikap pasrah tanpa adanya tindakan baik membekali dengan migasi bencana atau pun membekali dengan konstruksi bangunan yang tahan bencana. Dan sikap aktif untuk mempersiapkan jika terjadi bencana lebih masif dilakukan karena pernah mengalami kejadian bencana.  

Misalnya penduduk Yogyakarta setelah kejadian bencana gempa bumi yang meluluhlantakkan sebagian besar bangunannya, maka sebagian besar penduduknya terutama pada daerah garis bencana membuat rumah yang berbentuk sepeti suku eskimo di kutub utara yang berbentuk bulat. Dan bentuk rumah yang seperti itu memang diharapkan dapat meminimalisir kerusakan yang diakibatkan oleh gempa bumi.

Sebenarnya semua individu bangsa ini sadar bahwa kebencanaan yang terjadi di Indonesia akan datang dengan tiba-tiba  tidak hanya vulkanik, tektonik. Karena memang kodrat letak tanah Indonesia  berada pada lempengan yang memang mudah terjadi bencana gempa tektonik maupun vulkanik.  

Bahkan bencana  lainnya seperti bencana banjir, kekeringan, angin badai kadang mengisi sela antara bencana vulkanik dan tektonik. Bencana itu bagai siklus lingkaran yang tidak akan berhenti, akan selalu berulang.  

Namun susahnya kesadaran itu akan menurun manakala kejadian yang sudah disipakan agar keselamatan jiwa dapat dihindarkan namun gempa  tidak kunjung datang. Karena memang sifat bencana itu tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi. Akibatnya kewaspadaan pun berkurang.

Pada daerah yang memang sering terjadi bencana pastilah kesadaran itu lebih kuat. Baik BMKG nya maupun masyarakat bisa saling bahu membahu memperingatkan jika akan terjadi bencana. Baik melalui corong radio jika ada sinyal dari pusat bencana, gempa, tsunami, gunung meletus. Maupun masyarakat akan menabuh kentongan bertalu-talu yang menandakan bencana tengah berlangsung. Sehingga kerugian pun dapat dihindari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun