Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Cara Mendidik Anak Ala Haji Agus Salim

15 April 2025   07:00 Diperbarui: 15 April 2025   04:21 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Haji Agus Salim (Sumber: tirto.id)

Dalam sejarah bangsa, nama Haji Agus Salim dikenal sebagai tokoh besar; seorang diplomat ulung, pemikir cemerlang, dan ulama yang dihormati.

Namun di balik kiprahnya yang gemilang di pentas nasional dan internasional, ada satu peran penting yang jarang disorot: ia adalah ayah yang luar biasa. 

Gaya mendidik anak-anaknya begitu khas, penuh keteladanan, kesederhanaan, serta nilai-nilai luhur yang tetap relevan bagi para orang tua masa kini.

Keteladanan sebagai Inti Pendidikan

Haji Agus Salim percaya bahwa pendidikan anak bukan "dimulai dari perintah, melainkan dari contoh". Dalam keseharian, ia hidup sangat sederhana, bahkan terkadang harus berhemat dalam keadaan serba kekurangan. 

Namun, justru di situlah anak-anaknya belajar arti kehidupan; kejujuran, kesabaran, tanggung jawab, dan pengorbanan. Ia tidak menggurui, tetapi menunjukkan langsung bagaimana seharusnya hidup dijalani.

Anak-anaknya tumbuh dalam atmosfer yang penuh makna. Mereka melihat sendiri sang ayah menulis, membaca, berdiskusi, beribadah, hingga menolong sesama. Keteladanan ini melekat dan membentuk karakter anak, jauh lebih kuat dari sekadar nasihat.

Pendidikan Berbasis Nilai dan Spirit Keislaman

Sebagai seorang ulama, Haji Agus Salim menanamkan nilai-nilai Islam secara natural dalam keluarga. Ia tidak memaksa, tetapi menanamkan makna di balik setiap ibadah dan akhlak mulia. 

Tauhid, adab, kejujuran, dan rasa malu menjadi fondasi pendidikan. Ia menjelaskan kebaikan tidak hanya sebagai kewajiban, tetapi sebagai kebutuhan hati dan akal sehat.

Pendidikan akhlak menjadi pilar utama. Dalam salah satu kisah, ketika anaknya hendak mencuri kelapa karena lapar, Haji Agus Salim tidak serta-merta marah. Ia menjelaskan makna amanah dan keadilan, membuat anaknya paham bahwa "perut kosong tak membenarkan mencuri".

Merdeka Berpikir dan Berdialog

Salah satu hal paling menarik dari pola asuh Haji Agus Salim adalah "ruang diskusi" yang ia buka dengan anak-anak. Ia tidak menutup pertanyaan, bahkan yang kontroversial. 

Anak-anak diajak berpikir kritis, membedakan yang benar dan salah dengan nalar dan nurani. Ia memperlakukan anak-anak sebagai individu utuh yang punya pandangan dan hak untuk berbicara.

Dalam keluarga Salim, tidak ada larangan untuk bertanya. Justru dari sana muncul semangat belajar dan rasa ingin tahu. 

Anak-anak belajar tidak hanya dari buku, tetapi dari dialog hangat dengan sang ayah yang menjadikan rumah sebagai sekolah pertama dan terbaik.

Kedisiplinan dalam Kesederhanaan

Meskipun hidup sederhana, keluarga Haji Agus Salim sangat disiplin. Anak-anak diajak bertanggung jawab atas tugas harian, belajar tepat waktu, dan tidak menggantungkan hidup pada orang lain. 

Mereka dibesarkan dengan semangat kerja keras, bukan kemanjaan. Bahkan dalam kondisi sulit, tidak ada keluhan. Yang ada adalah rasa syukur dan semangat untuk terus belajar.

Kedisiplinan ini bukan berasal dari aturan keras, melainkan dari kesadaran nilai. Anak-anak tumbuh memahami bahwa waktu adalah amanah, dan belajar adalah bagian dari ibadah.

Ilmu Dunia dan Akhirat Berjalan Beriringan

Haji Agus Salim mengajarkan pentingnya ilmu pengetahuan dunia sekaligus memperkuat ilmu agama. Ia menguasai banyak bahasa asing, membaca karya-karya ilmuwan dunia, namun tetap mendalami Al-Qur’an dan hadis. 

Hal ini pula yang diwariskan kepada anak-anaknya: untuk menjadi pribadi yang seimbang antara akal dan hati.

Pendidikan ala Haji Agus Salim tidak menjadikan anak hanya pintar, tetapi juga bijak.

Bukan hanya terampil, tapi juga berakhlak. Itulah kombinasi yang kini banyak dirindukan dalam dunia pendidikan modern.

Refleksi untuk Orang Tua Masa Kini

Dunia kini mungkin telah berubah, tetapi nilai-nilai mendidik ala Haji Agus Salim tetap relevan. Keteladanan, dialog, nilai agama, kedisiplinan, dan cinta belajar; itulah warisan besar yang bisa kita tiru.

Menjadi orang tua bukan soal menyediakan segalanya, melainkan menghadirkan makna dalam tiap kebersamaan.

Menjadi pendidik bukan soal memaksa anak menjadi “yang kita mau”, tapi menemani mereka tumbuh sebagai manusia yang utuh, mandiri, dan penuh nilai.

Seperti yang dicontohkan Haji Agus Salim, mendidik anak bukan hanya soal mencetak masa depan, tapi juga soal menyemai peradaban.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun