Kemandirian itu memang tampak mengagumkan, tapi sering kali lahir dari kebutuhan, bukan pilihan. Ketika dewasa dan berumah tangga, luka itu bisa menjelma menjadi kepekaan yang tinggi terhadap penolakan. Mereka bisa mudah merasa tidak cukup, takut ditinggalkan, atau justru menutup diri agar tidak terluka lagi.
Sebuah riset dari Universitas Tarumanagara Jakarta (2022) menemukan bahwa perempuan dewasa awal yang mengalami fatherless menunjukkan tingkat self-efficacy sedang, artinya mereka mampu menghadapi tantangan hidup, tetapi sering kesulitan dalam menjalin hubungan interpersonal yang hangat dan aman.
Di Balik Kemandirian, Ada Kerinduan
Istri yang fatherless bukan tidak bisa bahagia. Ia hanya memiliki definisi cinta yang sedikit berbeda: cinta baginya adalah keamanan.
Ia mungkin tak minta barang mewah, tak menuntut ucapan manis, tapi diam-diam ia sangat berharap suaminya peka pada hal-hal kecil: menanyakan kabar, membantu pekerjaan rumah, atau sekadar mengucap terima kasih.
Sayangnya, sering kali suami salah mengartikan ketangguhan istrinya sebagai tanda “tidak butuh.” Padahal, di balik perempuan yang tampak mampu segalanya, ada kerinduan besar untuk disayangi tanpa harus meminta.
Penelitian Universitas Sebelas Maret (UNS) tahun 2023 menguatkan hal ini: individu yang tumbuh tanpa ayah menunjukkan kecenderungan lebih tinggi terhadap kesepian dan kebutuhan afeksi emosional, meskipun tampak mandiri secara sosial.
Peran Suami: Menjadi Rumah yang Aman
Menyayangi istri fatherless berarti belajar mendengar tanpa menghakimi.
Ketika ia tersinggung karena hal kecil, bukan berarti ia lemah, bisa jadi ia hanya sedang tersentuh oleh bayang luka lama.
Ketika ia menolak bantuan, bukan karena ia ingin mendominasi, tapi karena sejak kecil, ia terbiasa tidak bergantung pada siapa pun.Suami bisa menjadi tempat aman dengan cara sederhana: hadir.
Ucapan “terima kasih,” pelukan di saat istri lelah, atau perhatian kecil di hari-hari penting, semuanya adalah bentuk validasi emosional yang berharga.
Sebab cinta sejati bukan tentang romantisme besar, tapi tentang konsistensi hadir tanpa membuat pasangan merasa harus berjuang sendirian.