Di tengah tren gaya hidup sehat, masyarakat urban ramai-ramai mencari superfood impor---chia seed dari Amerika Latin, kale dari Eropa, quinoa dari Peru. Dianggap sebagai jawaban atas masalah gizi, padahal diam-diam, superfood sejati tumbuh liar di halaman rumah: daun singkong, kenikir, dan kelor. Tanpa pupuk, tanpa pestisida, dan tanpa perlu dikemas cantik.
Ironisnya, karena dianggap "makanan orang desa", pangan-pangan lokal ini kerap dipandang sebelah mata. Padahal, dari sisi kandungan gizi, mereka punya potensi luar biasa.
1. Daun Singkong (Manihot esculenta)
Dulu diremehkan, kini dilirik dunia.
Dalam 100 gram daun singkong rebus, terdapat:
Energi: 38 kalori
Protein: 3,7 gram
Vitamin A: 2910 IU (58% AKG)
Zat besi: 4 mg (22% AKG)
Kalsium: 165 mg (16% AKG)
(Sumber: Tabel Komposisi Pangan Indonesia, 2017)
Daun singkong juga kaya senyawa fenolik dan flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Studi dari African Journal of Biotechnology (2011) menunjukkan bahwa daun singkong memiliki kapasitas antioksidan yang sebanding dengan teh hijau.
Selain itu, penelitian dari Food Chemistry (2009) menyebut bahwa pengolahan daun singkong secara tepat (rebus atau kukus) mampu mengurangi kadar sianida, sekaligus mempertahankan nilai gizi.
2. Kenikir (Cosmos caudatus)
Lalapan sederhana dengan manfaat luar biasa.
Dalam 100 gram kenikir segar, mengandung:
Vitamin C: 230 mg (2x lipat jeruk)
Kalsium: 290 mg
Beta karoten (vitamin A): 1700 IU
Antioksidan flavonoid: tinggi
(Sumber: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik)
Penelitian dari Journal of Ethnopharmacology (2010) menunjukkan kenikir memiliki efek antihipertensi, antimikroba, dan antidiabetes. Kandungan klorofil dan flavonoidnya terbukti membantu menurunkan tekanan darah dan memperlancar sirkulasi darah.
Kenikir juga terbukti mendukung kesehatan tulang dan gigi, serta membantu menjaga elastisitas kulit karena kandungan vitamin C dan E-nya yang tinggi.
3. Daun Kelor (Moringa oleifera)
Disebut WHO sebagai "pohon ajaib"
Kandungan dalam 100 gram daun kelor segar:
Vitamin A: 6780 IU (135% AKG)
Vitamin C: 220 mg
Kalsium: 440 mg
Zat besi: 7 mg
Protein: 6,7 gram
(Sumber: FAO & WHO Nutrient Database, 2019)
Penelitian dari Journal of Food Science and Technology (2015) menyebutkan bahwa daun kelor efektif meningkatkan status gizi anak-anak dan ibu hamil. Di beberapa negara Afrika, daun kelor dijadikan suplemen untuk mengatasi stunting dan anemia.
Saking kaya gizinya, UNICEF dan FAO bahkan memasukkan kelor dalam program pengentasan gizi buruk di wilayah rawan pangan.
Lokal, Murah, dan Ramah Lingkungan
Selain nilai gizinya tinggi, keunggulan utama dari daun singkong, kenikir, dan kelor adalah aksesibilitas dan keberlanjutan. Mereka tumbuh liar di banyak tempat di Indonesia, tidak butuh pupuk atau pestisida kimia, dan bisa dipanen berkali-kali.
Bandingkan dengan quinoa yang harus diimpor ribuan kilometer dengan jejak karbon tinggi, atau chia seed yang harganya bisa mencapai Rp200.000 per kilogram.
Mereka bukan cuma pangan sehat, tapi juga pangan adil dan berkelanjutan.
Kita sering merasa kekurangan makanan sehat, padahal yang kita alami adalah hilangnya penghargaan pada pangan lokal. Kita terlalu mudah terpukau dengan label "organic imported superfood" sambil melupakan tanaman bergizi yang tumbuh di pekarangan.
Sudah saatnya kita berhenti mencari jauh-jauh. Kesehatan ada di meja makan, dalam sepiring sayur kelor, rebusan daun singkong, atau lalapan kenikir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI