Mohon tunggu...
Nurkholis Ghufron
Nurkholis Ghufron Mohon Tunggu... wiraswasta -

Alumni MI Darussalam Padar, Mts Darussalam Ngoro, Darussalam Gontor 94, berwirausaha, Suka IT...To declare does'nt mean to be Proud of. It rather than to be thankful to teachers and carefully behaviour...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tahun Hijriah di Indonesia: Kalender yang Dimarjinalkan?

13 Oktober 2015   11:38 Diperbarui: 13 Oktober 2015   12:36 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jombang,

30/ذو الحجة/1436

 

 

"Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji." (QS. Al-Baqarah: 189)

Kalender Masehi pada mulanya diperuntukkan untuk mengetahui hari hari besar Kristen di seluruh dunia dengan demikian akan memudahkan penyeragaman dalam memperingatinya. Begitu pula kalender hijriah, urgensinya untuk mengetahui kapan puasa Ramadhan di awali dan kapan Hari Raya Idul fitri jatuh sehingga puasa Ramadhan berakhir, Kapan Idul Adha 10 Dzul Hijjah jatuh sehingga proses wukuf di Arafah yang jatuh sehari sebelumnya dapat diketahui dengan pasti dengan perantaraan penguasa sebagai pemegang legitimasi publik.

Tapi untuk Hijriah, tanpa mengesampingkan perannya di dalam syariat, kalender ini sedari awal dipopulerkan oleh Umar bin Khotob untuk menjawab tata tertib administrasi kenegaraan yang membutuhkan tanggal sebagai bentuk autentifikasi sebuah surat dari Khalifah terhadap bawahannyanya. Hal ini dapat dengan mudah difahami , jika surat yang sampai kepada bawahannya plus waktu tempuh perjalanan darat berkuda ke daerah di mana bawahannya bertugas maka dapat diambil kesimpulan sah tidaknya surat. Atau surat itu telah melewati beberapa hari yang disepakati dari perintah itu dikeluarkan maka dapat difahami ada “kriminalisasi” surat ketika dalam perjalanan sehingga sang koresponden dapat mengajukan penjelasan terhadap penguasa yang memberikan perintah.

Lebih jauh dari itu, Hijriah mempunyai  korelasi yang cukup kuat dengan fase perubahan bulan karna basis  hitungan bulan dari bulan sabit ke bulan purnama penuh kemudian ke bulan sabit akhir atau dalam bahasa Alquran ; penanggalan Hijriah berbasis Ahillah. Kata Ahillah bentuk plural dari hilal adalah fase bulan sabit di mana awal bulan di mulai dengan demikian kita dapat fahami secara simple makna ahillah yang plural itu adalah awal awal bulan dari setahun yang berjumlah 12 bulan. Dalam Alquran, kata ini tidak mengalami pengulangan sama sekali alias sekali saja. Sedang untuk bulan sabit akhir bulan , Al quran memberikan definisi dalam surat Yaasin :” Al Urjuunil Qodim” atau tandan kelapa yang kering.

Ketika Islam berjaya berpuluh puluh abad dari Khalifah yang empat sampai dengan Turki Ustmany di awal abad 19, kalender Hijriah memegang peranan penting  dalam percaturan politik di dunia Islam dengan dunia luar. Konfidensi atau kepercayaan diri yang tinggi dari para pemimpin Islam pada waktu itu adalah tongkat kuat yang menuntun mereka dalam menduniakan kalender Hijriah didasari semangat Islamisasi dalam segala aspek kehidupan pada waktu itu dapat mengalahkan dominasi hegemoni kekaisaran yang lebih besar sekalipun. Hijrahisasi kalender di dunia ini berjalan dengan sangat massiv sampai jatuhnya Turki Ustmani  di awal abad 19 yang berdampak dalam melemahnya ‘bargaining dunia Islam” bahkan terhadap daerah daerah yang dikuasainya di dunia eropa. Pelemahan ini memberikan celah bagi kalender Masehi untuk menggeser kalender Hijriah seiring dengan menguatnya kekuatan dunia barat (baca Kristen) dengan berlindung di balik baju sekular di dunia dengan populasi Muslim mayoritas.

Jadi sesungguhnya, 'hegemoni' penanggalan Masehi masih suatu hal yang baru meskipun usaha untuk menancapkannya di dunia dunia Muslim sudah dimulai dari abad Renaissance dengan God Gospel dan Glori-nya. Menurut hemat penulis, aplikasi penanggalan Masehi belum secemerlang Hijriah dan sefenomenal Hijriah ketika peradaban Islam dan Muslim mengendalikan dunia . Karna itu belumlah terlambat untuk berkompetisi kembali dengan kalender Masehi di dunia dengan kontellasi pemikiran dan politik dunia modern asalkan kita memulihkan kembali konfidensi kita dalam percaturan politik modern sekarang ini tentu dengan semangat yang baru bukan untuk mendominasi fihak lain tapi untuk peradaban dunia yang penuh dengan kasih sayang.

Ongkos awal jika kita ingin menguatkan peran Hijriah di institusi kenegaraan seperti Masehi, maka seyognya kita menguatkan perannya dalam “dunia kita“ sehari hari alias untuk hal kecil kecilan kita tak canggung mencantumkannya di salah satu sudut catatan harian kita tanpa mencaci pihak yang memakai penanggalan Masehi. Dalam Islam yang sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, penanggalan berbasis matahari dan bulan tidak pernah didiskriminasikan dalam aplikasinya. Sistem kalender satu menyempurnakan sistem lainnya..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun