Senin, 7 Juni  lalu cowok gantengku  dipanggil untuk menjalani vaksinasi covid 19 di Kota Sungai Penuh (Ibu Kota Kabupaten). Saya protes ke Pak Kades. "Kok saya ditinggalkan. Bukankah kami sama-sama lansia?"
"Kalau Ibuk mau, datang saja ke Puskesmas Kecamatan, jam 7.30 besok." jawab orang nomor satu di Desa Simpang Empat itu. "Setiap desa dapat jatah 20 lansia untuk divaksin," tambahnya.
Saya pede aja. Artinya 21 dengan saya. Tanggal 8 Juni, jam 7.30, saya berangkat ke Puskesmas. Di sana  telah menunggu 4 orang lansia tambah saya jadi 5. Saya langsung didaftarkan oleh perawat karibku yang bertugas di sana.
Setelah menjalani rangkaian proses, Alhamdulillah akhirnya saya divaksin juga. Jadilah saya lansia pertama menerima vaksinasi untuk Kecamatan Danau Kerinci..
Mempengaruhi Nenek-nenek
Pak Dokternya menjawab, "Tak mau dak apo-apo, Bu. Kami tak boleh memaksa. Tugas  kami mengupayakan supaya masyarakat sehat. Selagi ada yang gratis sebaiknya ibu ikut saja. Kalau suatu saat Ibu perlu surat keterangan sudah divaksin, terus minta disuntik, Ibu terpaksa bayar. Mahal lho Bu."
Si nenek tetap menolak. Saya sok menggurui, "Iyo. mungkin nanti awak mau pergi umrah. Syaratnya harus ada surat keterangan sudah divaksin. Kan kayo (Anda) sudah punya. Kalau bayar bisa mencapai 800-an ribu."  Nenek yang pernah cantik itu masih bergeming.
"Atau nanti kayo dapat jatah uang PKH. Syarat pencairannya harus ada surat keterangan telah divaksin. Apo kabea (apa kabar)?" tambah saya.
Spontan beliau itu menjawab, "Iyolah." Saya tertawa dalam hati. Mau ngekeh takut anaknya marah. Begitulah saktinya sang rupiah. Hati sekeras baja pun bisa layu seketika. Padahal uangnya entah di mana. Barangkali belum dicetak di Perum Peruri.
Diejek di Tempat ArisanÂ