Mohon tunggu...
Nuning Ernawati
Nuning Ernawati Mohon Tunggu... Guru - Nuning Ernawati

Life is struggle

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Keluarga dan Penanaman Moderasi Beragama pada Usia Dini

9 Desember 2020   14:10 Diperbarui: 9 Desember 2020   14:17 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keluarga dan Penananaman Moderasi Beragama pada Usia Dini

Umumnya para peneliti akan menyebut anak pada usia dini sebagai "The Golden Age". Semua teori sepakat, bahwa pada umur muda belia, adalah saat yang paling efektif ditanamkan multi dimensi pendidikan, Masa itu adalah usia emas yang tak akan terulang kembali. Pendidikan apa saja yang di berikan kepada anak oleh orang tua, ibu, bapak dan pendidik akan ikut membentuk karakter dan kepribadian anak di kemudian hari.

Karakter dan kepribadian yang terbentuk pada anak usia dini merupakan fondamen yang dapat mewarnai seluruh sifat dan gaya hidupnya sebelum dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain dari teman sepermainan, lingkungan dan kondisi dimana anak berada. Semakin tumbuh seorang anak, akan semakin kompleks pula pengaruh yang muncul kemudian.

Maka nilai kesadaran dan nilai-nilai kejujuran, saling menghormati, saling menghargai, setia kawan, saling memberi dan menolong pada sesama tanpa pandang status dan warna bajunya sebagai manifestasi nilai-nilai pendidikan toleransi yang layak diperkokoh dan ditanamkan sejak usia dini.

Penanaman nilai-nilai kebersamaan, saling menghormati, toleransi, inklusifisme, kerukunan antar umat beragama melalui Pendidikan sejak dini merupakan cara yang efektif dan tepat. Hal ini dikarenakan bahwa sesuatu yang ditanamkan pada anak akan menjadi "mindset" cara berfikir bahkan cara pandang hidup akan sulit untuk hilang dan pudar.

Saat ini, diskursus mengenai toleransi antar umat beragama tampaknya menjadi perbincangan yang sangat penting untuk dikaji oleh setiap kalangan masyarakat. Mengingat banyaknya umat muslim yang tidak menghargai perbedaan dan berujung pada kepribadian intoleran.

Sikap intoleran terhadap perbedaa akan melahirkan generasi dengan cara berpikir ekstrem dan fanatik. Generasi seperti inilah yang nantinya akan membawa pengaruh buruk dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Maka dari itulah pembentukan generasi dengan watak moderat dan toleran sejak usia dini sangat penting untuk menjadi perhatian.

Orang Tua Sebagai Madrasah Pertama

Orang tua adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Maka tentu juga harus mengerti akan nilai-nilai Islam yang moderat dan mengerti cara menamkan nilai-niai tersebut.

Salah satu nilai penting yang harus ditanamkan dalam diri orang tua adalah menghindari sifat suka berdebat. Islam tidak menyukai orang yang suka berdebat. Berdebat dalam hal ini ialah perdebatan yang membuat seseorang saling berselisih dan tidak saling menghargai satu sama lainnya. Hal ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi terbentuknya karakter intoleran pada anak

Dalam hal ini, tugas orang tua adalah menanamkan kepada anak bahwa sebagai manusia yang tak bisa hidup tanpa orang lain, kita mestinya sadar akan sejumlah perbedaan yang melekat. Jenis kelamin, suku bangsa dan agama. Menjelaskan kepada anak bahwa sejatinya semua agama mengajakan kasih dan kebaikan kepada sesama manusia

Pada usia di bawah 4 tahun, umumnya anak cenderung memiliki sifat egosentris. Sejak usia 1 tahun, alam bawah sadar anak sudah bisa menyerap apa yang dilakukan orang tua maupun orang di sekitarnya. Di sinilah peran penting orang tua dalam menanamkan nilai toleransi kepada anaknya, terutama menstimulasi agar anak siap menerima keberadaan orang lain dan yang berbeda dari dirinya.

Sikap orang tua yang memperlihatkan toleransi dan kebaikan setiap hari di rumah mapun di luar rumah, akan memberikan pengaruh besar terhadap anak. Ada empat cara mengajarkan toleransi pada anak:

Pertama, perkenalkan keragaman agama. Anda bisa mulai dengan memberi pengertian bahwa ada beragam suku, agama, dan budaya yang merupakan kehendak Tuhan. Beri tahukan pada buah hati, meskipun orang lain memiliki agama atau suku yang berbeda, manusia sebenarnya sama dan tidak boleh dibeda-bedakan. Memperkenalkan keragaman se dini mungkin nantinya bisa memupuk jiwa toleransi si anak.

Kedua, ajarkan untuk tidak membenci perbedaan agama. Kebencian yang tercipta dari perbedaan akan membuat hati sedih dan menyakiti hati orang lain. Cobalah ajak anak untuk berandai-andai jika dia dibenci orang. Dengan begitu anak akan lebih berempati terhadap orang lain.

Ketiga, beri contoh. Jangan hanya memberitahunya lewat kata-kata, tetapi berikan juga contoh nyata. Jika bertemu seseorang menggunakan simbol agama yang cukup ekstrem atau seseorang yang memiliki warna kulit berbeda, jangan memandangnya dengan penuh keanehan, apalagi mengatakan sesuatu yang bernada kebencian dan ledekan. Ingatlah bahwa orang tua adalah contoh bagi anak. Bersikaplah seperti biasa dan jika anak bertanya, berikan penjelasan yang bijak dan penuh kasih.

Keempat, beritahukan pada anak bahwa sikap toleransi itu sangat dibutuhkan. Jika tidak ada sikap toleransi, banyak orang yang akan bermusuhan dan saling membenci.

Pada intinya, sikap toleransi dan intoleran adalah sesuatu yang direkam dan dipelajari. Jika orang tua mempermasalahkan perbedaan, anak-anak akan mengikutinya. Pengajaran tentang toleransi adalah tanggung jawab orang tua, dan hal itu perlu dilakukan secara serius.

Nuning Ernawati, Mahasiswi Ipmafa, Kelompok KKN-MDR DEAGUNA IPMAFA PATI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun