Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketua KPK Irjen Firli dan Filosofi Cinta Mati

16 September 2019   06:38 Diperbarui: 16 September 2019   06:45 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana gedung KPK usai Firli terpilih jadi ketua. Sumber : CNN Indonesia/Aini Putri Wulandari

Terpilihnya Irjen Firli Bahuri sebagai ketua KPK 2019-2023 oleh Komisi III DPR RI, mengundang pro dan kontra di tengah publik. Ada yang mendukung, tidak sedikit pula yang menolak, termasuk dari internal KPK.

Penolakan tersebut bukan tanpa alasan. Semasa menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Putra Kelahiran Muara Jaya, Ogan Komering Ulu tersebut  diisukan  pernah melakukan beberapa pelanggaran etik berat di sini.

Namun, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Dilansir pepnews.com, 14/09/2019, Wakil Ketua Pansel KPK periode 2019 -- 2023, Indriyanto Sendo Adji, menjelaskan, bahwa masyarakat perlu mengetahui, sejak tahapan rangkaian tes yang dijalani oleh Firli hingga proses di DPR, yang bersangkutan dinyatakan memiliki basis levelitas dengan konsistensi terbaik yang dapat dipertanggungjawabkan

Ya, mau tidak mau rakyat harus mendukung. Menangis berguling-guling sampai bunuh diri pun kecil kemungkinan akan bisa  membalikkan keadaan. Sebab keputusan tersebut sudah final dan tak bisa diganggu gugat.

Dalam berdemokrasi  menyatakan suka tidak suka itu jamak terjadi. Setiap ada aksi, pasti ada reaksi.

Tetapi, bereaksi berlebih-lebihan terhadap kasus  seperti ini hanya membuang-buang energi. Selaku umat beragama, mari kita yakini, bahwa keterpilihan sesorang untuk menjadi pejabat apa pun tak terlepas dari kuasa tangan Tuhan.

Belum tentu apa yang kita sangka buruk itu benar-benar buruk. Adakalanya,  pribadi yang tidak kita sukai, membawa kebaikan bagi lingkungan, nusa, bangsa,  dan negara ini.

Tentu kita masih ingat wajah oknum yang  berkoar-koar beberapa saat sebelum jatuhnya Orde Baru  21 tahun yang lalu. Dia dielu-elu  sebagai  tokoh  reformasi. Saya salah satu pengidolanya.

Ternyata  sekarang kelakuannya dalam berdemokrasi beda tipis dengan makhluk jelek dari sekalian yang jelek.

Hal senada sering  pula ditemui dalam memilih jodoh. Ada sosok yang  sebelumnya ditolak oleh sesorang untuk menjadi pendamping hidup. Alasan tidak cinta karena pilihan  orangtua, kurang ganteng, dan lain sebagainya. Setelah menjadi suami isteri  apa yang terjadi? Ternyata mereka adalah pasangan yang tepat. Seiya sekata, sehilir semudik dalam satu biduk rumah tangga sakinah.

Sebaliknya kekasih yang dipuja-puja dan  konon katanya cinta sampai mati, pasca menikah mata hatinya juga ikut mati. Cowoknya, menjelma menjadi suami  yang  malas bekerja. Hobinya ngobrol dengan teman sesama pengangguran. Omongnya selangit, tak mau mengalah. "Untuk apa memburuh, dibawah perintah  orang lain." Jika isterinya bersuara, dikit-dikit tersinggung, terus marah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun