Mohon tunggu...
Nurhilmiyah
Nurhilmiyah Mohon Tunggu... Penulis - Bloger di Medan

Mom blogger

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bagaikan Berkendara di Jalan Raya

20 Oktober 2017   12:37 Diperbarui: 20 Oktober 2017   12:56 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyusuri jalan setiap harinya membuat saya jadi berpikir. Bahwa  sebenarnya menjalani hari demi hari kehidupan ini bagaikan berkendara di  jalanan. Terkadang kita berada di depan kendaraan yang satu, di lain  waktu kita ada di belakang kendaraan yang sebelumnya kita dahului.

Di tiap persimpangan bertemu dengan 'traffic light', tampak nyala lampu  berwarna merah. Artinya selaju apapun kendaraan yang kita naiki  ternyata harus berhenti jua di simpang itu. Tetap memutuskan lanjut  berjalan, paling tidak dua risiko menanti. Ditabrak kendaraan dari jalur  berbeda atau ditilang polantas karena tidak mematuhi rambu lalu lintas.

Lampu hijau menyala, artinya kita pun bergegas meninggalkan perempatan.  Memilih berhenti pada saat itu, pastilah membuat kacau persimpangan.  Terdengar klakson di sana sini, menimbulkan kemacetan dan memicu  hipertensi pengendara lain. Jangan ikut emosi apabila dihadiahi ungkapan  "isi kebun binatang".

Melihat lampu kuning tandanya kita harus  berhati-hati, tetap menjaga jarak dengan kendaraan di depan dan fokus  melihat situasi dan kondisi jalan. Satu waktu, lampu-lampu itu bisa saja  tidak nyala satu pun. Siapkan mental, mungkin saja akan terjadi  kemacetan parah yang menyebabkan waktu habis di jalan dan kita pun  terlambat tiba di tujuan.

Adakalanya kendaraan yang berada di  depan kita amat sangat lambat jalannya. Lalu dengan bahasa lampu sein  kanan, kita memberikan kode kepadanya agar membukakan jalan untuk kita  yang berjalan di belakangnya. Bagi pengemudi kendaraan yang baik hati  dan lulus ujian SIM, pastinya ia tahu diri dan dengan tanpa beban  mempersilakan kita untuk melewatinya.

Namun kerap terjadinya di  jalan, sudah beberapa kali meminta kesempatan untuk mendahului,  kendaraan di depan santai dan cuek saja pura-pura tidak tahu. Jalannya  lamban, di tengah pula. Jika bertemu pengendara model begini, yang bisa  dilakukan adalah memperbanyak sabar dan berusaha tersenyum saja. Mungkin  dia baru pandai mengemudikan kendaraannya, jadi tidak memahami  kode-kode lampu kendaraan di belakangnya.

Satu saat kita perlu  menyalib kendaraan yang di depan. Tentu saja dengan memperhatikan segi  keamanannya. Setelah dirasa 'safety' tambah kecepatan dan dahului dengan  penuh keyakinan. Terkadang celah untuk mendahului bagi kendaraan lain  tidak sama dengan celah yang memungkinkan untuk jalan bagi kita. Bagi  kendaraan lain celah itu cocok, muat dan ia berhasil melampauinya dengan selamat.

Belum tentu demikian bagi kendaraan kita. Bisa saja  setelah ia mendahului, kendaraan di belakangnya mengisi celah tersebut  dan menutup kesempatan bagi kendaraan kita untuk melewatinya. Begitulah  kira-kira analogi berkendaraan di jalan, ternyata memiliki kemiripan  dengan jalan hidup manusia setiap harinya. Hidup bagaikan berkendara di  jalan raya. Tiap orang bergerak di zona waktunya masing-masing, amat  bersifat kasuistis dan sangat spesifik, tidak bisa digeneralisasi.

Salam literasi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun