Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pentingnya Membangun dan Menumbuhkan Jiwa Sportivitas pada Buah Hati Anda

19 Oktober 2019   16:39 Diperbarui: 20 Oktober 2019   11:34 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak sportif (Sumber: parenting.orami.co.id)

Hidup ini ibarat arena olahraga. Di dalamnya sarat dengan aturan yang jelas. Di sana individu satu dengan yang lainnya menghadapi persaingan. Ada yang kalah ada yang menang. Untuk itu, dalam menjalaninya diperlukan sikap sportif dan kemampuan berkompetisi secara fair.

Prinsip ini perlu ditanamkan kepada anak sedini mungkin. Berapa pun usianya, ia akan mulai dari lingkungan terdekat seperti di sekitar rumah atau sekolah.

Di sana banyak hal baru yang mungkin tidak mereka sukai. Untuk menyikapinya diperlukan kecerdasan sosial.

Hal utama yang menjadi prioritas adalah menanamkan kepada anak perilaku tidak membeda-bedakan dirinya dengan orang lain. Apakah dia berasal dari keluarga pejabat, orang kaya, orang miskin, berwajah cantik atau jelek. Satu individu tidak boleh merasa lehih hebat dari individu lainnya.

Dari pandangan itulah awal terciptanya aturan-aturan yang berlaku dalam semua lapisan masyarakat. Setelah menerima sesuatu dari orang lain harus mengucapkan terima kasih. Jika terlanjur berbuat salah, jangan merasa gengsi untuk minta maaf, dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya menanamkan budaya antre.

Iklim ini harus dimulai dari rumah tangga yang saling menghormati. Misalnya orangtua jangan sekali-kali memaksakan kehendak kepada anak-anaknya. 

"Pokoknya, Mama tak suka kamu pakai baju itu." Sementara ayahnya mau anaknya begini begitu. Tanpa sadar, kita telah menanamkan sikap kekuasaan terhadap anak-anak. 

Pengalaman saya mengasuh anak-anak. Karena saya menyukai warna putih, setiap si bungsu (6) ke musolah, saya minta dia pakai baju koko warna putih, dia selalu menolak. 

Suatu hari, berkat bujuk rayu si kakak (10) dan ditambah puji-pujian, "Dedek ganteng, Dedek gaya," Akhirnya koko tersebut dia kenakannya juga.

Belum 10 menit, dia melapor bahwa bajunya sobek. MasyaAllah. Rupanya diam-diam baju tersebut dia bedah pakai gunting. Mulai pangkal ketiak memanjang hingga ke bawah nyaris putus.

Peristiwa kedua terulang lagi. Seminggu sebelum ujian akhir SMP, dia minta dibelikan celana pramuka. Saya bilang, "Pakai aja yang lama. Kan masih bagus. Sekolah cuman dua minggu lagi."

Dia tidak menjawab apa-apa. Besoknya, (hari Minggu) saat hendak mencuci, dalam tumpukan cucian saya temui celana tersebut sudah sobek terpisah jadi dua bagian.

Hari itu saya benar-benar bertaubat. Saya menyadari bahwa saya sudah melakukan kesalahan besar. Memaksakan kehendak kepada anak dan tidak menghargai perbedaan pendapat. Bagus menurut saya belum tentu bagus menurut dia.

Seperti orangtua, anak-anak juga sering melakukan kesalahan. Saat itulah orangtua menanamkan rasa tanggung jawab. Misalnya suatu ketika dia mencoret dinding pakai krayon, padahal orangtuanya telah menyiapkan buku gambar serta whiteboard dan juga spidol warna. 

Dari sana, orangtua dapat melibatkan anak untuk mebersihkannya. Anak akan belajar bahwa dia juga ikut bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya. Ketika itu, orangtua menanamkan pengertian mengapa dia harus menghentikan kebiasaan mencoret-coret tidak pada tempatnya.

Saat memasuki lingkungan sekolah, anak-anak akan berinteraksi dengan persaingan lebih banyak. Baik dalam kegiatan pelajaran maupun bidang lomba.

Dengan mengikutinya ke berbagai perlombaan, kita berkesempatan menanamkan pengertian bahwa setiap kompetisi ada yang menang dan ada pula yang kalah. Andai sang anak keluar sebagai pemenang, dia tidak boleh sombong.

Jika kalah jangan berkecil hati. Dia harus berusaha mengejar ketertinggalannya. Siapa yang ingin menang, dia wajib bekerja keras dengan belajar tak kenal lelah.

Mengikutsertakan anak dalam berbagai lomba adalah sarana yang bagus untuk menumbuh kembangkan jiwa sportifitas. Tanamkan pengertian, bahwa kompetisi adalah hal yang biasa. Menang bukanlah segala-galanya. Setiap anak harus berlomba secara sehat. Tidak dibenarkan saling jegal. Apalgi bermain curang.

Dalam bertanding ada aturan. Dalam hidup pun ada aturan yang harus ditaati. Saat itulah anak belajar mengakui keberadaan lawan.

Sejatinya pendidikan berawal dari rumah tangga. Di sekolah hanya pelengkap saja. Di rumah, penanaman nilai-nilai moral, agama, dan budi pekerti lebih efektif.

Tak heran, seorang guru yang arif, dengan mengamati kelakuan anak-anak di sekolah, dia telah memperoleh gambaran minimal 40 persen, bagaimana pendidikan kecerdasan sosial yang diperoleh peserta didiknya dalam keluarga.

Zaman sekarang, sangat mudah mengidentifikasi sosok yang telah kehilangan jiwa sportifitas. Lihatlah perseteruan para politisi kita dalam merebut kekuasaan, membela kepentingan pribadi dan kelompoknya dengan segala cara. 

Ibarat iblis, bukan lagi makhluk halus yang tak dapat dilihat dengan mata. Tetapi telah menjelma seperti jin kasar. Mereka adalah pribadi yang miskin kecerdasan sosial.

Kecurangan merupakan hal yang lumrah. Jual beli ijazah, suap, korupsi dan hoaks seakan dihalalkan. Tentu kita tidak rela anak-anak kita tumbuh menjadi generesi yang berbangga dengan segala bentuk kecurangan.

Demikian sedikit pedoman untuk memanusiakan anak, agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang sportif dan cerdas dalam bersosialisasi. Semoga bermanfaat.

****

Pustaka: Widiyasmoro, T. Tjahyo, "Anak Sportif Tak Takut Kritik," Intisari, November 2004

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun