Mohon tunggu...
Nurkhasanah
Nurkhasanah Mohon Tunggu... Guru - Ketua Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI)
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mewakili Suara Milenial Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Program Petani Milenial: Saatnya Pemeo Petani Berdasi Tidak Sekadar Obsesi

8 Oktober 2021   17:53 Diperbarui: 8 Oktober 2021   17:56 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: tempo.co

Disclaimer: tulisan ini benar-benar tulisan asli/original saya dan tidak melakukan plagiasi. Saya bertanggungjawab  secara hukum jika kemudian hari tejadi masalah. 


Oleh  : Nurkhasanah--Ketua Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI)

JAKARTA---Awal pekan ini Presiden Joko Widodo kembali menegaskan komitmennya yang kokoh untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat, memberdayakan para petani dan meningkatkan derajat sektor pertanian. Tiga persoalan pokok tersebut dilakukan melalui satu saja kegiatan, yakni meninjau langsung program Petani Milenial yang menjadi program Kementerian Pertanian RI bersama Papua Muda Inspiratif. Sebagaimana telah menjadi common sense di masyarakat, Jokowi memang sangat peduli dan memberikan perhatian besar kepada program Petani Milenial, sebuah program Kementan yang mengupayakan menguatkan kembali keberadaan Indonesia sebagai negara agraris melalui cara-cara modern, berbasis teknologi, inovasi dan kewirausahaan, melalui pelibatan potensi kaum muda.

Tingginya komitmen dan kepedulian Jokowi kepada program Petani Milenial di Tanah Papua memang bisa dimaklumi. Bagaimana pun, ketika program tersebut dijalankan di Tanah Papua, otomatis ia memiliki dua sisi tajam keunggulan.

Pertama, program itu menggerakkan kalangan muda dan milenial yang merupakan demografis penduduk Papua dan Papua Barat paling banyak, di sektor yang sangat penting karena sesuai dengan kultur dan budaya orang asli Papua, yakni pertanian,. Kedua, ia menggerakkan potensi besar anak-anak muda Papua yang tertarik terjun di sektor tersebut untuk menjadi petani yang maju, modern, entrepreneurial, bahkan terbuka untuk menjadi eksportir, memperkuat ekonomi Indonesia dari topangan anak muda.

Sebagaimana diketahui, tujuan jangka panjang program Petani Milenial tidak hanya meningkatkan volume pangan di Indonesia, khususnya Papua dan Papua Barat, tetapi lebih jauh lagi berupaya meningkatkan kesejahteraan taraf hidup petani saat ini dan generasi nanti dengan menjadikan mereka eksportir bahan pangan ke seluruh dunia.


Tepatlah bila Staf Khusus Presiden RI, Billy Mambrasar---warga Papua--jauh-jauh hari mendukung secara penuh dan bulat program Petani Milenial tersebut, dan membawanya ke tanah Papua. Tidak tanggung-tanggung, belum sampai 6 bulan program tersebut di luncurkan di 2 Provinsi, yakni Papua dan Papua Barat, dan di  Kabupaten dan Kota, telah bergabung lebih dari 800 anak muda asli Papua dalam program ini.

Papua juga menjadi lahan paling tepat untuk program tersebut. Di sana, yakni di Papua dan Papua Barat, pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja paling banyak. Tercatat lebih dari 60 persen anak muda Papua terjun dan bergelut di sektor ini. Belajar dan mengadopsi pengalaman negara-negara lain, misalnya Selandia Baru atau Kerajaan Belanda yang terbukti mengalami kemajuan ekonomi dengan didorong sektor pertanian berbasis teknologi modern dan anak muda, Papua pun memiliki potensi besar untuk mendorong perekonomian Indonesia dan menjadikan negara kita maju dalam sektor tersebut.

Yang paling menggembirakan, dalam kesempatan tersebut Presiden juga berpidato meminta agar bisa tercapai 2.000 Petani Milenial dari Papua dan Papua Barat. Untuk itu Presiden meminta keseriusan pihak Kementan untuk melakukan bimbingan, menggelar berbagai pelatihan, menguatkan permodalan, memberikan bantuan dan pengetahuan teknologi yang pada akhirnya mampu meraih tujuan untuk membuat para petani muda tersebut menjadi ekportir berkelas dunia.

Tujuan tersebut memang berat, namun bukan tanpa peluang besar yang menjanjikan. Dari sisi kuantitas, dalam kurang dari setahun program tersebut berjalan, hanya dari dua provinsi tersebut telah bergabung 800 orang petani muda. Dengan berjalannya program serta kian banyaknya bukti positif program tersebut, akan sangat mungkin target 2.000 petani muda dari kedua provinsi tersebut akan dapat dicapai kurang dari waktu yang ditetapkan.  

Apa yang menjadi tujuan Presiden memang sangat rasional dan berdasar argument kuat. Sektor pertanian justru terbilang sektor yang paling kuat di masa saat ini.  Selain itu, sector pertanian pun sudah membuktikan diri sebagai penyelamat pada krisis moneter 1998 maupun krisis akibat pandemi covid-19 saat ini.

Dengan mencatatkan angka pertumbuhan 0,93 persen, tak pelak sektor pertanian merupakan satu-satunya bidang yang mencatatkan pertumbuhan positif di saat semua sector mati suri atau bahkan mencatatkan pertumbuhan negatif.

Hal yang yang sama terjadi pula manakala krisis pandemi menghantam negara kita. Sektor pertanian masih mampu bertumbuh sebesar 1,75 persen pada 2020, dan 2,95 persen selama kuartal pertama 2021. Di saat yang sama, kita tahu sebagian besar sektor lainnya mengalami kemunduran, bahkan pada beberapa sector bisa dikatakan terpuruk.  

Hal lain, sector pertanian juga terbukti menjadi juru selamat dengan menampung tenaga kerja dari sektor non-pertanian yang kehilangan pekerjaan akibat krisis. Bisa dikatakan, umumnya tingkat pertumbuhan tenaga kerja di sektor pertanian cenderung menurun sekitar lima persen per tahun. Tetapi pada 1998 dan 2020---tahun-tahun terjadinya krisis, yakni krismon dan krisis pandemi COvid-19-- terjadi anomalitas berupa penambahan proporsi tenaga di sector pertanian, yakni 4,5 persen pada 1998 dan 7,5 persen pada 2020.

Hal lain yang menarik, yang pada gilirannya diharapkan bisa secara alamiah mendorong masuk lebih derasnya tenaga kerja muda ke sector pertanian, adalah adanya fenomena berikut. Berlawanan dengan teori 'kuno' Arthur Lewis yang mulai dikemukakan pada 1954, terjadi peningkatan pendapatan di sector pertanian. Bila teori Lewis mengatakan bahwa pembangunan sektor pertanian dapat tercapai dengan adanya perpindahan tenaga kerja pertanian ke sektor non-pertanian karena produktivitas marjinal sektor non-pertanian lebih tinggi. 

Dengan produktivitas marjinal yang lebih tinggi, berarti petani yang berpindah ke sektor non-pertanian akan memperoleh upah lebih tinggi. Sederhananya, pendapatan tenaga kerja di sektor pertanian rata-rata lebih rendah dibanding upah tenaga kerja di sektor non-pertanian. Teori tersebut selama beberapa lama berjalan sebagaimana digariskan di atas meja.

Tetapi belakangan, perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian tidak selalu diikuti dengan peningkatan pendapatan. Analisis makro, dengan memakai perbandingan proporsi PDRB dan proporsi tenaga kerja antarsektor non-pertanian dan sektor pertanian di 10 kabupaten/kota dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi, seperti Kota Bandung, Kota Gorontalo, Kota Denpasar, Kota Sukabumi, Kota Malang, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bantul, Kabupaten Badung, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Kudus, menunjukkan adanya beragam kecenderungan.

Data tahun 2007 sampai 2015 menegaskan, di seluruh kabupaten/kota itu terjadi peningkatan proporsi tenaga kerja di sektor non-pertanian.  Namun berlainan dengan kabupaten/kota lain, sektor non-pertanian di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung terutama sektor pariwisata, mengalami peningkatan tenaga kerja yang sangat tinggi dibanding peningkatan produktivitasnya. Hal ini mengindikasikan adanya kecenderungan pendapatan rata-rata tenaga kerja di sektor non-pertanian yang semakin menurun, akibat pertumbuhan produktivitas yang jauh lebih rendah dibanding penambahan tenaga kerja.

Penulis bisa menyatakan, Program Petani Milenial yang digerakkan pemerintah juga akan mengubah proporsi ketenagakerjaan di sector pertanian yang saat ini jomplang. Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian menyatakan, pada 2020 proporsi tenaga kerja di sektor pertanian yang berlatar belakang pendidikan dasar tercatat 83 persen, pendidikan menengah sebesar 15 persen, dan pendidikan tinggi yang amat kecil, yakni hanya dua persen. Sementara di sisi usia, terjadi pula penuaan tenaga kerja di sektor pertanian.  

Dengan mulai dikenalkannya secara massif Program Petani Milenial, yang di masa yang tak terlalu lama ke muka akan mulai menunjukkan kemampuannya mengangkat ekonomi tak hanya pelakunya, melainkan pula ekonomi nasional, diharapkan perubahan proporsi pendidikan dan usia di sector pertanian ini akan terjadi secara massif namun alamiah.

Pada saatnya---in the immediate future---kita akan menegaskan bahwa menjadi petani itu keren. Karena petani, pada saatnya tak mengarahkan citra kepada buruh mencangkul, tetapi kepada seorang pebisnis agrobisnis dan eksportir bahan pangan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun