Beberapa studi (seperti dari APA, 2018) menyebutkan bahwa ekspresi gender non-konvensional kadang dipicu trauma atau pencarian identitas pasca tekanan keluarga atau sosial.
So, bukan soal Ti-nya, tapi mungkin Ti-nya terdesak untuk bertahan dan tampil dalam skenario sosial yang memberikan penerimaan.
Dulu Feminin, Sekarang "Kembali" Maskulin?
Ada masanya dia off dari media sosial, kemudian tampil dengan pengumuman tak akan pakai busana perempuan lagi. Hm. Buat Ti, ini kayak fase debugging. Ti suka evaluasi --- dia mungkin mempertimbangkan:
Apakah ekspresi ini bermanfaat buat jangka panjang?
Apakah ini mengganggu reputasi?
Apakah ini membuat hidup makin chaos?
Ti itu suka sustainability. Kalau keputusan sebelumnya terasa impulsif atau penuh drama, dia akan tarik diri, mikir panjang, lalu ambil jalan tengah yang "lebih stabil". Maka muncullah versi "new normal"-nya.
Data Singkat yang Menarik
Berdasarkan survei tim STIFIn Indonesia (2022), dari total 25.000 peserta uji mesin kecerdasan, Ti menempati posisi 3 besar paling banyak, setelah Fi dan Si.
Namun, hanya sekitar 18% dari Ti yang terdeteksi memilih karier entertainer atau public speaker.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!