Dalam Collins Dictionary, didefinisikan bahwa "An Act of God is an event that is beyond human control, especially one in which something is damaged or someone is hurt."
Menurut versi bahasa Indonesianya, "Act of God" didefinisikan sebagai "suatu peristiwa yang di luar kendali manusia, khususnya peristiwa yang terdapat sesuatu yang rusak atau seseorang yang terluka (dalam bahaya atau mengalami kesakitan)".
Istilah "Act of God" biasa didapati dalam klausul "force majeure" ("keadaan kahar" atau "keadaan memaksa") dalam kontrak atau perjanjian atau dokumen/teks hukum.
Klausul "Act of God" dalam kontrak mengacu pada peristiwa alam atau bencana yang luar biasa dan tidak dapat dikendalikan oleh pihak-pihak yang terlibat, seperti gempa bumi, banjir, atau angin topan. Klausul ini berfungsi untuk membebaskan atau mengurangi tanggung jawab pihak-pihak dalam memenuhi kewajiban kontraktual jika peristiwa tersebut mengakibatkan ketidakmampuan untuk memenuhi kewajiban.
Dalam asuransi, klausul "Act of God" (atau "Extended Perils Clause") memperluas jaminan asuransi untuk mencakup kerugian yang disebabkan oleh bencana alam. Misalnya, asuransi kebakaran mungkin tidak mencakup kerugian akibat gempa bumi, tetapi dengan klausul "Extended Perils", asuransi tersebut akan menjamin kerugian tersebut.
Dalam perjanjian konstruksi, klausul "Act of God" dapat digunakan untuk membebaskan kontraktor dari kewajiban penyelesaian proyek jika terjadi gempa bumi atau banjir yang menghambat pekerjaan atau proyek.
Terkait padanannya dalam bahasa Indonesia, banyak versi padanan "Act of God" yang bertebaran dalam banyak dokumen kontrak atau teks hukum. Mulai dari yang harfiah (letterlijk), seperti "tindakan Tuhan", "murka Tuhan", "musibah", hingga versi substantif (merujuk pada pengertian singkat versi kamus) yakni "bencana alam".
Kendati versi terakhir ini ("bencana alam") akan bermasalah atau mengalami dilema jika dalam klausul keadaan kahar itu juga ada istilah "natural disaster", "natural catastrophe" atau "natural calamity" (sebagaimana umumnya muatan klausul hukum yang bertujuan menutup celah hukum atau "legal loophole") yang kesemuanya juga merujuk pada "bencana alam".
Contohnya seperti dalam klausul keadaan kahar (force majeure clause) ini: "Neither party shall be liable for any failure or delay in the performance of its obligations under this Agreement if such failure or delay is caused by or results from events beyond the reasonable control of such party, including but not limited to:
- Acts of God;
- Natural catastrophes such as earthquakes, floods, hurricanes, typhoons, volcanic eruptions, or tsunamis;
- Fire, explosion, or other natural disasters;
- Epidemics or pandemics;
- War, terrorism, civil unrest, riots, or insurrection;
- Governmental actions, embargoes, or restrictions;
- Power outages or utility failures;
- Any other similar events that are unforeseeable and unavoidable."
Terjemahan: "Tidak ada pihak yang akan dikenakan tanggung jawab atas kelalaian atau keterlambatan apa pun dalam pelaksanaan kewajiban-kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini apabila kelalaian atau keterlambatan tersebut disebabkan oleh atau diakibatkan dari peristiwa-peristiwa di luar kendali yang beralasan dari pihak tersebut, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
- Kejadian tidak terduga luar biasa;
- Bencana alam seperti gempa bumi, banjir, angin rebut, taifun, erupsi gunung berapi, atau tsunami;
- Kebakaran, ledakan, atau bencana alam lainnya;
- Epidemi atau pandemi;
- Perang, terorisme, kerusuhan sipil, huru-hara atau pemberontakan;
- Tindakan, embargo, atau pembatasan oleh pemerintah;
- Pemadaman listrik atau kerusakan utilitas;
- Peristiwa serupa lainnya yang tidak dapat diperkirakan dan tidak dapat dihindari."
Alhasil, atas nama pendekatan yang moderat dan pragmatis termasuk juga dengan tetap mengacu pada pakem "kesetiaan" (faithfulness) ala penerjemahan teks hukum dan makna kamusnya, sebagai alternatif pertengahan, "Act of God", dalam terjemahan teks di atas, bisa dipadankan dengan "kejadian tidak terduga di luar kendali" atau "kejadian tidak terduga luar biasa".
Apa pun, ini sekadar ikhtiar pemadanan istilah dalam konteks terjemahan dokumen hukum atau teks hukum.
Sebagai penerjemah, linguis, insan bahasa atau pencinta bahasa, apa pun pilihan padanan Anda, tetap selalu pertimbangkan konteks, preferensi gaya selingkung atau gaya internal ("inhouse style") dan/atau kemauan klien, atasan atau pemberi kerja (employer).
Jakarta, 13 Mei 2025
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI