Mohon tunggu...
Nur Patimah
Nur Patimah Mohon Tunggu... Mahasiswa S1

NIM: 43221120052 | Program Studi: Sarjana Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Jurusan: Akuntansi | Universitas: Universitas Mercu Buana | Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

21 November 2024   23:03 Diperbarui: 21 November 2024   23:03 1609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prinsip ini sangat relevan dalam mencegah keinginan yang terus "mulur." Selanjutnya, Sa-cukupe (secukupnya) mengajarkan rasa syukur atas apa yang dimiliki, sehingga seseorang tidak mudah merasa kekurangan meskipun menghadapi kegagalan. Sementara itu, Sa-benere (sebenarnya) mengingatkan pentingnya bertindak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran, yang melindungi seseorang dari tindakan melampaui batas demi ambisi pribadi. 

Prinsip Sa-mesthine (semestinya) membantu manusia menerima situasi hidup sebagaimana adanya, baik dalam keberhasilan maupun kegagalan, sebagai bagian dari perjalanan hidup yang wajar. Terakhir, Sak-penake (seenaknya) memberikan ruang bagi manusia untuk menemukan kenyamanan dalam hidup tanpa melanggar norma atau aturan.

Dalam menghadapi situasi "mulur" atau "mungkret," manusia juga membutuhkan olah rasa dan kemampuan adaptasi diri. Olah rasa adalah kemampuan untuk menyadari dan mengelola perasaan, baik saat berada di puncak keberhasilan maupun di titik kegagalan. Kemampuan ini membantu seseorang tetap tenang dan tidak terbawa oleh rasa serakah saat sukses atau rasa putus asa saat gagal. 

Sedangkan adaptasi diri adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan situasi dan menerima kenyataan hidup tanpa kehilangan keseimbangan batin. Olah rasa juga mengajarkan bahwa semua manusia memiliki pengalaman emosi yang serupa dalam menghadapi keberhasilan maupun kegagalan. Rasa bahagia atau kecewa adalah bagian dari kehidupan yang universal, sehingga manusia seharusnya tidak merasa sendirian dalam menghadapi tantangan.

konsep mulur dan mungkret mengingatkan manusia akan sifat sementara dari segala hal dalam hidup. Dengan menerapkan prinsip 6 SA, manusia dapat menemukan keseimbangan dalam mengelola keinginan dan perasaannya. 

Olah rasa dan adaptasi diri memperkuat kemampuan seseorang untuk menerima keadaan hidup dengan bijaksana, baik saat menghadapi keberhasilan maupun kegagalan. Hal ini tidak hanya mencegah manusia terjebak dalam ambisi yang berlebihan atau rasa kecewa yang mendalam, tetapi juga membantu mereka menjalani hidup dengan lebih harmonis dan bermakna

Manusia sering kali dihadapkan pada godaan sifat buruk yang berakar dari kelemahan batin, seperti meri (iri hati), pambegan (sombong), getun (kecewa pada keadaan yang terjadi), dan sumelang (kekhawatiran terhadap hal yang belum terjadi). Sifat-sifat ini adalah hambatan utama dalam mencapai ketenangan batin dan menjadi pemimpin yang bijaksana, karena mereka melukai hati dan mengarahkan manusia pada kesengsaraan batin. 

Ketika seseorang terjebak dalam iri hati, ia sulit bersyukur atas apa yang dimilikinya dan cenderung ingin merebut hak orang lain. Sombong menyebabkan manusia mengabaikan nilai-nilai moral demi memuaskan egonya, sementara kekecewaan dan kekhawatiran menciptakan rasa gelisah yang terus-menerus, mengganggu pikiran dan tindakan.

Akibat dari sifat buruk ini adalah munculnya raos tatu (rasa luka) dalam diri, yang merujuk pada ketidakpuasan, ketidakbahagiaan, atau bahkan penderitaan. Jika tidak dikelola, sifat-sifat ini dapat membawa ciloko peduwung (celaka yang berkelanjutan), di mana manusia terus-menerus berada dalam lingkaran konflik batin, membuat keputusan yang buruk, dan merusak relasi sosial. Untuk mengatasi hal ini, manusia perlu mengembangkan sikap tabah, yang merupakan nilai kebajikan serupa dengan Stoicisme, di mana seseorang menerima kenyataan tanpa keluhan, mengendalikan keinginan berlebihan, dan tidak terjebak dalam ketakutan akan masa depan atau kekecewaan atas masa lalu.

Ki Ageng Suryomentaram melalui ajarannya tentang 6 SA menawarkan panduan praktis untuk mencegah sifat buruk tersebut dan mengelola diri menuju transformasi yang lebih baik, terutama dalam konteks kepemimpinan dan pencegahan korupsi:

  1. Sa-butuhne (sebutuhnya): Prinsip ini membantu manusia untuk hanya mengejar apa yang benar-benar dibutuhkan, sehingga mencegah munculnya sifat meri (iri hati) karena manusia tidak akan terobsesi pada kepemilikan atau kelebihan orang lain.
  2. Sa-perlune (seperlunya): Dengan prinsip ini, manusia diajarkan untuk bersikap wajar dan tidak melampaui batas dalam mengejar sesuatu. Ini dapat mencegah pambegan (sombong) karena manusia memahami bahwa tindakan atau status berlebihan tidak memiliki makna hakiki.
  3. Sa-cukupe (secukupnya): Prinsip ini mengajarkan rasa cukup dan syukur, sehingga manusia tidak mudah merasa getun (kecewa) pada keadaan yang tidak sesuai harapannya. Dengan rasa cukup, seseorang dapat menerima kenyataan hidup tanpa terlalu terikat pada hasil.
  4. Sa-benere (sebenarnya): Prinsip ini membantu manusia untuk selalu bertindak sesuai kebenaran, bukan dengan motif iri hati atau kesombongan. Ketika manusia memahami hakikat kebenaran, ia mampu menilai situasi tanpa kemelekatan yang merusak.
  5. Sa-mesthine (semestinya): Prinsip ini mengajarkan penerimaan terhadap apa yang sudah semestinya terjadi. Ini relevan dalam mengatasi sumelang (kekhawatiran) karena manusia memahami bahwa banyak hal di luar kendalinya dan hanya perlu dilakukan yang terbaik sesuai kapasitas.
  6. Sak-penake (seenaknya): Dengan prinsip ini, manusia diajarkan untuk menjalani hidup dengan sederhana dan nyaman tanpa menambah beban yang tidak perlu, sehingga batin tetap tenang, bebas dari kekhawatiran atau penyesalan yang berlebihan.

Ajaran "Meruhi Gagasane Dewe" dalam kebatinan Ki Ageng Suryomentaram menekankan pentingnya memahami pikiran dan perasaan sendiri dengan jernih. Melalui kesadaran ini, manusia mampu memisahkan keinginannya dari realitas, tanpa terjebak dalam kemelekatan pada jabatan, status, atau pencapaian duniawi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun