Mohon tunggu...
NUR LAILA FITRIANA 2106016126
NUR LAILA FITRIANA 2106016126 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik UIN Walisongo

People have suffered more often in imagination, that in reality

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Popularitas Calon Presiden di Media Sosial Sebagai Kampanye Politik

8 Mei 2024   06:02 Diperbarui: 8 Mei 2024   07:11 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kemajuan teknologi komunikasi membuat ekosistem digital kian banyak diakses masyarakat. Banyak aktivitas masyarakat digunakan dengan produk- produk teknologi digital, termasuk media sosial.Tidak heran jika  media sosial (medsos) sebagai sarana memperkenalkan sosok-sosok politik. Hal ini juga sebagai salah satu strategi untuk mengangkat popularitas sosok politik melalui iklan-iklan di medsos. Setidaknya ada 4 medsos yang menjadi rujukan utama belanja politik tersebut, yakni Instagram, Facebook, Twitter dan Tiktok.

Data dari Digital 2023 Indonesia yang disusun We Are Social menunjukkan, pengguna Instagram mencapai 184,2 juta orang, Facebook 178,5 juta orang, dan Tiktok 150,8 juta orang. Dari ketiga platform ini, Instagram dan Facebook dimiliki perusahaan Meta Platforms.

Sejak Agustus 2020 hingga 24 Oktober 2023, nilai iklan politik yang tercatat mencapai Rp 70,95 miliar dengan jumlah iklan yang tayang sebanyak 272.010. Iklan tersebut dari sekitar 19.000 akun atau identitas pengiklan. Melalui penyortiran yang dikelompokkan berdasarkan tiga nama bakal capres beserta akun-akun yang terafiliasi dengan tiap capres.

Salah satu tujuan beriklan pada media sosial adalah untuk menjangkau seluas mungkin warganet di berbagai platform media sosial. Apalagi sebagai seorang aktor politik, media sosial menjadi salah satu media yang paling mudah untuk dikenal oleh semua warga masyarakat. Salah satu indikator keberhasilan dari sosialisasi itu adalah seberapa tinggi interaksi (engagement) yang terjadi. Tingkat interaksi pada medsos dapat dimaknai sebagai keterlibatan atau interaksi audiens terhadap sebuah konten. Semakin besar upaya promosi suatu konten, akan lebih luas jangkauannya dan dapat meningkatkan interaksi.

Dari pemantauan yang dilakukan oleh Litbang Kompas melalui Dataxet Sonar pada kurun periode 1-30 Oktober 2023 atau dalam rentang waktu satu bulan. Dalam periode tersebut, akun Instagram Prabowo Subianto membukukan 19,26 juta interaksi, sementara itu akun Facebooknya mencatatkan 1,76 juta interaksi.

Selanjutnya akun pribadi Instagram Ganjar Pranowo menerima 26,1 juta interaksi, dan terdapat 865.000 interaksi di akun Facebooknya. Kemudian akun medsos Instagram Anies Baswedan memperoleh 4,39 juta interaksi dan akun Facebook-nya 547.000 interaksi.


Dari data tersebut, dapat terlihat bahwa akun medsos Ganjar yang paling laris. Hal ini terlihat pada momen-momen krusial saat kandidat mendaftarkan diri ke KPU. Hal tersebut sudah dapat diprediksi sejak Ganjar masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah yang dikenal sebagai salah satu gubernur yang paling aktif di media sosial, tidak heran jika Ganjar Pranowo yang paling banyak interaksi dari netizen indonesia diantara ketiga calon presiden.

Jika kita melihat data interaksi tersebut, apakah nantinya saat masyarakat memeberikan suaranya akan sama presentasenya dengan interaksi di media sosial. Jika sama maka dapat dipastikan bahwa ganjar lah yang akan memenangkan PEMILU. Tapi pada nyatanya presentase di dalam media sosial beleum dapat memberikan kepastian pada PEMILU, karena terkadang banyak di dalam media sosial terdapat fake account dan buzzer-buzzer politik yang membuat kita tidak bisa memastikan berapa jumlah follower dari tiap-tiap calon presiden tersebut. 

Tapi karena adanya framing dari tiap-tiap platfom media sosial menjadikan semua paslon mempunyai image di mata publik. Image yang di bangun mengunakan narasi-narasi tersebut yang pada akhirnya dilhat oleh publik, sebagai acuan dalam berpandangan dalam menilai tiap-tiap paslon. Tapi apakah image yang tercermin dalam media sosial juga bisa diterapkan dalam dunia nyata yang terkadang kontras dengan dunia maya, dalam dunia nyata orang yang mempunyai kesan arogan, pemarah, tempramen diframingkan dengan apik di dalam media sosialnya dengn gemoy dan manipulatif yang dibuat dalam media sisial. Karena tujuan mereka tentu ingin membuat kesan dan image yang baik untuk follower (masyarakat).

Namun pada akhirnya, kontestasi pilpres tidak hanya melulu berkutat di belanja iklan medsos. Paparan awal melalui iklan di medsos ini harus diimbangi dengan interaksi sosial langsung ke masyarakat. Meski demikian, tidak dipungkiri, melalui perkembangan teknologi media sosial, para calon presiden dapat menjangkau potensi suara yang begitu luas. Di sisi lain, para kontestan dapat menyampaikan gagasan, bahkan janji-janji politiknya, secara lebih interaktif dengan para konstituennya. Harapannya, ruang-ruang politik di medsos ini tetap dipenuhi konten yang edukatif dan tidak mencederai persatuan bangsa.

Hal ini tidak bisa sepenuhnya bergantung pada popularitas di media sosial saja. Bagaimana dengan masyarakat yang tidak mengenal apa itu media sosial seperti orang-orang tua di desa misalnya, atau masyarakat di pelosok Indonesia yang kekurangan pengetahuan tentang teknologi informasi dan susah untuk mendapatkan informasi dari berbagai media karena kurangnya infrastruktur daerah seperti tower sinyal internet ataupun yang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun