Tapi hidup tak selalu memberi pilihan yang mudah. Ketika ibu harus menyelesaikan tugas kuliah dan bersiap menghadiri rapat kerja, atau pergi keluar kota selama berhari-hari lamanya kamu sering kali harus menunggu. Kadang dengan sabar, kadang dengan ekspresi kecewa yang kamu sembunyikan lewat diam.
Ibu melihat itu.
Ibu tahu, kamu kadang bosan sendiri dan akhirnya memilih duduk menatap layar, menjelajahi dunia lewat ponsel yang seharusnya belum jadi teman karibmu.Â
Ibu sadar, ada nilai-nilaimu yang sempat menurun. Bahkan, ada cerita-cerita kecil tentang teman yang membully, atau gurauan kasar yang kamu terima, tapi ibu tak cukup cepat menangkap sinyal itu karena terlalu sibuk menata langkah ibu sendiri.
Rasa Bersalah yang Menyelinap Diam-Diam
Setiap malam sebelum tidur, ibu sering menatapmu diam-diam. Dalam tidurmu yang tenang, ibu mendengar suara hatimu.Â
Maafkan ibu, Nak… atas semua waktu yang hilang, atas semua momen yang terlewat, atas semua kebutuhanmu yang belum ibu penuhi dengan sepenuhnya.
Ibu ingin menjadi segalanya untukmu. Ingin menjadi pelindung, guru pertama, teman bermain, dan tempatmu kembali. Tapi ibu juga manusia dengan batas, lelah, dan cita-cita yang menuntut untuk tidak dikubur begitu saja.
Di antara rasa bangga saat dapat mendidik peserta didik dengan sepenuh hati, menyelesaikan semester demi semester kuliah dengan baik, terselip perih karena tahu ada PR-mu yang tak sempat ibu dampingi.Â
Di balik keberhasilan menyelesaikan proyek kerja, ada luka kecil karena tahu kamu sempat menangis dan ibu tak tahu.
Upaya Kecil dengan Cinta yang Besar