Fenomena Paylater dan Pinjol dalam Gaya Hidup Konsumtif Masa Kini
Dulu, pepatah bijak mengajarkan kita untuk bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian. Namun kini, di tengah serbuan notifikasi diskon dan iklan cicilan tanpa bunga, semangat itu perlahan terkikis.
“Checkout dulu, bayar belakangan” menjadi mantra baru yang memikat generasi digital.
Fasilitas paylater dan pinjaman online (pinjol) menjamur di berbagai platform, menawarkan solusi instan bagi kebutuhan atau lebih tepatnya, keinginan yang tak selalu mendesak.
Sayangnya, di balik kemudahan yang menggiurkan itu, terselip jebakan halus yang bisa menjerat siapa saja dalam lilitan utang dan stres berkepanjangan.
Kemudahan yang Menjebak
Konsep paylater sejatinya sederhana: beli sekarang, bayar nanti. Layanan ini diusung oleh berbagai e-commerce, dompet digital, bahkan aplikasi transportasi online.
Prosesnya cepat, tanpa jaminan, dan tanpa ribet. Begitu pula pinjol, yang hanya membutuhkan KTP dan koneksi internet untuk mencairkan dana dalam hitungan menit.
Namun justru karena terlalu mudah, banyak pengguna terjebak dalam keputusan impulsif. Tanpa disadari, akumulasi transaksi kecil bisa menjadi beban besar di akhir bulan.
Belum lagi jika pembayaran telat; denda dan bunga bisa menumpuk dan membuat tagihan membengkak berkali lipat.