Mohon tunggu...
Nurjaman Gunadi P
Nurjaman Gunadi P Mohon Tunggu... pegawai negeri -

saya nurjaman gunadi putra, alumni sosial ekonomi pertanian/agribisnis universitas padjadjaran yang mengabdi di badan pengkajian dan penerapan teknologi (BPPT), masih merasa menjadi orang awam dalam berbagai hal dan sedang mencoba belajar banyak perihal sosiologi pedesaan serta pembangunan pertanian di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan, Investasi Jangka Panjang yang Sebenarnya

8 April 2012   02:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:54 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

- "Aki maneh mah beda ti nu lain, dulur-dulur aki maneh mah mere ka budakna duit keur meuli tanah, emas atawa barang nu lainna. Tapi aki maneh mah kalahkah nitah budakna sarakola, lain meulikeun tanah jeung sajabana" yang jika di bahasa Indonesia kan menjadi,"Kakekmu itu berbeda dengan orang tua yang lain, ketika sodara-sodara kakekmu memberikan anak-anaknya tanah, emas ata barang berharga lain. Tapi kakekmu malah menyuruh anak-anaknya sekolah setinggi mungkin, bukannya membelikan tanah atau yang lainnya" (Ibu saya)

- "Da saur apa basa eta oge, ieu bumi teh tong diical, kumargi apa hoyong ieu bumi teh di angge ku incu-incuna pas engke karuliah" yang juga jika di bahasa Indonesia kan menjadi "Kata bapak dulu juga, rumah ini jangan dijual, karena bapak ingin ini rumah di pakai sama cucu-cucu ketika nanti mereka kuliah" (Nenek saya)

Dua penggelan kalimat diatas membuat fikiran saya langsung tertuju kepada satu sosok yang saya kenal ketika saya masih anak ingusan, beliau adalah alm. R.K Tisna yang notabenenya adalah kakek dari ibu saya.
Ketika keluarga-keluarga lain lebih mementingkan invest yang mereka anggap jangka panjang seperti tanah, emas atau yang lainnya. Kakek saya memiliki pemikiran yang lain, beliau lebih ingin membelanjakan uang tersebut menjadi barang yang nyata, beliau malah mendidik anak-anaknya untuk terus sekolah setinggi mungkin (anak-anak kakek saya yang paling rendah pendidikannya adalah setara D1) untuk anak kelahiran termuda tahun 70-an hal tersebut bisa dianggap berpendidikan tinggi, bahkan jika dibandingkan dengan keadaan tingkat pendidikan di desa-desa saat ini yang mayoritas masih banyak yang berpendidikan tingkat SD atau SMP.
Ternyata, dapat saya simpulkan bahwa kakek saya ingin berinvestasi dalam bentuk orang nyata bukan barang nyata, kakek saya tahu bahwa mendidik anak bukanlah dengan kemewahan barang yang dimiliki keluarga, namun dengan kerendahan hati seorang anak yang telah mengenyam pendidikan tinggi, dengan sekolah, mental dan moral anak dapat lebih matang.
Terlepas dari baik buruknya pelayanan pendidikan yang diterima anaknya, kakek saya yakin bahwa dengan sekolah dapat menjadikan anak-anaknya menjadi manusia yang berilmu.
Hal tersebut sangat menjadi cerminan dan motivasi bagi saya untuk sekolah setinggi mungkin dengan kondisi saat ini pendidikan tinggi adalah kebutuhan bukan keinginan lagi.
Berlanjut entah kapan, semoga saja secepatnya


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun