Di era medsos serba cepat ini, orang bisa lebih gampang marah ketimbang mikir. Kadang satu komentar bisa bikin ribut sekampung. Satu tweet bisa memecah belah satu bangsa.
Masalahnya, bukan cuma apa yang disampaikan, tapi gimana cara kita menyampaikannya.
Yes, gaya komunikasi itu kunci utama buat menjaga kerukunan dan persatuan bangsa. Dan kalau kita ngaku beragama, sadar nggak sih bahwa komunikasi yang santun itu bagian dari ibadah?
1. Tutur Kata yang Baik I Cermin Iman
"Dan katakanlah kepada manusia perkataan yang baik..."
--- QS. Al-Baqarah (2): 83
Allah sendiri memerintahkan kita buat berkata yang baik. Bukan keras, bukan kasar, apalagi ngatain. Karena komunikasi yang lembut bisa menyejukkan hati, bahkan di tengah perbedaan paling tajam.
Nabi Musa AS saja, saat disuruh menegur Firaun yang kejamnya minta ampun, tetap diperintah ngomong dengan lemah lembut.
"Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 44)
Kalau ke Firaun saja disuruh lembut, masa kita ke teman beda pendapat malah main nyolot?
2. Jaga Lisan, Jaga Persaudaraan
Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam."
--- (HR. Bukhari dan Muslim)
Lisan itu ibarat pisau. Bisa untuk memotong kue, bisa juga untuk melukai.
Banyak konflik di masyarakat lahir bukan dari perbedaan agama atau suku, tapi karena gaya ngomong yang bikin panas kuping.
Contoh:
Beda pilihan politik saling sindir di status.
Diskusi agama ujungnya saling mengafirkan.
Ngomongin budaya daerah malah nyinggung dan merasa superior.
Padahal, kalau gaya komunikasinya dibikin lebih adem dan empatik, beda pendapat itu justru bisa memperkaya, bukan merusak.
3. Kritik Boleh, Tapi Jangan Ngomel
Ngasih masukan itu boleh. Tapi jangan sampai niat "mengingatkan" berubah jadi "menjatuhkan".
Dalam Islam, ada konsep "nashihah" alias nasihat, bukan "nyinyirah".
Bedanya? Nada dan niat.
Nasihat: dari hati, ingin memperbaiki, pakai bahasa yang bisa diterima.
Nyinyir: dari ego, ingin menjatuhkan, pakai bahasa yang menyinggung.
Ingat, isi pesan yang bagus bisa gagal diterima kalau kemasannya bikin sakit hati.
4. Komunikasi yang Merangkul, Bukan Mengusir
Kita nggak akan bisa hidup sendiri. Indonesia ini milik bersama, bukan milik satu agama, satu suku, atau satu kelompok saja. Maka gaya komunikasi yang inklusif, yang merangkul semua elemen, adalah kunci.
Contoh gaya komunikasi yang merangkul:
"Mari kita jaga kampung kita bersama-sama..."
"Apapun latar belakang kita, kita tetap saudara sebangsa..."
"Kita mungkin berbeda cara ibadah, tapi satu dalam cinta tanah air..."
Bukan malah:
"Yang benar cuma kelompok kami..."
"Kalau beda agama, jangan ikut urusan kami..."
"Orang daerah sana mah emang gitu..."
5. Medan Tempur Bukan Tempatnya di Komentar
Sadar nggak sih? Banyak konflik hari ini bukan terjadi di lapangan, tapi di kolom komentar.
Kadang gara-gara satu emoji, bisa muncul perang dunia ketiga.
Padahal, musyawarah itu bukan di status, tapi di ruang dialog yang sehat.
Dan kalau nggak siap berdialog dengan kepala dingin, lebih baik refrain dulu.
Kalau nggak bisa meredam, ya jangan memanaskan.
Penutup: Komunikasi Itu Amal Jariyah
Komunikasi yang baik bukan cuma soal etika, tapi juga soal pahala.
Makin banyak kita menebar kata-kata yang menyejukkan, makin besar peluang kita jadi sebab kerukunan di tengah masyarakat.
Dan itu insyaAllah, dihitung oleh Allah sebagai amal jariyah yang tak putus.
"Kerukunan dimulai dari ucapan, persatuan tumbuh dari sikap."
Jadi yuk, belajar ngomong yang bener, yang adem, yang ngangkat, bukan yang nyakitin.
Karena menjaga lisan, itu juga bagian dari menjaga Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI