Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Layangan Buyung dan Pak Gani

18 Juli 2018   09:42 Diperbarui: 18 Juli 2018   10:08 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : 605komuta.blogspot.com

"Jangan main jauh, ya! Nanti kepalamu dipotong orang rantai," pesan ibundanya Buyung sebelum berangkat ke  sawah. "Mau makan, nasi dan sambal ada di tudung saji."  

"Iya, Mak," jawab Buyung santun.

"Ini uang jajan!" tambah perempuan yang biasa disapa Mak Buyung itu. Dia menyerahkan dua keping uang logam pada anak bungsunya tersebut.

"Makasih ya, Mak." Buyung menutup pintu.

Amanat klasik itu selalu didengungkan Mak Buyung. Terlebih sebelum dia meninggalkan putra atau putrinya di rumah sendirian. Padahal, selama dunia terkembang belum pernah terbukti, pelarian dari penjara yang disebutnya orang rantai itu memenggal kepala manusia. Tapi masyarakat kampung tetap saja percaya, bahwa insiden itu betul-betul ada. Ceritanya, setelah ditebas, kepala anak-anak ditanam pada ujung dan pangkal jembatan. Tujuannya agar bangunan awet dan tahan lama. Ritual ini diselenggarakan sebelum  peletakan batu pertama.

Bagi Buyung, pesan basi ibunya itu dia anggap angin lalu. "Hari ini Yung tak akan main di luar," gumamnya.

Di rumah sendirian, memberikan ketenangan tersendiri bagi bujang enam tahun itu. Dia bisa bebas merdeka untuk berkreasi. Mau bikin cincin dari uang logam, membuat bedil dari bambu, mobil-mobilan dari papan bekas dan apa saja yang terlintas di benaknya. Tiada aturan yang mengikat. Parang, kapak, gergaji, palu dan perkakas lainnya bebas  bertebaran. Hal tersebut tak akan terpenuhi  jika anggota keluarganya lengkap berada di rumah. Karena ruangan berantakan adalah pantangan  besar ibunya.

Lain bawaan isteri, beda pula karakter  sang suami. Pria yang biasa disapa Bapak Buyung tersebut memberikan keleluasaan pada anak lanang satu-satunya itu. Mau bermain apa saja, terserah. Bahkan ketika melihat Buyung mengalami kesulitan, dia ikut membantu. Sayang,  urusannya  semakin runyam. Mereka sering beda pendapat.  Bapaknya mau begini, si anak mau begitu. Perbedaan ide tersebut menyebabkan Buyung sering ngambek, dan memancing kemarahan  sang bapak. Ujung-ujungnya mereka bertengkar dan berakhir dengan lengkingan tangis Buyung.

"Sudah. Daripada bikin pusing, mobilannya dibeli aja." Mak Buyung hadir sebagai penengah.

"Dibeli juga salah. Belum lima menit sudah hancur," bantah Bapak Buyung.

Sanggahan ayahandanya benar. Buyung tipe anak keras kepala. Selain tak mau dibantu dalam berkreasi, dia juga suka  mengobrak abrik barang yang dia anggap aneh. Pernah bapaknya marah besar. Saat itu Buyung memegang pisau kater. "Srrrtt" Ujung  pisau tersebut meluncurkan torehan di jok motor. Busa bercibiran menganga ke udara. Padahal, dari awal ujung senjata tajam itu menghujam, ayahnya telah berteriak. "Awas jangan disayat ...!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun