Takerharjo adalah sebuah desa di Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Sebelumnya, Desa Takerharjo merupakan bagian dari wilayah kecamatan Paciran. sejak tanggal 12 Mei 1992 Desa Takerharjo menjadi bagian baru di kabupaten lamongan, yaitu solokuro. oleh masyarakat sekitar, Desa Takerharjo biasa disebut Takeran. nama Takerharjo berasal dari kata Takeran dan Rejo (Bahasa Jawa) yang berarti alat penakar dan ramai. dahulu kalah daerah di sekitar SD impress (sekolah dasar yang ada di Desa Takerharjo) sekarang, biasanya orang-orang biasanya melakukan jual beli beras yang ukurannya ditentukan dengan takeran. banyak yang berdatangan ke daerah tersebut. untyuk menjual maupun membeli beras. sejak itulah kemudian desa tersebut dinamai Desa Takerharjo.
setelah masuknya agama Islam di Desa Takerharjo, dan meskipun secara umum sudah mengenal agama Islam, tetapi dalam keyakinan dan perbuatan masyarakaat masih terpengaruh kepercayaan-kepercayaan, seperti Animisme dan Dinamisme. tidak heran jika sebagian besar masyarakat Takerharjo saat itu masih menaruh kepercayaan kuat pada perdukunan. mereka juga kerap memberikan sesajen dan membakar kemenyan di beberapa tempat yang diyakini sebagai tempat keramat, seperti : Sendang, Beji, Slukup, Makam Merti, Makam Panji, dan lain-lain.
bahkan mereka juga rajin mengadakan upacara ritual yang disebut dengan Dekahan (Sedekah Bumi). upaya dekahan tersebut digelar rutin setiap saru tahun sekali. dalam upacara tersebut, masyarakat Takerharjo biasanya menggelar hiburan tradisional berupa gong-gongan atau tayuban sepanjang siang dan malam, dan dilakukan dalam beberapa hari. dan pada acara tersebut para masyarakat desa setempat dan beberapa pengunjung mengadakan pesta judi dan minuman keras.
pada hari yang ditentukan, para warga setempat melakukan ngarak ancak, ayaitu upacara membawa makanan diatas ancak (Benda mirip meja yang di hias warna-warni) ke lokasi Sendang Beji. Ancak warga Takerharjo dibagi menjadi dua; warga bagian selatan dikawal oleh Gerudo jantan (ancak besar yang dihias dan dibentuk persis burung garuda), sedang warga bagian utara dikawal oleh garuda betina.
pada pukul 13.00 WIB, diadakan acara tudun lemah. dalam acar itu, para ibu yang mempunyai anak yang masih belum bisa berjalan, dijemput oleh jaran kepang dan gentontokan. maka satu persatu bayi dari ibu-ibu masyarakat desa takerharjo dibawa ke Sendang Beji, untuk dinaikkan keatas tangga yang terdiri dari batang tebu. Ritual itu dimaksudkan agar bayi-bayi itublekas bisa berjalan. hewan yang disembelih untuk acar makan bersama adalah kerbau betina, dengan harapan agar sumber air di Sendang Beji semakin melimpah ruah.
memasuki awal 1950-an, lewat rembug desa, orang-orang Islam yang taat beribadah mengusulkan agar ritual dekahan dan segala tetek bengeknya itu digantikan dengan acara Ngaji Bersama. namun, tidak mudah menghentikan upaya ritual tersebut. perdebatan sengit terjadi antara bapak Muhammad Dahlan dan Bapak Markam, salah seorang pendukung upacara ritual Dekahan. keputusan finalnya pada saat itu adalah dekahan tidak dihapuskan, tetapi diselenggarakan dua acara, yaitu dekahan sebagaimana biasanya dan Ngaji Bersama. tahun demi tahun berganti, dan keadaan pun akhirnya berubah. tepat pada tahun 1965, setelah meletusnya peristiwa G30S/PKI, jupacara ritual dekahan di takerharjo berhenti total.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI