Mohon tunggu...
Nur Hidayah
Nur Hidayah Mohon Tunggu... Relawan - Seorang Pembelajar

choiworldblog.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Arah Kebijakan Pendidikan Sekuler Makin Merusak Generasi

11 November 2019   18:16 Diperbarui: 11 November 2019   18:25 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu, dunia maya sempat dihebohkan dengan beredarnya kabar penikaman yang dilakukan seorang murid terhadap gurunya yang terjadi di SMK Ichthus Manado. Sang murid yang berinisial FL (16) tidak terima ketika ditegur oleh guru agamanya, Alexander (54), karena merokok di lingkungan sekolah.

Setelah disuruh pulang ke rumah oleh salah satu guru yang lain, FL justru kembali lagi ke sekolah dengan membawa pisau dapur. Penikaman pun tak dapat dihindarkan. Walaupun sempat berusaha melarikan diri, Alexander pada akhirnya meninggal dengan kondisi mendapat 7 luka tusukan.

Belakangan diketahui bahwa FL bukan satu-satunya yang terlibat dalam penyerangan tersebut, melainkan juga mendapat bantuan dari temannya, OU (17).

Peristiwa FL bukan satu-satunya dalam kasus penganiayaan murid terhadap guru. Sebelumnya, terdapat beberapa kasus serupa di Indonesia, seperti pemukulan guru Seni Rupa di Jawa Timur oleh muridnya yang ditegur karena tidur di kelas. Pemukulan itu mengakibatkan tewasnya sang guru.

Selain itu, terdapat pula peristiwa pencekikan oleh murid di SMP PGRI Wringnanom setelah ditegur oleh gurunya karena merokok di kelas. Kasus-kasus ini hanya segelintir dari rentetan kasus perundungan guru oleh murid.

Berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya yang selalu segan bahkan takut terhadap guru, generasi sekarang cenderung tidak lagi memiliki norma-norma kesopanan tersebut. Hal ini perlu ditelaah lebih dalam untuk mencari tahu akar permasalahannya.

Jika melihat dari kebijakan pemerintah, pemerintahan Jokowi-JK sebetulnya telah melakukan upaya penanaman nilai-nilai karakter melalui disahkannya Perpres Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK).

Sebelumnya, Menteri Pendidikan M Nuh juga sempat membuat Kurikulum 2013 yang katanya berlandaskan penanaman nilai karakter. Namun, seperti yang bisa kita saksikan, kebijakan-kebijakan ini tidak terlihat dampak positifnya secara signifikan dalam membangun nilai-nilai kesopanan pada peserta didik.

Dari sini saja, kita sudah dapat melihat celah yang ada pada konsep pendidikan kita saat ini. Proses mendidik terlalu dibatasi hanya dalam lingkup sekolah saja. Sekolah diasumsikan sebagai satu-satunya tempat untuk anak dididik dan mendapatkan pendidikan. Padahal, sekolah seharusnya hanya menjadi wadah penunjang bagi anak-anak yang sebelumnya telah dibekali dengan pendidikan dari madrasah pertamanya, yaitu rumah.

Di sinilah peran orang tua, terutama ibu menjadi sangat penting. Dilihat dari segi alokasi waktu, anak-anak memang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama keluarganya daripada di sekolah. Sudah seharusnya, ketika kita berbicara tentang membangun karakter, kita pun harus berbicara tentang lingkungan keluarga.

Maka menjadi wajar jika pendidikan karakter yang digalakkan di sekolah menjadi sia-sia tanpa dibarengi dengan pendidikan karakter dari madrasah pertamanya. Hal ini jelas tercermin dalam kasus penikaman FL yang setelah diselidiki, ternyata memang berhubungan dengan kondisi keluarga. FL diketahui tinggal bersama ayahnya yang telah menikah lagi setelah sebelumnya bercerai. Bisa dikatakan, FL berasal dari keluarga broken home.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun