Di sebuah sudut rumah sederhana, terdapat pemandangan yang mungkin tampak biasa saja bagi sebagian orang.Â
Seorang perempuan tua dengan tangan yang mulai keriput, duduk bersila sambil membersihkan daun-daun hijau segar di atas tampah.Â
Di sampingnya, seorang gadis muda duduk diam, memperhatikan setiap gerakan tangan neneknya.Â
Gambar sederhana ini menyimpan makna yang luar biasa. Di balik helai-helai daun yang dibersihkan, cinta yang tak terucap, dan pendidikan hidup yang jauh dari gemerlap dunia digital.Â
Tradisi bukan hanya tentang upacara adat atau pakaian khas. Ia juga hidup dalam rutinitas kecil yang terus dilakukan dengan cinta dan kesabaran.Â
Membersihkan daun-daun untuk dimasak, menyiapkan bumbu dari bahan alami, atau memasak dengan cara yang diajarkan turun-temurun --- semua itu adalah bentuk tradisi yang tak kalah sakral.
Dapur adalah ruang saksi dari banyak cerita. Di sanalah generasi lama dan baru saling bertemu, tidak hanya untuk makan, tetapi juga untuk saling memahami.Â
Di sanalah nenek mengajarkan bukan hanya cara memasak, tetapi cara bersabar, cara merawat, dan cara mencintai tanpa harus banyak bicara.
Gadis dalam gambar itu mungkin tak menyadari bahwa dia sedang berada dalam kelas kehidupan. Ia tak membaca buku atau menonton tutorial, tapi ia belajar tentang kesabaran dari cara neneknya merapikan daun.Â
Ia belajar tentang kebersihan dari cara mencuci bahan dengan air bersih. Ia belajar tentang cinta dari cara neneknya mempersiapkan makanan untuk keluarga --- tanpa mengeluh, tanpa pamrih.
Ini adalah bentuk pendidikan paling jujur: belajar dari teladan hidup. Dan sering kali, pendidikan semacam ini justru tertanam lebih kuat dibanding pelajaran formal di ruang kelas.
Apa yang membuat suasana itu begitu mengharukan?Â
Mungkin karena semua dilakukan dengan hati. Tak ada gengsi, tak ada drama, hanya keikhlasan.Â
Nenek itu tidak sedang mencoba mengajarkan sesuatu secara langsung. Tapi dari setiap gerakannya, ada cinta yang terselip --- cinta untuk keluarga, cinta pada tradisi, dan cinta pada kehidupan itu sendiri.
Di dunia yang serba cepat dan instan seperti sekarang, momen-momen seperti ini seolah menjadi oasis.Â
Ketika banyak dari kita lebih sibuk dengan layar ponsel daripada menatap wajah orang terdekat, gambar ini mengingatkan kita untuk kembali pada yang hakiki.
Kita mungkin tidak bisa kembali ke masa lalu, tapi kita bisa memilih untuk menjaga apa yang penting dari masa lalu.Â
Membersihkan daun di dapur bersama nenek, meskipun tampak remeh, adalah cara kecil untuk menjaga tradisi tetap hidup.Â
Tradisi tak akan bertahan hanya karena dikenang. Ia butuh dilanjutkan, dipraktikkan, dan ditanamkan dalam keseharian. Dan cinta adalah bahan bakar terkuat untuk melanjutkan tradisi itu.
Dalam setiap helai daun yang dibersihkan, ada cerita yang ingin disampaikan. Tentang perjuangan hidup dan tentang kebersamaan.
Saat kita duduk bersama generasi terdahulu, kita sebenarnya sedang melihat ke dalam diri kita sendiri --- siapa kita, dari mana kita berasal, dan apa yang sebenarnya penting dalam hidup.
Maka, jika kamu masih memiliki kesempatan untuk duduk di samping nenekmu di dapur, jangan sia-siakan. Dengarkan ceritanya, perhatikan gerakannya, dan biarkan tradisi itu meresap dalam jiwamu.Â
Karena suatu hari nanti, mungkin kamulah yang akan membersihkan daun itu --- dan meneruskan cinta yang pernah diajarkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI