Mohon tunggu...
Nunung Dwi Nugroho
Nunung Dwi Nugroho Mohon Tunggu... Editor - Est 1992

Est 1992

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Video Klip Sebagai Alat Konstruksi Identitas dan Perlawanan Negara -------- Anggun dan Video Klip ‘Echo – You and I’ Sebagai Senjata Konstruksi Identitas Perancis (Who and What Is French) Melalui Ajang Eurovision Song Contest

24 Oktober 2014   09:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:55 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkah anda menyangka bahwa video klip musisi favorit yang anda tonton di televisi merupakan bentuk kegiatan politik negara untuk mempengaruhi khalayak? Jika tidak, tulisan ini hendak bercerita kepada anda terkait hal yang cukup menarik tersebut. Video klip musisi yang anda tonton bisa saja menjadi alat konstruksi bagi negara terkait identitasnya di dunia luar. Video klip musisi terkenal dunia berdarah Indonesia, Anggun misalnya. Video klip lagu berbahasa Inggris-Perancis berjudul “Écho-You and I” yang dilombakan di ajang prestisius Eurovision Song Contest ini menjadi senjata negara Perancis untuk mengkonstruksi identitasnya yang multikultur, kepemilikan teknologi dan trend fashion yang modern dan maju, ramah terhadap kaum homoseksual dan lain sebagainya.

Lalu bagaimana Perancis mengkonstruksi dan mengemas video klip ini menjadi alat konstruksi terhadap negaranya ditengah persaingan global antar negara-negara di Eropa bahkan dunia? Apa saja bentuk kontruksi tersebut? Pertanyaan tersebut yang coba penulis jawab dalam tulisan ringkas ini. Dari tulisan ini penulis harap bisa memberikan gambaran singkat terkait kekuasaan dan musik yang sejatinya tidak bisa dimunafikkan begitu saja. Musik dalam hal ini video klip bisa saja menjadi senapan yang bisa menjadi alat kekuasaan bagi negara tertentu.

Eurovision Song Contest, Ajang Prestigius Tahunan Musisi Eropa

Kontes lagu Eurovision merupakan sebuah kontes tahunan yang diselenggarakan antar negara-negara di Eropa. Kontes ini merupakan ajang untuk mempromosikan negara peserta yang tersebar di penjuru Eropa melalui lagu yang dilombakan. Adapun pemenang dari kontes ini dinobatkan sebagai lagu terbaik se-Eropa. Setiap negara peserta yang mengikuti ajang tahunan ini wajib mengirimkan satu lagu yang belum pernah dipublikasikan sebelumnya dan berdurasi kurang dari 3 (tiga) menit. Pemenang ditentukan melalui sistem voting yang dilakukan melalui telepon, sms dan internet. Peraih voting terbanyak akan mendapatkan point tertinggi dan berhak mendapat gelar sang juara kompetisi musim tersebut. Adapun negara yang memenangkan kontes Eurovision akan menjadi tuan rumah kontes di tahun berikutnya.

Kontes ini menjadi arena pertarungan para musisi terbaik dari setiap negara untuk bisa menjadi yang terbaik di benua biru ini. Tak ayal, setiap negara berusaha berusaha menyeleksi dan memilih representasi baik penyanyi maupun lagu terbaik untuk bisa mewakili negaranya di ajang yang prestisius ini. Audisi antara penyanyi dan komposer profesional di tiap negara pun dilakukan di tiap negara peserta demi memenangkan ajang bergengsi ini.

Eurovision Song Contest (ESC) pada dasarnya merupakan program televisi non-olahraga yang paling banyak ditonton di seluruh dunia dengan jumlah pemirsa hingga 600 juta orang di Eropa dan juga beberapa negara Amerika Latin, Amerika Utara, Asia, dan Oceania. Bila tim sepakbola nasional didukung oleh negara melalui organisasi sepakbola negara bersangkutan, maka pemilihan penyanyi dan lagu peserta Eurovision ditentukan oleh kantor berita setiap negara yang merupakan anggota European Broadcasting Union (EBU).

Eurovision tidak seperti kompetisi pop murahan, namun sebuah acara besar yang juga terkait politik suatu negara. Setiap negara peserta memanfaatkannya sebagai ajang promosi negara yang mewah. Ratusan juta dollar dihabiskan untuk mempercantik ibukota dan membangun lokasi acara yang menjadi tempat diselenggarakannya acara tersebut.[1] Hal yang yang menarik, hadiah fisik ajang Eurovision hanyalah sebuah trofi yang diberikan kepada pencipta lagu yang menang. Selebihnya adalah prestise dan publikasi luar biasa bagi negara dan sang penyanyi dan komposer. Negara yang menang akan menjadi negara tuan rumah Eurovision tahun berikutnya. Karena penyanyilah yang memberikan jiwa dan makna terhadap sebuah lagu, maka pemilihan penyanyi menjadi begitu esensial. Bagi penyanyi yang terpilih, tampil di Eurovision merupakan kesempatan untuk membela negara dan mendapatkan liputan luas dari berbagai media yang ada di seluruh penjuru dunia.

Anggun Sebagai Representasi Perancis dalam Eurovision: Upaya Melawan Konstruksi Anti-Multikulturalisme

Salah satu negara di Eropa yang mengirimkan wakilnya dalam kontes prestisius ini adalah Perancis. Anggun, salah satu penyanyi berkebangsaan Perancis namun berdarah asli Indonesia, didaulat oleh kantor berita France Télévisions untuk mewakili negara tersebut di ajang Eurovision Song Contest 2012, yang berlangsung di kota Baku, Azerbaijan. Anggun dalam ajang tersebut didaulat untuk menyanyikan lagu “Echo – You and I” yang menggunakan bahasa campuran antara Inggris dan Perancis.

Terpilihnya Anggun tentu bukan hal yang kebetulan. Nama Anggun sendiri tentu sudah tidak asing di dunia musik. Lagu-lagu berbahasa Inggris dan berbahasa Perancisnya laris keras di pasaran global. Menurut catatan, lagu Snow on the Sahara yang dirilis sekitar tahun 1998, sempat menempati Billboard Chart untuk dua kategori yaitu Dance Music dan Adult Top 40. Lagu Cesse Le Pluie yang dirilis tahun 2005 juga sempat berada di Chart European Hot 100 Singles.[2]

Keberadaan Anggun sendiri adalah kali pertama orang Indonesia masuk di Eurovision. Tak hanya itu, Eropa pun sepertinya mengenal Anggun seabagai representasi dualisme Eropa-Asia, Perancis dan Indonesia. Hampir setiap kali tampil di panggung roadshow Eurovision, pembawa acara selalu menyampaikan "Anggun, perwakilan Perancis yang berdarah Indonesia". Keterlibatan Anggun sangat menonjol di ajang Eurovision tahun 2012. Daya tariknya bukan hanya lagu yang dibawakannya di Eurovision, tetapi juga perannya sebagai duta FAO PBB dan Duta Budaya Perancis.[3]

Terpilihnya Anggun sebagai duta Perancis tentu saja telah melalui pertimbangan yang sangat matang. Terpilihnya Anggun menjadi representasi Perancis ini membuktikan bahwa pemerintah Perancis benar-benar melihatnya sebagai sosok yang sangat pantas untuk mewakili negara besar tersebut. Oleh pemerintah dan warga Perancis, penyanyi yang pernah tenar dengan lagu “Tua-tua Keladi” ini dipercaya untuk menjadi senjata bagi Perancis untuk mengkonstruksi bahwa negaranya merupakan negara yang multikultur dan ramah terhadap semua ras, etnis, agama dan golongan. Intinya, Anggun ditunjuk menjadi representasi Perancis sebagai simbol keberagaman yang ada di negara tersebut, selain tentu saja kualitas dan populeritas yang telah diraihnya.

Anggun adalah sosok yang tepat mewakili masyarakat Perancis saat ini yang heterogen. Prestasi Anggun sendiri tidak perlu dipertanyakan. Anggun telah dikenal luas di daratan Eropa sejak lagu Snow On The Sahara dirilis di lebih dari 33 negara. Anggun tercatat menjadi salah satu artis Perancis yang penjualan albumnya terlaris. Puncaknya adalah saat Anggun dianugerahi nominasi penghargaan Victories de la Musique oleh French Music Awards. Di Italia, album Anggun sukses diganjar double platinum. Sementara di Amerika Serikat, Anggun berhasil masuk dalam “The Billboard Heat Seekers Album Charts Top 20.” Di Perancis, Anggun baru saja mendapatkan penghargaan “Diamond Export Award” di MIDEM, atas prestasinya sebagai artis yang albumnya banyak diekspor ke negara-negara di luar Perancis.

Anggun semakin dikenal dan berpengaruh dalam jajaran artis internasional. Ia menjadi salah satu ikon dalam berbagai pagelaran bergengsi dunia, seperti World Music Awards, Danish Film Awards, Beacon of Light Awards, MTV Asia Awards. Aktif mengkampanyekan program kemanusiaan bersama tokoh dunia lainnya seperti Bill Clinton.  Tampil bersama Sri Paus pada acara kemanusiaan di Vatican, dan banyak lagi. Anggun adalah aset  berharga yang dimiliki oleh Perancis saat ini. Dukungan sepenuhnya diberikan oleh masyarakat Perancis. Seperti yang diungkapkan oleh Le Parisien, surat kabar terbesar di Perancis, yang seketika memasukkan Anggun sebagai headline setelah resmi terpilih sebagai duta Perancis untuk Eurovision Song Contest 2012 ini.

Di kontes ini, Anggun membawakan lagu berjudul Echo (You And I). Lagu yang dinyanyikan dalam dua bahasa (Perancis dan Inggris) ini diproduseri oleh musisi kenamaan Perancis yaitu William Rousseau dan Jean-Pierre Pilot. Anggun sendiri juga terlibat dalam penulisan lirik. Adapun mix engineernya dipercayakan kepada Veronica Ferraro, musisi yang sering berkolaborasi dengan DJ kondang David Guetta. Dan hasilnya sungguh mengagumkan. Sebuah komposisi musik yang catchy, modern, dengan elemen musik rock ber-up beat tempo.

Yang pasti  berbeda dengan kebanyakan lagu-lagu untuk festival, lagu Echo (You And I) ini lebih akrab diterima di telinga, sehingga diharapkan dapat menarik perhatian dewan juri dan pemirsa. Mulai bulan Februari hingga April 2012, Anggun akan melakukan tour ke 15 negara dalam rangka promosi album terbarunya berjudul Echoes, serta mengenalkan lagu Echo (You and I). Meskipun yang dinilai adalah lagu, tetapi penampilan sang penyanyinya pun memegang peranan penting. Untuk itu Anggun sudah mempersiapkan strategi khusus dalam penampilan panggungnya. Demikian juga dengan tata busananya, dimana Jean Paul Gaultier, desainer kondang dunia asal Perancis, dipercaya merancang gaun untuk dikenakan Anggun.[4]

“… seandainya Anggun menang, berarti kemenangan ini bisa mencatat sejarah besar, mengingat Perancis terakhir kali meraih kemenangan pada tahun 1977.” (Kompas.com, Mei 2012).

Hal demikanlah yang membuat ekspektasi begitu besar dibebankan pada pundak Anggun selaku wakil Perancis dalam ajang ini. Anggun terpilih menjadi duta dari Perancis karena dirinya dianggap akan disukai oleh negara-negara lain. Anggun bukan hanya populer di Perancis, tapi juga di negara lain. Lebih dari itu, dia juga memiliki komitmen terhadap misi kemanusiaan. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan adalah status internasional Anggun, dimana Anggun merekam albumnya dalam 3 bahasa (Perancis, Inggris, dan Indonesia), yang merupakan kelebihan Anggun di ajang Eurovision. Fakta bahwa Anggun pernah menyanyikan beberapa soundtrack film dan berkolaborasi dengan penyanyi terkenal seperti Celine Dion dan Peter Gabriel dipercaya akan membuat suara Anggun terdengar familiar dan mendapat dukungan di kalangan voter.[5]

Lagu Echo-You and I kemudian dipilih oleh managemen karena dirasaakan memberikan pertunjukan bagus dengan gaya Amerika yang dapat membuat orang-orang terkesan. Lagu ini cocok bila disajikan dengan balutan kostum yang indah, pertunjukan dan musik yang bagus. Lagu ini juga merupakan lagu yang up-beat, liriknya terdiri dari bahasa Perancis dan Inggris, dan bisa membuat seluruh Eropa berdansa. Di ajang bergengsi ini, Anggun membawakan sebuah lagu yang berjudul Echo (You and I). Untuk sebuah festival musik, lagu ini memang berbeda dengan kebanyakan lagu festival. Diharapkan lagu tersebut mampu menarik perhatian dewan juri, dan masyarakat yang nantinya akan memilih Anggun sebagai pemenang.[6]

Perancis dan Islamophobia: Anggun Sebagai Senjata Konstruksi Identitas?

Seperti yang telah penulis singgung sebelumnya, keterlibatan Anggun dalam kontes berskala internasional ini bisa disebut sebagai bentuk perlawanan terhadap wacana anti-multikulturalisme yang pada medio 2012 tengah melanda Perancis. Bertolak dari sejarahnya, permasalahan terkait multikulturalisme di Perancis disinyalir mulai terjadi pada masa pasca Perang Dunia II. Perancis kekurangan banyak tenaga kerja, sehingga banyak imigran (terutama dari Afrika) datang ke Perancis untuk mencari pekerjaan. Dimana tidak sedikit dari imigran tersebut membawa keluarga mereka dan menetap di Perancis. Sebagian besar dari imigran itu berasal dari ras negroid dan beragama Islam. Hingga berselang lama, keberagaman yang terjadi akibat proses imigrasi tersebut lama kelamaan menjadikan Perancis sebuah negara multikultur[7].

Kondisi tersebut melahirkan bentrokan kebudayaan di Perancis. Bentrokan budaya seperti tindak rasis penduduk asli terhadap imigran di Perancis terjadi hingga saat ini.[8] Kesenjangan sosial antara penduduk setempat dan imigran menimbulkan gesekan sosial yang berujung konflik dalam hubungan keduanya, seperti serangan terhadap tempat tinggal imigran dan tindak rasis lainnya. Masalah ini juga terjadi dalam politik, partai ekstrim kanan yang cenderung nasionalis bersikap xenophobia dengan menolak imigran karena dianggap mengganggu stabilitas masyarakat Perancis.

Masalah xenophobia ini kemudian berkembang menjadi Islamofobia, salah satu bentuk rasis pada minoritas agama Islam di Perancis. Kondisi multikultural ini membuat adanya integrasi sebagai hal yang tidak dapat dihindari. Proses integrasi antara imigran dan penduduk asli kerapkali berujung konflik dan alienasi. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pemahaman mendalam pada identitas untuk memupuk rasa toleransi dan kebersamaan di dalam perbedaan.

Mengulik kembali sejarah kolonialisasi Eropa yang juga melanda Perancis pada abad ke-18 dan ke-19 ternyata berimplikasi nyata terhadap perspektif barat pada timur (non-barat). Secara tidak langsung, muncullah rasa superioritas negara Eropa yang menyatakan bahwa identitas wilayah timur (dalam hal ini termasuk muslim) adalah primitif, uncivilized, barbar, irasional, dan ditempelkan nilai-nilai yang inferior dibanding negara Eropa. Paham subordinasi barat ini berdampak jelas pada rasisnya masyarakat Eropa terhadap sesuatu di luar barat.[9]Asumsi ini didukung oleh teori bentrokan budaya oleh Samuel Huntington pada tahun 1996 menyatakan bahwa kebudayaan Eropa berakar pada "Judeo-christian" yang menjadi identitas. Hal ini menyebabkan Islam dan Arab yang hidup di Eropa menjadi sebuah ancaman, dilihat baik dari nilai tradisi, identitas, dan keamanan.[10] Hal nyata terjadi dalam dunia politik Eropa di mana golongan ekstrim kanan cenderung xenofobia bahkan Islamofobia, contohpada Jean-Marie Le Pen dan Nicholas Sarkozy dari Perancis.

Superioritas Eropa hingga kini menyebabkan mental masyarakat yang sulit menerima adanya perbedaan, sehingga masyarakat cenderung rasis dan menolak adanya integrasi dengan 'yang bukan barat'. Hal ini jugalah yang menjelaskan terjadinya xenofobia pada sebagian besar masyarakat Eropa. Ketakutan akan orang luar disinyalir akibat eksklusivitas 'barat', sehingga timbullah antipati tinggi pada non-barat. Sebagai akibatnya, timbul kesalahpahaman yang mengarah pada stereotype negatif seiring dengan sikap rasis masyarakat.

Berdasarkan The Polish Institute International Affairs yang mengutip data dari Eurobarometer, diskriminasi terhadap Islam bertambah parah dari tahun ke tahun. Islamofobia menjadi isu serius dalam multikulturalisme di Perancis. Data terbaru menyatakan bahwa Perancis (66%) adalah negara dengan tingkat diskriminasi paling tinggi, kemudian disusul oleh Belgia (60%), Swedia (58%), Denmark (54%), Belanda (51%), dan Inggris (50%). Dibandingkan dengan tahun 2009, terlihat peningkatan signifikan di tahun ini pada Perancis (66%) dan Belgia (60%). Persentase itu naik 30% dibandingkan tahun 2011, dan naik hampir lima kali lipat dibandingkan 1992.[11]

Sisi Islamofobia yang melanda Perancis juga ditandai dengan adanya "La Loi Contre La Burqa" oleh Jean-François Cope, Presiden UMP (Union Pour Un Mouvement Populaire), pada 11 April 2011 dalam Assemblé Nationale yang melarang pemakaian burqa di tempat umum. Tidak hanya di Perancis, di Swissjuga terjadi pelarangan pembangunan masjid yang disuarakan oleh generasi muda. Pada tanggal 7 Juli 2005 terjadi pengeboman yang menewaskan 53 orang di London, pelaku adalah pemuda muslim Inggris. Demonstrasi terkait kasus ini meluas hingga ke Perancis, dimana para mahasiswa menolak adanya pembangunan masjid sembari mengangkat tingi-tinggi tulisan bahwa mereka mendukung Le Pen dengan gerakan nasionalisme ekstrim kanan[12].

Islamofobia yang terjadi di Perancis membuat diskriminasi terhadap kaum muslim terjadi dalam banyak sisi khususnya terkait dengan pekerjaan dan pendidikan. Pada beberapa kasus yang terjadi pada tahun 2004, ada beberapa penyerangan pada perempuan yang menggunakan burqo dan niqab di ruang publik. Perempuan yang lebih muda tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruang kelas karena problema yang serupa.Perlakuan ini didasari pada UU Laïcité yang meniadakan simbol agama di ruang publik justru berujung pada diskriminasi dalam prakteknya. Tidak hanya pada perempuan, laki-laki dengan wajah dipenuhi janggut diasosiasikan dengan teroris karena beragama Islam.[13]

Melihat pemaparan di atas, keragaman budaya dan isu nasionalisme di Perancis perlu ditelaah kembali mengingat integrasi yang gagal dalam proses multikulturalisme. Islamophobia dan kegagalan negara dalam mengelola multikulturalisme tentu membuat Perancis menjadi negara yang disorot oleh dunia. Oleh karenanya, melalui ajang Eurovision yang juga akan disebarluaskan ke penjuru dunia, Perancis coba melawan dan mengemas wacana bahwa negaranya masih menjunjung tinggi sisi multikulturalisme dengan mengusung Anggun sebagai representasinya.

Anggun, artis perempuan berdarah asli Indonesia yang dikenal sebagai negara mayoritas Islam dipilih untuk mewakili Perancis di ajang ini. Ras, kultur dan agama[14] yang berbeda dengan mayoritas warga ke coba direpresentasikan oleh Perancis untuk memperlihatkan bahwa Perancis adalah negeri yang ramah terhadap semua orang tanpa melihat perbedaan kulturnya. Perancis dalam hal ini coba mengcounter wacana bahwa negerinya merupakan negeri yang anti multikulturalisme dan berusaha memberikan peluang yang sama bagi warga negaranya untuk berpartisipasi dalam mengharumkan nama bangsanya di mata internasional.

Video Klip Echo-You and I; Cerita Dominasi Perempuan dan Inferioritas Pria

Selain harus menunjukkan performa yang bagus diatas panggung saat live show, setiap negara diwajibkan mengemas lagu yang dilombakan kedalam bentuk video klip sebagai bagian dari ajang promosi lagu tersebut juga. Adapun video klip Echo mengisahkan esensi kehidupan cinta antara dua orang. Anggun berperan sebagai matron yang bertugas mengawasi sejumlah tentara pria.

Dalam video klip ini, posisi Anggun terlihat begitu mendominasi dengan pemilihan angle dari bawah menunjukkan superioritas Anggun sebagai wanita. Ia mengawasi para lelaki yang sedang diseleksi dengan melakukan pekerjaan rumah (-biasanya dikerjakan oleh perempuan) seperti menjahit dan menyeterika.

Dari situlah terlihat isi video yang menceritakan akan sosok perempuan yang terkesan memiliki sifat mendominasi, mengontrol dan seakan-akan perfeksionis. Anggun dalam video ini berusaha mengkonstruksi gambaran sosok pria “terbaik” yang sesuai dengan keinginannya untuk dijadikan sebagai kekasih yang bisa melindunginya dari bahaya. Oleh karenanya, para pria ini digambarkan sebagai sosok tentara masa lalu yang terkesan manly gagah dan berani. Tentara sendiri coba merepresentasikan sosok pria terbaik yang “terlatih” baik secara fisik maupun mental. Pria terbaiklah yang mampu bertahan dan dianggap lolos “ujian” dari sang wanita.

Menguak Kepentingan Perancis Melalui Video Klip Echo-You and I

Seperti telah dijelaskan diatas, bahwa keberadaan video klip ini merupakan bagian dari agenda promosi dan hendak disebarluaskan ke seluruh penjuru Eropa bahkan dunia. Tentu video ini disiapkan dan mengalami konstruksi sedemikian rupa sehingga bisa dianggap layak dan siap mewakili Perancis di ranah internasional.

Keberadaan mobil Dacia Lodgy di awal video mengisyaratkan betapa majunya perkembangan teknologi transportasi di Perancis. Mobil ini merupakan mobil murah asli buatan Perancis, namun diklaim memiliki kecanggihan teknologi sendiri[15]. Di scene selanjutnya, video ini memperlihatkan sosok designer kondang dunia berkewarganegaraan Perancis, Jean Paul Gaultier yang tengah berakting memberikan busana rancangannya pada Anggun. Keberadaan Jean Paul ini mengesankan akan tingginya standar dan kualitas fashion di Perancis. Keberadaan kekuatan kapitalis yang hendak menonjolkan tingginya kesadaran akan perawatan kecantikan para wanita Perancis yang diwakili dengan keberadaan Franck Provost Hair Styling dan produk make-up Embryolisse.

Video klip ini menurut penulis merupakan bentuk konstruksi budaya untuk mengkonstruksikan identitas “who and what is French” pada dunia di tengah lack of identity yang melanda Perancis. Hal tersebut karena identitas dari suatu negara tidak muncul begitu saja,tetapi dibentuk dari bagaimana pandangan atau persepsi negara lain terhadap negaranya. (Wendt, 2006). Video klip dalam hal ini merupakan bentuk representasi budaya. Dimana budaya merupakan sebuah cara dimana kita bisa memahami dan memberikan makna pada dunia. Konsep budaya mempunyai peran yang penting dalam proses representasi (Stuart Hall, 2003). Video klip tidak hanya mengkonstruksikan nilai-nilai budaya tertentu di dalam dirinya sendiri tapi juga tentang bagaimana nilai-nilai tadi diproduksi dan bagaimana nilai itu dikonsumsi oleh masyarakat yang menyaksikan video klip tersebut. Video klip sebagaimana halnya produk budaya lain, memegang peran yang penting dalam merepresentasikan siapa kita atau identitas kita sebenarnya.

Foucault (1977) melihat bahwa identitas tidak diberikan atau muncul begitu saja. Identitas dan karakteristik, terkonstruksi sebagai sebuah produk atas power dan relasi atau keterkaitan antara power, kelipatan, pergerakan, hasrat, dan tekanan. Peter J. Katzenstein (1996) di sisi lain mengemukakan bahwa identitas berperan dalam pembentukan kepentingan nasional dan kebijakan suatu aktor dalam berinteraksi dalam sistem. Memperkokoh gagasan sebelumnya, Wendt (2006) melihat bahwa identitas suatu negara tidak muncul begitu sajatetapi dibentuk dari bagaimana pandangan atau persepsi negara lain terhadap negaranya oleh karena itu, identitas suatu negara dikonstruksi oleh bagaimana negara lain atau sistem melihat dan mendeskripsikan negara tersebut, bukan dalam konteks negara tersebut melihat negaranya sendiri. Persepsi others atas self inilah yang menciptakan konstruksi identitas dari suatu negara dirasa perlu dilakukan terlebih lagi oleh Perancis yang sedang mengalami lack of identity melalui ajang promosi Eurovision 2012 tersebut. Dari paparan diatas terlihatlah relasi kuasa yang mungkin tak terlihat antara musik (video klip), konstruksi identitas negara Perancis serta perlawanan Perancis terhadap wacana yang bergulir di luar terkait masalah multikulturalisme yang melanda negaranya. Anggun beserta video klip Echo-You and I yang bertarung di ajang Eurovision menjadi senjata Perancis untuk merekonstruksi identitasnya di mata dunia akan berbagai wacana negatif yang menyelimuti negeri Eiffel tersebut.



Sumber:

Amnesty International Report, via http://www.france24.com/en/20120423-amnesty-international-report-says-muslims-victims-discrimination-europe

Anggun C Sasmi Duta Perancis di Ajang Musik Eropa http://sidomi.com/66836/anggun-c-sasmi-duta-Perancis-di-ajang-musik-eropa/

Anggun C Sasmi Wakili Perancis di Eurovision Song Contest, via http://music.okezone.com/read/2012/02/10/386/573259/anggun-c-sasmi-wakili-Perancis-di-eurovision-song-contest-2012

Anggun Pakai Mobil Dacia Lodgy di Video Klip, via http://oto.detik.com/read/2012/03/15/152758/1868372/639/anggun-pakai-mobil-dacia-lodgy-di-video-klip

Anggun Wajah Indonesia di Eurovision 2012, via http://www.anggunesia.com/main/index.php/multimedia/article/online-article/104-anggun-wajah-indonesia-di-eurovision-2012

Buat Apa Mendukung Anggun di Eurovision Song Contest, via http://www.widiasmoro.com/2012/02/10/buat-apa-mendukung-anggun-di-eurovision-song-contest/

Eurovision 2012, Lima Dekade Lebih, via http://awansaja.blogspot.com/2012/03/eurovision-2012-lima-dekade-lebih.html

Eurovision Ungkap Dua Sisi Azerbaijan, via http://www.dw.de/eurovision-ungkap-dua-sisi-azerbaijan/a-15981473

Foucault, Michel. 1977. Discipline and Punish: the Birth of the Prison, London: Penguin Books Ltd.

http://academic.udayton.edu/race/06hrights/georegions/Europe/France01.htm

http://www.nytimes.com/2010/08/06/opinion/06fri2.html?_r=0

https://www.pism.pl/files/?id_plik=13739

Islamophobia di Perancis, via http://ismoyojessy.blogspot.com/2013/06/islamofobia-di-Perancis-identitas.html

Islamophobic Discourse in Europe The Reasons Behind Fear, via http://www.inotherwords-project.eu/content/islamophobic-discourse-in-europe-the-reasons-behind-fear

Parekh, Bhikhu. 2008. Rethinking Multiculturalism. Yogyakarta: Penerbit Kanisius

The future of multi-ethnic Britain: report of the Commission on the Future of Multi-Ethnic Britain, Runnymede Trust (London, 2000). Partly available online at: http://www.runnymedetrust.org/projects/past-projects/meb/report.html

[1] Eurovision Ungkap Dua Sisi Azerbaijan, via http://www.dw.de/eurovision-ungkap-dua-sisi-azerbaijan/a-15981473

[2] http://www.widiasmoro.com/2012/02/10/buat-apa-mendukung-anggun-di-eurovision-song-contest/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun