Agama-agama besar menekankan pentingnya keseimbangan siang dan malam. Dalam Al-Qur'an (QS. Al-Furqan: 47), malam disebut sebagai "pakaian" untuk beristirahat, sementara siang untuk berusaha. Demikian pula dalam tradisi Kristen, malam sering dimaknai sebagai waktu doa dan keheningan batin.
Dalam Islam, malam punya kedudukan istimewa: selain untuk tidur, juga untuk ibadah sunyi seperti tahajud. Artinya, malam tidak dimaksudkan untuk terjaga tanpa arah, melainkan untuk pemulihan fisik dan spiritual.
Menemukan Keseimbangan: Solusi Nyata untuk Manusia Nokturnal
Mengkritisi gaya hidup nokturnal bukan berarti menolak dinamika modern. Yang dibutuhkan adalah keseimbangan. Beberapa langkah sederhana bisa dilakukan:
- Psikologi: Terapkan sleep hygiene, batasi screen time, dan biasakan tidur di jam yang konsisten.
- Medis: Hindari kafein dan cahaya biru gawai menjelang tidur.
- Spiritualitas: Gunakan sebagian malam untuk hening, refleksi, atau ibadah singkat.
Dengan langkah kecil ini, malam bisa kembali ke hakikatnya: ruang istirahat yang menyehatkan tubuh sekaligus menenangkan jiwa.
Fenomena manusia nokturnal adalah cermin perubahan zaman sekaligus peringatan. Malam bukan sekadar ruang kosong, tapi anugerah untuk istirahat, refleksi, dan mendekatkan diri pada Tuhan.Â
Pertanyaan yang tersisa: apakah kita masih mampu memelihara makna malam, ataukah sudah membiarkannya tergadai oleh cahaya layar?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI