Mohon tunggu...
Nuning Listi
Nuning Listi Mohon Tunggu... Wiraswasta - ibu rumah tangga

Seorang ibu rumah tangga biasa yang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Palestina, Khilafah, dan Upaya Mewujudkan Perdamaian

30 Mei 2021   08:33 Diperbarui: 30 Mei 2021   08:52 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Damai Itu Indah - tribunnews.com

Konflik yang terjadi di Palestina memang sudah terjadi puluhan tahun yang lalu, bahkan mungkin lebih. Namun, persoalan yang melanda Palestina, nyatanya tidak kunjung selesai. Persoalan wilayah masih saling klaim. Ironisnya, kekuatan internasional pun ikut terbelah. Ada yang mendukung Israel dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara, namun ada juga yang mendukung Palestina, dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota negara Palestina.

Memahami Palestina memang tidak bisa dilakukan secara singkat dan sederhana. Perlu pendalaman yang serius, agar kita tidak terjabak dalam satu sisi saja. Karena seiring dengan kemajuan zaman, informasi yang berkembang terkait persoalan di Palestina, kian tidak jelas. Disisi lain, ketika ada persoalan di Palestina, Indonesia mungkin menjadi salah satu negara yang cukup memberikan perhatian sangat serius. Dari masyarakat biasa hingga presiden, memberikan perhatian terhadap persoalan ini. Dan tingginya solidaritas untuk Palestina, terkadang mengurangi logika, obyektifitas dan kebenaran informasi.

Belakangan, media sosial ramai memberitakan perlunya penerapan khilafah di Palestina. Isu ini tentu saja diusung oleh para pengikut Hizbut Tahrir. Beberapa referensi mengatakan organisasi ini lahir di Palestina. Dan konsep khilafah ini, tidak hanya diusung oleh Hizbut Tahrir, tapi juga jaringan organisasi teroris lain. Itulah kenapa ajakan jihad ke Palestina masih saja ada dari dulu hingga saat ini. Kenapa bisa begitu? Karena konflik yang terjadi di Palestina dimaknai sebagai konflik agama.

Ironisnya, pemahaman yang salah ini terus digulirkan di media sosial hingga saat ini. Dan setiap kali Israel menyerang Palestina, sentimen agama kembali mengemuka. Padahal, persoalan antara keduanya bukanlah persoalan agama. Ini murni persoalan nasionalisme rakyat Palestina yang ingin mempertahankan wilayahnya, dari pendudukan Israel. Mereka berjuang untuk menjadi negara yang benar-benar merdeka. Karena persoalan ini, nyatanya tidak sedikit negara-negara besar yang memberikan dukungan, dan berdampak pada masih berlangsungnya konflik tersebut.

Hentikan isu khilafah dalam isu Palestina ini. Kedua negara ini pada dasarnya bukanlah negara yang meyakini agama tunggal. Jadi konflik agama jelas bukanlah alasan terjadinya perang. Penduduk kedua negara tersebut bermacam-macam. Ada yang muslim, Yahudi, dan yang lainnya. Mereka pada dasarnya bisa hidup berdampingan. Satu hal yang mereka tidak senang adalah sikap Israel terhadap Palestina. Jika ada masyarakat non muslim yang meninggalkan Palestina, murni karena persoalan keamanan dan ekonomi.

Isu khilafah di media sosial bisa merusak pemahaman orang lain terhadap Palestina. Sentimen kebencian bisa terus mengemuka. Sadar atau tidak, sentimen kebencian bernuansa agama ini, bisa juga menjalar ke Indonesia. Silahkan apa yang terjadi saat ini. Antar sesama bisa saling menebar kebencian karena persoalan apapun. Apalagi ini dipolitisir menjadi persoalan agama. Potensi perpecahan antar sesama bisa saja terjadi. Begitu juga dengan Palestina. Ketika persoalan hanya dilihat dari kaca mata kuda saja, niscaya perdamaian itu akan tercipta.

Disisi lain, banyak pihak berharap segera terciptanya perdamaian di tanah Palestina. Bahkan, mayoritas masyarakat Indonesia pun, pada dasarnya menginginkan perdamaian. Biarkanlah keberagaman itu tetap ada, tidak usah dipersoalkan. Kita harus mendorong bagaimana terciptanya keadilan, agar perdamaian yang diharapan bisa tercipta. Hentikan provokasi khilafah, yang jelas terbukti hanya bisa melahirkan kesengsaraan. Salam introspeksi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun