Mohon tunggu...
Sebastian Ahmad
Sebastian Ahmad Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis Aja

Menulis aja lalu ditaro disini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Aku Kecil

28 Februari 2020   19:41 Diperbarui: 28 Februari 2020   19:41 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku bisa merasakan. Meski tidak ada lawan bicara, aku sedikit mengerti. Hari ini aku terlalu berisik, dalam arti lain. Aku terlalu banyak bicara, meski tak pernah mengeluarkan suara. Aku sedang marah meski tak ada yang mengetahuinya. Aku sedang sedih, meski tidak mengeluarkan air mata setetespun. Aku sedang bahagia, meski tak tersenyum sedikitpun. Aku sedang bingung meski tak mengerutkan dahi. Aku sedang merasakan semua atau mungkin aku tak pernah merasakan apa-apa. Suara kipas angin beradu dengan alunan musik dari ponsel, aroma tembakau yang melekat di seluruh ruangan. Rasa hambar yang tersisa pada lidah. Sensasi hangat yang diberika selimut pada badan.

"Aku ingin mati namun aku juga merasa takut untuk mati. Aku tidak ingin terhenti disini, aku lelah." Ucap diriku sembari mengetik pada laptopnya.

Saya bergumam, lagi-lagi kalimat itu.

"Siapa itu?" Ucap saya setelah menghirup udara disekitarnya.

Aku tak pernah yakin, apakah aku benar-benar hidup. Bagaimana seseorang bisa dikatakan hidup? Apa dengan masih bernafas, berinteraksi dengan orang lain, masih bisa melihat sesuatu meski tak yakin apakah sesuatu yang dilihat itu benar-benar sesuatu itu, atau ketika aku berfikir masih hidup saja aku masih bisa dikatakan hidup?

"Berhentilah berfikir yang tak perlu." Ucap aku lagi

Aku ingin bebas dan egois. Aku ingin melakukan sesuatu tanpa ada rasa penyesalan. Aku ingin egois, tetapi aku tak ingin ada seseorangpun yang terluka karena itu. Aku tak ingin sebuah kalimat, kata-kata yang membuat diriku merasa dimengerti. Namun aku ingin mengerti semuanya. Aku ingin sesuatu yang nyata, semacam ketulusan. Kopi panas pada sore hari sembari memandang langit. Gorengan panas di depan layar monitor yang sedang memutar sebuah film animasi tentang kehidupan. Aku ingin tahu, aku tak ingin tidak tahu apapun.

"Sepertinya aku perlu tidur." Ucap saya setelah memejamkan matanya

Aku kehilangan semacam motivasi, aku kehilangan sebuah alasan untuk melakukan semuanya. Ya, aku ingin sebuah alasan. Aku menyadarinya setelah mengisolasi diri beberapa hari dalam kamar kos. Aku ingin seseorang. Tidak, aku ingin sebuah pertemuan. Tidak, tidak, tidak. Aku ingin alasan, apapun itu. Seperti api yang bisa membakar semuanya, angin yang menghempaskan segalanya, air yang meredam apapun, atau satu elemen lagi yang aku sendiri tidak tahu apa itu. Terserah, aku tak peduli.

Aku hanya ingin menjelaskan semuanya, maka akan aku tulis. Aku akan menulisnya dalam kertas, tidak. Aku akan menulisnya, di tempat yang bisa aku tulis, dimana saja, dalam kertas, dalam hati, dalam pikiran, diatas langit, diatasnya lagi. Pertama, aku akan meraih spidol diatas meja lalu menulisnya di tembok.

Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil. Tuhan, aku kecil. Tuhan , aku kecil.Tuhan, aku kecil.

 

"Tuhan." Ucap aku

"Aku kecil." Dibalas Saya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun