Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mhd. Azwir, Milenial Desa yang Berani Berinovasi

6 Januari 2019   00:16 Diperbarui: 6 Januari 2019   08:22 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mhd. Azwir. Sumber: web.facebook.comphoto.php

Salah satu ciri generasi maju adalah berani berinovasi. Kalau tidak, dia akan kalah dalam persaingan. Namun, keberanian dimaksud tidaklah cukup berbekal pendidikan tinggi saja. Perlu didukung kreatifitas yang tinggi pula dan diwujudkan dalam tindakan nyata. Kuncinya hanya satu, "Berusahalah dengan cara tak biasa agar hasilnya luar biasa."

Untuk menjadi sosok luar biasa,  tak harus berbondong-bondong pidah ke kota. Di desa pun kesempatan terbuka lebar. Syaratnya, jeli menangkap peluang dan nyambung dengan kondisi. Dan yang paling penting adalah tidak takut gagal. Sebab, kegagalan itu adalah guru terbaik yang hanya mengajar di Sekolah Kehidupan.

Seperti apa  pribadi yang jeli menangkap peluang tersebut? Berikut saya mengajak kita semua berkenalan dengan satu dari sekian banyak generasi milenial desa yang berpotensi menjadi orang luar biasa.

Dia adalah Mhd. Azwir, putra ke 3 dari  pasangan Bapak Awaluddin dan Ibu Erma. Sejak 5 bulan terakhir, cowok ganteng yang biasa disapa Win ini membuka usaha pemeliharaan puyuh petelur.

Dua hari yang lalu saya mengunjungi kediaman Win di Desa Simpang Empat Tanjung Tanah.  Mahasiswa semester 5 STIE Sakti Alam Kerinci ini menyambut saya ramah.

Dengan wajah ceria Win mengajak saya ke halaman belakang rumah orangtuanya. Di sanalah pondok unggas miliknya bercokol.

Kandang Puyuh. Dokumen Pribadi
Kandang Puyuh. Dokumen Pribadi
Di dalam kandang berukuran 9x5  meter itu tersusun rapi 3 deretan sangkar puyuh. Satu blok lebih panjang, terdiri dari 24 kotak/kurungan masih kosong. Dua lainnya agak pendek, dipenuhi burung puyuh. Kata Win jumlah hewan piaraannya ini ada 700an ekor. Seratus empat puluhan jantan, sisanya betina. Masyaallah ... telornya bergelimpangan di lantai depan.

Sangkar kosong,siap menampung 1000 bibit. Dokumen Pribadi.
Sangkar kosong,siap menampung 1000 bibit. Dokumen Pribadi.
Puyuh yang produktif. Dokumen Pribadi
Puyuh yang produktif. Dokumen Pribadi
Di sisi barat  bangunan utama,  menempel 1 unit kandang lain berbentuk panggung. Di lantainya tergeletak beberapa kardus. Masing-masingnya diterangi bohlam lampu. "Ini anakan umur satu minggu," kata Win seraya menunjuk ke dalamnya. 

Ruangan khusus bayi puyuh. Di dalam kardus itu anak puyuh menghangatkan tumbuhnya. Dokumen Pribadi.
Ruangan khusus bayi puyuh. Di dalam kardus itu anak puyuh menghangatkan tumbuhnya. Dokumen Pribadi.
Sekarang saya tahu bahwa untuk beternak puyuh tidak memerlukan lahan yang luas. Pemeliharaannya pun relatif mudah, tidak dituntut keahlian khusus, tidak pula butuh dana terlalu besar.

Menurut Win, usaha ini dia mulai dengan modal super minim. Dengan memanfaatkan material yang ada, dibantu ayahandanya, kandang dan sangkar bikinan sendiri.

Win mulai membangun usaha ini dengan 1000 ekor anakan, yang dibelinya pada dua tempat berbeda. 50% bibit lokal, lainnya dia akses dari luar daerah. Rupanya, perbedaan tersebut memberikan hasil berbeda pula. Bagian pertama lebih prodiktif daripada 50% lainnya. Takut risiko kerugian, Win menjual ternaknya yang kurang produktif tersebut. Sisanya, ditambah bibit baru jantan dan betina   itulah aset yang dikelolanya sampai saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun