Antara Gaya dan Gengsi
Gaya hidup konsumtif di era digital semakin kuat digerakkan oleh media sosial.Â
Unggahan haul belanja, review produk, hingga gaya hidup selebgram menjadi pemicu FOMO (Fear of Missing Out). Tak sedikit yang tergoda membeli barang demi konten atau sekadar tak mau kalah dari teman.
"Awalnya cuma niat beli sepatu diskon pakai paylater, tapi lama-lama jadi kebiasaan. Gaji selalu habis buat bayar cicilan, padahal barangnya juga nggak terlalu penting," aku salah satu pengguna paylater yang kini mencoba berhenti dan belajar menata ulang prioritas keuangannya.
Dampak Nyata: Mental Tercekik, Finansial Terpuruk
Dampak penggunaan paylater dan pinjol yang tidak bijak tak hanya dirasakan secara ekonomi, tetapi juga secara psikologis.Â
Tagihan yang menumpuk, telepon penagihan yang datang tak kenal waktu, hingga rasa malu karena gagal membayar bisa menimbulkan kecemasan dan tekanan mental serius.
Beberapa kasus bahkan berujung tragis. Ada yang nekat meminjam dari pinjol lain untuk menutup pinjaman sebelumnya.
Hal tersebut menciptakan lingkaran setan utang yang tak berujung. Dalam kasus ekstrem, konflik keluarga dan depresi pun tak terhindarkan.
Literasi Keuangan: Senjata Melawan Gengsi
Di balik maraknya fenomena ini, ada satu akar persoalan yang tak bisa diabaikan: rendahnya literasi keuangan masyarakat.Â