Dia tidak menjawab apa-apa. Besoknya, (hari Minggu) saat hendak mencuci, dalam tumpukan cucian saya temui celana tersebut sudah sobek terpisah jadi dua bagian.
Hari itu saya benar-benar bertaubat. Saya menyadari bahwa saya sudah melakukan kesalahan besar. Memaksakan kehendak kepada anak dan tidak menghargai perbedaan pendapat. Bagus menurut saya belum tentu bagus menurut dia.
Seperti orangtua, anak-anak juga sering melakukan kesalahan. Saat itulah orangtua menanamkan rasa tanggung jawab. Misalnya suatu ketika dia mencoret dinding pakai krayon, padahal orangtuanya telah menyiapkan buku gambar serta whiteboard dan juga spidol warna.Â
Dari sana, orangtua dapat melibatkan anak untuk mebersihkannya. Anak akan belajar bahwa dia juga ikut bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya. Ketika itu, orangtua menanamkan pengertian mengapa dia harus menghentikan kebiasaan mencoret-coret tidak pada tempatnya.
Saat memasuki lingkungan sekolah, anak-anak akan berinteraksi dengan persaingan lebih banyak. Baik dalam kegiatan pelajaran maupun bidang lomba.
Dengan mengikutinya ke berbagai perlombaan, kita berkesempatan menanamkan pengertian bahwa setiap kompetisi ada yang menang dan ada pula yang kalah. Andai sang anak keluar sebagai pemenang, dia tidak boleh sombong.
Jika kalah jangan berkecil hati. Dia harus berusaha mengejar ketertinggalannya. Siapa yang ingin menang, dia wajib bekerja keras dengan belajar tak kenal lelah.
Mengikutsertakan anak dalam berbagai lomba adalah sarana yang bagus untuk menumbuh kembangkan jiwa sportifitas. Tanamkan pengertian, bahwa kompetisi adalah hal yang biasa. Menang bukanlah segala-galanya. Setiap anak harus berlomba secara sehat. Tidak dibenarkan saling jegal. Apalgi bermain curang.
Dalam bertanding ada aturan. Dalam hidup pun ada aturan yang harus ditaati. Saat itulah anak belajar mengakui keberadaan lawan.
Sejatinya pendidikan berawal dari rumah tangga. Di sekolah hanya pelengkap saja. Di rumah, penanaman nilai-nilai moral, agama, dan budi pekerti lebih efektif.
Tak heran, seorang guru yang arif, dengan mengamati kelakuan anak-anak di sekolah, dia telah memperoleh gambaran minimal 40 persen, bagaimana pendidikan kecerdasan sosial yang diperoleh peserta didiknya dalam keluarga.