Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengatasi Ketakutan Menstruasi pada Anak Autis: Peran Desensitisasi dalam Pendidikan Inklusif

9 Mei 2025   14:06 Diperbarui: 9 Mei 2025   14:06 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan Seksual bagi Siswa Autis (Sumber: Dok. Pribadi)

Mulai dari memperkenalkan ilustrasi menstruasi dalam bentuk gambar atau buku cerita, memutar video edukatif, menggunakan boneka sebagai media simulasi, hingga membiasakan anak menyentuh dan mengenal tekstur pembalut dengan cara yang aman dan menyenangkan.

Membangun Rasa Aman dan Pemahaman

Pendekatan ini tidak dilakukan secara instan, melainkan melalui rutinitas harian yang konsisten. Anak diajak untuk berbicara, bertanya, dan mengekspresikan perasaannya tentang menstruasi. 

Dalam tahap lanjutan, anak dibimbing untuk mencoba menggunakan pembalut secara bertahap, dimulai dari hanya menyentuh, menempelkan pada pakaian, hingga benar-benar menggunakannya saat haid datang kembali.

Hasilnya sangat menggembirakan. Anak yang sebelumnya panik kini mulai memahami bahwa menstruasi adalah proses alami. Ia tidak lagi menangis atau berteriak ketika haid datang, dan secara perlahan mulai menerima penggunaan pembalut sebagai bagian dari rutinitas hariannya.

Menuju Pendidikan Inklusif yang Responsif

Strategi desensitisasi dalam pendidikan inklusif menunjukkan bahwa pendekatan empatik dan individual mampu menjawab tantangan yang kerap diabaikan dalam sistem pendidikan umum.

Pendidikan pubertas bagi anak berkebutuhan khusus tidak bisa hanya berupa ceramah di kelas. Dibutuhkan pemahaman akan keunikan respons setiap anak dan intervensi berbasis kebutuhan.

Kisah ini menjadi pengingat bahwa inklusi sejati bukan hanya menerima keberadaan anak dengan kebutuhan khusus di ruang kelas, tetapi juga memastikan mereka mampu menghadapi fase kehidupan dengan kesiapan emosional dan sensorik. 

Dengan pendekatan yang tepat, mereka pun dapat tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, berdaya, dan mampu menjalani kehidupan dengan lebih mandiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun