Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Good Looking dan Epidemi Indonglish

22 September 2020   14:06 Diperbarui: 22 September 2020   14:16 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: thoughtco.com

Saat wisata kantor pada April 2012, salah seorang pedagang cendera mata di Bugis Street, salah satu pasar masyhur di Singapura, memilih berbahasa Singlish sewaktu saya ajak berbicara dalam bahasa Inggris.

"Halga boleh kulang sikit-sikitlah. No ploblem. Malket juga balu open," ujarnya dengan lidah celat khas Tionghoa. Saat itu sekitar pukul 9 pagi waktu Singapura atau pukul 8 pagi WIB.

Jangan dikira model bahasa gado-gado seperti Singlish itu tidak menjangkiti bangsa kita, Indonesia. Silakan saja amati pembicaraan di sekitar kita, di dunia maya dan di dunia nyata. Atau bahkan kita sendiri juga tak ayal kerap melakukannya.

Barangkali kita familiar dengan model gaya bahasa berikut ini:"Aku nggak aware lho kalo dia care sama aku. Aku kira dia gak bisa fall in love lagi sama cewek lain, which is beda tipe sama mantannya. It's really amazing! Malah kamu ya yang concern banget. Gak nyangka juga kalo dia bisa move on."

Paham?

Jika tidak, itulah yang disebut Indonesian English alias Indonglish.

Publik secara serampangan menahbiskannya sebagai "dialek anak Jaksel". Hal ini tampaknya merujuk pada banyaknya lembaga pendidikan atau sekolah internasional di kawasan Jakarta Selatan (Jaksel) yang menggunakan bahasa pengantar bilingual atau bahasa Inggris.

Sepanjang karier saya sebagai penerjemah sejak 2002, sepertinya sepuluh tahun belakangan ini makin banyak klien baik klien lepas maupun klien kantor yang lebih gemar menggunakan istilah asing tinimbang padanan bakunya dalam bahasa Indonesia.

Demi tuntutan klien, saya kerap harus mengalahkan idealisme bahasa saya dengan tidak menerjemahkan suatu istilah bahasa Inggris, meskipun padanan bahasa Indonesianya sudah sangat lazim.

Alasannya? Bahasa Inggris lebih keren, lebih efisien dan lebih komunikatif atau lebih bisa mengartikulasikan makna suatu kata, demikian katanya.

Yang terakhir ini sebetulnya dapat disiasati dengan menambahkan keterangan penjelas setelah padanan bahasa Indonesia untuk istilah bahasa Inggris yang dimaksudkan. Contohnya, Codeshare Agreement dipadankan dengan "Perjanjian Pengaturan Bersama Kursi Penumpang (Codeshare)" atau Frequent Flyer Concession dengan "Konsesi bagi Pelanggan Rutin (Frequent Flyer)".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun