Mohon tunggu...
Nuri Handayani
Nuri Handayani Mohon Tunggu... Guru - Alon-alon asal kelakon

Just do it

Selanjutnya

Tutup

Diary

Banjir Menyisakan Duka atau Bahagia

17 Februari 2021   16:38 Diperbarui: 17 Februari 2021   17:05 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: NURI HANDAYANI

Pada hari Senin, 16 Pebruari 2021, hujan mengguyur kota ku sejak semalam. Air tergenang di depan rumah, setiap hujan datang secara intens. Karena setiap hujan seperti itu, aku merasa sudah biasa. Yang penting bagiku air tidak masuk ke dalam rumah. Itu saja diriku merasa tenang. 

Tapi hari ini hujan terus turun dengan lebat. Sesekali suamiku menengok ke jendela melihat situasi di luar rumah. Masih aman. Air Cuma menggenang di depan pagar seperti biasa. Pukul 10an aku mulai menyibukkan diri menyiapkan makan siang.  Kukira hujan masih bersahabat tak nampak akan meluap.

Aku masih sibuk di dapur membuat tahu goreng dan udang goreng. Ditemani lalap labu muda, terong ungu dan sambal. Ehmm... endol banget pokoknya. Apalagi kalau ditambah ikan asin lebih mantap.

Hujan di luar bertambah deras, suamiku melongok ke luar pagar. Tampak air mulai permisi naik ke teras rumah. Ia pun mulai bersiaga mengatur strategi supaya air tak masuk ke dalam. 

Di tutupnya pintu depan ruang tamu dan diberi gombal (kain bekas baju-baju bekas) di bawah pintunya untuk menahan air. Kemudian ia keluar masuk lewat jendela mencoba membuat pertahanan dari luar dengan menutup kolong pintu dengan apa saja yang ada ditemukan. Ketiga anakkupun ikut membantu dengan menyerok air untuk dibuang keluar jendela. Mereka mengumpulkan beberapa ember untuk menampung air.

Aku tinggalkan dapur dan mulai membantu mereka. Yang kulakukan pertama adalah menyelamatkan surat-surat berharga, buku sekolah anak-anak, Al-Qur'an, raport anak, buku bacaan, laptop, timbangan digital. Semua yang ada di bawah lantai juga kuamankan seperti karpet. Semua aku taruh di tempat yang lebih tinggi.

Tetapi hujan semakin deras.  Air terus naik dan akhirnya ... Pertahanan yang kami buat pun jebol sudah. Air masuk ke dalam ruang tamu, terus ke kamar tidur depan dan belakang. Terus bertambah sampai mata kaki. Airpun mulai masuk melalui kamar mandi. Pergerakan air perlahan tapi pasti. Air kamar mandi sudah mulai naik sebatas pembatas pintu kamar mandi hampir meluap ke ruang dapur. Rencananya aku akan mengungsikan kulkas yang ada di sebelah kamar mandi jika air benar-benar masuk ke ruang dapur. Kebetulan kulkas letaknya agak lebih tinggi dari kamar mandi dan dapur. Gas pun siap juga untuk dieksekusi.

Belum ada satu jam hujan deras, bagaimana kalau berjam-jam? Pikirku dalam hati. Mungkin sudah sampai pinggang. Kali ini kami semua pasrah. Manusia hanya bisa berusaha, mungkin Allah berkehendak lain. Yang bisa kami lakukan hanya menyelamatkan barang-barang yang dianggap penting saja. Tujuannya agar tidak basah dan rusak karena terkena air.

Menjelang Zuhur air dari kamar mandi terlihat mulai surut. Ruang tamu masih penuh air. Hujan pun mulai reda dan tinggal gerimis saja. Air di luar pagar masih setinggi paha orang dewasa. Kebetulan tempat aku tinggal daerahnya rendah, jadi ketika yang lain surut tempat kami masih tergenang air cukup lama. Faktor drainase yang belum baik juga mempengaruhi nya.

Alhamdulillah azan Zuhur berkumandang. Awan hitam mulai terang. Banjir tadi menyisakan sampah dan tanah hitam yang terbawa air hujan. Rumah kayak kapal pecah. Bergelimpangan barang disana-sini. Sambil membereskan rumah, terdengar suara tawa anak-anak di depan rumah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun