Ketertarikan itu terus berkembang hingga saya memilih jalur pendidikan dan kini menjadi seorang guru bahasa Inggris bagi anak-anak istimewa dan juga penulis.
Pilihan itu bukan semata-mata karena saya “pandai berbahasa”, tapi karena sejak SMA saya sudah difasilitasi untuk mencintai prosesnya.
Bukan hanya hasil akademik, tapi juga rasa percaya diri, kedisiplinan berpikir, dan apresiasi terhadap keberagaman budaya. Semua tumbuh dari lingkungan belajar yang sesuai dengan kecintaan saya.
Plus-Minus Sistem Penjurusan
Penjurusan tentu bukan sistem yang sempurna. Namun, ia memberi ruang fokus bagi siswa yang sudah memiliki kecenderungan tertentu. Inilah beberapa kelebihan penjurusan:
- Fokus mendalam terhadap bidang yang dipilih.
- Motivasi belajar meningkat, karena siswa merasa relevan dan tertantang.
- Arah karier atau studi lanjut lebih jelas, karena sejak SMA sudah disiapkan.
Namun, ada pula kekurangannya:
- Risiko salah jurusan jika dilakukan tanpa pemetaan minat yang akurat.
- Membatasi eksplorasi, terutama bagi siswa dengan ketertarikan multidisipliner.
- Stigma sosial, misalnya jurusan Bahasa dianggap “cadangan”, padahal sama pentingnya dengan jurusan lain.
Menuju Penjurusan yang Lebih Adaptif
Jika sistem penjurusan ingin kembali diterapkan, sebaiknya dilakukan secara adaptif dan tidak kaku. Perlu ada:
- Bimbingan karier sejak awal SMA, agar siswa paham potensi dirinya.
- Ruang untuk eksplorasi lintas bidang, misalnya siswa Bahasa boleh mengambil mata pelajaran sains sebagai pendukung.
- Penghapusan stigma jurusan, karena setiap bidang memiliki keunggulan dan kontribusinya masing-masing.
Penjurusan Bukan Sekadar Jalur, Tapi Cermin Diri
Sekolah seharusnya menjadi ruang aman untuk mengenal diri. Penjurusan, bila dikelola dengan bijak, bisa menjadi jembatan antara minat, potensi, dan masa depan.
Saya amat bersyukur pernah merasakan masa itu; saat belajar sesuai minat bukan hanya membuat saya semangat, tapi juga membentuk arah hidup saya sebagai seorang pendidik.