Pendahuluan
Dalam dunia Hubungan Internasional (HI), teori berfungsi sebagai kacamata untuk memahami bagaimana negara berperilaku dan berinteraksi di panggung global. Melalui teori, kita dapat menjelaskan mengapa negara tertentu memilih perang, sementara yang lain lebih mengutamakan diplomasi dan kerja sama.
Dari berbagai teori yang berkembang, ada empat teori yang berpengaruh dan menjadi dasar analisis hubungan antarnegara, yaitu Realisme, Neo-Realisme, Liberalisme, dan Neo-Liberalisme.
Masing-masing teori memiliki pandangan yang berbeda terhadap sifat manusia, sistem internasional, dan tujuan utama negara.
1. Realisme
Tokoh penting: Hans J. Morgenthau, Niccol Machiavelli, Thomas Hobbes
Realisme merupakan teori klasik yang memandang dunia internasional sebagai arena persaingan kekuasaan. Bagi kaum realis, dunia ini bersifat anarkis, artinya tidak ada otoritas tertinggi yang dapat memaksa negara untuk tunduk pada aturan bersama. Karena itu, setiap negara harus mengandalkan kekuatannya sendiri (self-help) untuk bertahan hidup.
Realisme menekankan bahwa manusia pada dasarnya bersifat egois dan memiliki dorongan alami untuk mendominasi. Sifat dasar manusia yang mementingkan diri inilah yang tercermin dalam perilaku negara. Hans Morgenthau menegaskan bahwa politik internasional adalah perjuangan abadi untuk kekuasaan (struggle for power), dan semua keputusan negara berakar pada kepentingan nasional (national interest).
Realis menekankan bahwa keamanan dan kekuasaan adalah tujuan utama setiap negara. Negara akan selalu bertindak rasional untuk mempertahankan kedaulatannya, bahkan jika harus mengorbankan moralitas.
Contoh:
Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet menggambarkan logika realisme. Kedua negara membangun kekuatan militer besar-besaran untuk menjaga posisi dominan dan mencegah pihak lain menjadi lebih kuat. Dan dunia pada masa itu terbagi menjadi dua blok besar yang saling curiga, tanpa adanya jaminan perdamaian.
2. Neo-Realisme (Realisme Struktural)
Tokoh penting: Kenneth Waltz