Setiap pagi dimulai dengan suara panci yang berdenting di dapur bukan suara notifikasi dari jurnal Scopus. Sebelum membaca teori-teori dari para pakar dunia saya harus memastikan tiga bekal anak sudah masuk ke dalam tas mereka. Belum lagi menyeduh teh hangat untuk suami tercinta yang juga harus berangkat kerja. Ini bukan pagi seorang mahasiswi biasa, ini pagi seorang ibu, dosen, istri, dan mahasiswa S3.
Saya sedang menempuh pendidikan Doktoral. Ya di tengah peran ganda yang saya emban setiap hari menjadi ibu dari tiga anak yang masih sekolah, menjadi istri yang tetap ingin hadir untuk keluarga, dan juga seorang dosen aktif yang saat ini menjalani studi lanjutan dengan izin belajar dari kampus tempat saya mengajar.
Bukan Sekadar Gelar Tapi Jalan Perjuangan
Banyak yang bilang kuliah S3 itu sulit. Tapi mereka mungkin belum melihat bagaimana sulitnya membuka laptop pukul 10 malam setelah anak-anak tidur untuk membaca artikel jurnal Scopus yang beratnya bisa menyaingi kantuk yang menyerang. Mereka mungkin belum tahu bagaimana rasanya harus menyusun proposal disertasi sambil menyiapkan ujian tengah semester mahasiswa yang saya ampu.
Namun dari semua ini saya belajar satu hal penting bahwa perjalanan ini bukan tentang gelarnya tapi tentang makna dan dedikasinya.
Belajar Menyeimbangkan Bukan Menyempurnakan
Saya tidak selalu bisa hadir 100% di semua peran dalam satu waktu. Kadang saya telat menjemput anak karena kelas pascasarjana molor. Kadang juga harus menitipkan anak-anak ke pengasuh di Daycare karena ada seminar akademik yang harus saya ikuti. Rasa bersalah itu ada tapi saya belajar menerima. Karena yang saya kejar bukan kesempurnaan tapi keberkahan dari setiap langkah perjuangan ini.
Ada hari-hari ketika saya ingin menyerah. Ketika otak terasa penuh dan tubuh terasa lelah. Tapi dalam doa yang saya bisikkan setiap malam saya titipkan harapan: "Semoga lelah ini menjadi berkah." Saya percaya, setiap tetes peluh, setiap literatur yang saya baca di tengah malam, setiap sesi diskusi dengan promotor semuanya akan kembali menjadi manfaat untuk mahasiswa, untuk keluarga, dan untuk negeri ini.
Untuk Perempuan yang Sedang Berjuang
Saya menulis ini bukan untuk membanggakan diri. Saya menulis ini untuk menyapa setiap ibu, setiap dosen perempuan, setiap pejuang pendidikan yang sedang menjalani hal serupa. Mungkin jalan kita berbeda tapi semangat kita sama yakni ingin terus belajar tanpa meninggalkan peran sebagai perempuan seutuhnya.