Namun, Kampus Berdampak menuntut lebih: setiap aktivitas mahasiswa harus berdampak pada perbaikan nyata, baik dalam skala lokal maupun nasional.
Perbedaannya terletak pada orientasi hasil. Jika Kampus Merdeka fokus pada pengalaman belajar, maka Kampus Berdampak fokus pada kontribusi dan keberlanjutan dampaknya.
Kampus dituntut menjadi ruang kolaborasi antara akademisi, masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah.
Kampus Harus Turun Gunung
Dalam paradigma baru ini, kampus tidak bisa lagi sekadar jadi menara gading. Mereka harus terjun langsung ke lapangan, menjadi penggerak perubahan sosial dan ekonomi.
Mahasiswa dan dosen diharapkan bisa bekerja sama dalam menyelesaikan tantangan riil: mulai dari masalah pangan, energi, pendidikan di daerah tertinggal, hingga perubahan iklim.
Beberapa perguruan tinggi telah menyambut baik transformasi ini. Proyek desa binaan, pengembangan UMKM berbasis teknologi, hingga riset inovatif berbasis kebutuhan masyarakat mulai dilirik sebagai bentuk implementasi awal Kampus Berdampak.
Pro dan Kontra: Strategis atau Sekadar Rebranding?
Meski membawa semangat baru, tak sedikit pihak yang mempertanyakan apakah Kampus Berdampak ini hanya sebatas rebranding atau benar-benar akan diikuti kebijakan dan dukungan yang konkret.Â
Sebagian dosen menyambut baik karena sesuai dengan misi tridharma perguruan tinggi, namun sebagian lainnya khawatir ini hanya slogan yang belum ditopang sistem yang siap berubah.
Mahasiswa pun berharap perubahan ini tak memberatkan mereka secara administratif dan tetap memberikan ruang eksplorasi, bukan tekanan semata.