Mohon tunggu...
Nunung Nuraida
Nunung Nuraida Mohon Tunggu... profesional -

teacher, English, novel, x-files, Rayhan \r\n\r\nhttp://nunungnuraida.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ketika Pejalan Kaki Tak Mendapat Jatah "Path"

5 Juni 2012   03:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:23 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tiga minggu ini saya menempati rumah baru. Kebetulan rumah saya yang sekarang berada di sisi jalan raya utama Bekasi-Cikarang, tepatnya di Jalan Teuku Umar Kp.Utan-Cibitung, walaupun posisinya di belakang ruko. Tapi tetap saja, jika saya keluar rumah, harus berjalan di sisi jalan raya langsung. Kebetulan jalan raya Teuku Umar itu tidak memiliki trotoar layaknya jalan-jalan lainnya seperti Jalan Sultan Hasanudin Tambun sepanjang dari Plaza Metropolitan hingga Pasar Tambun. Alhasil tidak ada "path" bagi para pejalan kaki.

Jika berangkat lebih pagi, jalan raya masih belum terlalu ramai, jadi kami pejalan kaki masih cukup nyaman berjalan di sisi jalan raya. Artinya, walaupun tidak ada path, masih bisa kami berjalan di sisi terluar jalan raya. Namun, bila waktunya pulang kerja, sekitar pukul 5 hingga 7 malam, tidak ada path tersisa bagi pejalan kaki seperti saya. Semua sisi jalan raya dipenuhi dengan ratusan bahkan ribuan motor per harinya sehingga pejalan kaki harus menunggu antrian motor lewat atau kalau mau, menantang maut berhadapan dengan motor-motor itu.

Saya sendiri kadang suka jengkel dengan pengendara motor yang seolah-olah saling berebut mendahului. Padahal sudah jelas jalanan penuh dengan mereka. Kadang saya sengaja tetap berjalan supaya mereka yang memberikan path buat kami, pejalan kaki. Kalau tidak begitu, kami tidak akan kebagian jalan setapak sama sekali. Menunggu sepi? Wah, bisa-bisa jam 8 malam tuh jalanan baru lowong!

Kalau sudah begini, hak pejalan kaki pun terampas. Bagi orang dewasa, tentu kita masih bisa menyiasatinya, walaupun harus beradu ngotot dengan pengendara motor yang kadang egois tidak memberikan jalan. Tapi, bagi anak-anak, semisal putra saya, agak repot jika dia harus pulang sekolah lebih awal dan melewati sisi jalan raya tersebut. Sampai saya pun memberitahunya agar tidak melewati sisi jalan raya karena banyak pengendara motor yang mabuk (baca: ugal-ugalan). Kalau pengendara sudah mabuk, mereka tidak peduli dengan hal pejalan kaki. Untung saja, kami punya jalan alternatif, namun jika musim hujan, jalan itu sangat kotor karena masih berupa tanah merah. Otomatis harus melewati sisi jalan raya.

Saya rasa pemerintah harus benar-benar memperhatikan jalanan yang tidak memiliki trotoar, terutama untuk jalan-jalan di persimpangan. Karena berarti mereka tidak memberikan hak bagi pejalan kaki untuk bisa menggunakan fasilitas umum layaknya pengendara motor dan mobil. Selain itu, etika berkendaraan juga mesti diperhatikan oleh para pengemudi, baik pengemudi mobil maupun pengendara motor. Mereka harus bisa berkendara secara bijak dan memperhatikan hak dan kebutuhan para pejalan kaki.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun