Tanggal 16 Juli ini menjadi penanda dua tahun saya bergabung di Kompasiana, sebuah rumah menulis di mana saya bisa menyimpan tulisan-tulisan pribadi saya sekaligus berbagi kepada orang lain. Ada beberapa hal menarik yang bisa saya catat selama saya bersama Kompasiana.
     Pertama, di Kompasiana saya menemukan komunitas dengan individu-individu yang sefrekuensi dengan saya, yaitu suka menulis. Tulisan mereka sangat bervariasi; ada yang berbau sastra, politik, agama, dan lain-lain. Banyak dari kompasianer yang produktivitasnya mengagumkan. Ada yang bisa submit tulisan lebih dari satu dalam sehari; ada yang kirim tiga bahkan lima tulisan dalam sehari. Melihat ini, saya bertanya-tanya kok bisa ya ada orang seproduktif itu? Terus terang, saya bukan penulis yang seproduktif itu. Menghasilkan satu tulisan dalam sehari saja bagi saya cukup sulit, apalagi lebih dari satu tulisan. Sangat jauh bagi saya. Hal ini karena selain saya sebagai dosen saya memiliki kesibukan lain yang harus saya penuhi, juga karena kemampuan otak saya tidak seencer para kompasianer yang sangat produktif itu. Untuk itu, saya sampaikan salut kepada teman-teman kompasianer yang bisa upload tulisan sedemikian sering.
Kedua, menulis di Kompasiana bagi saya gampang-gampang susah. Sebenarnya prinsip nothing to lose alias tanpa beban adalah prinsip yang saya terapkan ketika saya bergabung di Kompasiana. Waktu itu saya berpikir bahwa menulis di Kompasiana sama dengan menulis di blog lainnya yang saya fungsikan untuk menyimpan tulisan-tulisan saya, tanpa ada target apapun. Ketika saya mulai menulis di Kompasiana dan ternyata di sana ada admin yang berhak memberi label tulisan---pilihan, artikel utama, dan tanpa label---maka setiap kali saya menerbitkan tulisan, timbul rasa penasaran di benak saya: label apa yang akan disematkan admin untuk tulisan saya?
Pernah saya menulis tulisan cukup panjang, yang berjudul 'Wawancara dan Microteaching Tes CPNS Kemedikbud Ibarat Killing Ground'. Banyak efforts yang harus saya keluarkan untuk tulisan ini karena banyak data dan fakta yang harus saya masukkan. Tulisan ini juga mendapat views yang cukup tinggi, sekitar 9000 views. Namun, tulisan ini ternyata tidak berhak mendapat label 'pilihan', apalagi 'artikel utama'. Begitupun juga tulisan saya di kategori kebijakan yang berjudul "Permenpan RB No. 1 Tahun 2023: Masih Perlukah Dosen Meneliti?'. Untuk menulis ini saya perlu merenung cukup panjang dan menimbang sana sini sebelum akhirnya jadilah tulisan yang akhirnya menurut admin tidak layak untuk diberi predikat 'pilihan' maupun 'artikel utama'. Sebaliknya, tulisan yang saya tulis di kereta api, yang berjudul 'Kereta Malabar dan WFA' diberi label 'artikel utama' oleh admin. Style tulisan tersebut sangat santai.Tulisan tersebut saya tulis dengan tanpa mengernyitkan dahi karena saya tidak harus mengumpulkan data-data serius. Efforts yang setara serta style penulisan yang senada untuk tulisan saya berjudul 'Kartu Pos hingga Makam Ulama ada di Kampoeng Heritage Kajoetangan', dan ini juga berujung pada label 'artikel utama' dari admin.
Penasaran senada juga berlaku untuk tulisan-tulisan saya yang mendapat predikat 'pilihan'. Banyak tulisan saya yang mendapat label 'pilihan'. Tema tulisan saya yang mendapat label tersebut beragam, ada yang sosbud, pendidikan, trip, dan yang lainnya. Style tulisan saya konsisten, tidak banyak perbedaan antara tulisan yang satu dengan lainnya. Keberagaman tema, konsistensi style tulisan juga berlaku bagi tulisan-tulisan saya yang tidak mendapat predikat apapun dari admin.
Tulisan serius dan butuh efforts ekstra namun bagi admin tidak berhak diberi label apapun, tulisan yang dibikin nyaris tanpa efforts dan tanpa data-data serius, tulisan yang dibikin dengan style yang sama namun sebagian bisa mendapat predikat 'pilihan' dan sebagian berlalu tanpa predikat adalah deskripsi dari gampang-gampang susahnya menulis di Kompasiana.
Ketiga, tujuan saya menulis esai ringan di blog adalah mengikat pengetahuan, pengalaman, dan harapan yang saya punya. Tanpa diikat dalam bentuk tulisan, maka pengetahuan, pengalaman, dan harapan tersebut akan dengan mudah terterpa angin. Dengan mengikatnya, saya dengan mudah 'memanggil' kembali suatu saat dibutuhkan. Tujuan lain adalah memelihara kesehatan mental. Dengan menulis dan berhasil publish, walau dengan tema yang sangat sederhana sekalipun, saya merasa berdaya. Saya merasa bisa berbuat sesuatu. Perasaan berdaya ini menimbulkan energi positif yang akhirnya bisa berdampak sangat positif bagi pikiran saya. Tujuan lain adalah berbagi pengetahuan, penglaman, dan harapan dengan dengan orang lain. Sesedikit dan sesederhana apapun pengetahuan dan pengalaman saya, semoga ada bagian yang bisa dipelajari oleh pembaca.
Berangkat dari tujuan inilah, maka kategori penulis yang ditetapkan oleh Kompasiana---debutan, junior, taruna, penjelajah, fanatik, senior, dan maestro---bukanlah target utama saya. Pun label tulisan yang ditetapkan Kompasiana:artikel utama dan pilihan. Terikatnya pengalaman dan pengetahuan serta terbaginya hal sederhana tersebut bagi orang lain adalah target utama saya. Kategorisasi penulis dan labelisasi tulisan oleh admin Kompasiana adalah bonus bagi saya.
Dua tahun kebersamaan dengan Kompasiana memberi saya banyak pelajaran. Saya bisa tahu bahwa di luar sana banyak penulis yang sangat produktif yang ini bisa menjadi penyemangat saya untuk senantiasa belajar untuk terus aktif dan produktif. Kompasiana bagi saya bukan hanya rumah untuk menyimpan tulisan, tetapi ruang belajar, refleksi, dan apresiasi. Saya akan berupaya untuk istiqomah menulis, tidak berhenti mengikat pengalaman, dan tidak lelah berbagi dengan pembaca meski hanya tentang hal-hal kecil.
Malang, 16 Juli 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI