Mohon tunggu...
Nadine Putri
Nadine Putri Mohon Tunggu... Lainnya - an alter ego

-Farmasis yang antusias pada dunia literasi, anak-anak, dan kamu. Penulis buku novela anak Penjaga Pohon Mangga Pak Nurdin (LovRinz 2022).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tikus-Tikus yang Ditangkap Bapak

28 Agustus 2022   23:23 Diperbarui: 28 Agustus 2022   23:25 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak, akhir-akhir ini menjadi misteri bagiku. Ia tidak pernah menceritakan sebab dan tujuannya menangkap tikus-tikus menjijikkan itu. Pun Ibu. Seperti ada rahasia yang mereka simpan rapat-rapat dari kami (aku dan orang-orang kampung). 

 

Suatu hari ketika langit senja baru saja menggelincir masuk ke peraduannya, aku telah mempersiapkan diri untuk mengikuti Bapak. Kali ini aku berniat untuk membuntuti kemana pun Bapak pergi. Aku telah bersembunyi di samping kandang tikus itu. Tapi, sebentar ... suara cericit hewan-hewan ini sepertinya bakal mengancam persembunyianku. Mereka seperti saling berebut ingin keluar. Gerakannya gesit ke atas dan ke bawah lalu saling bertumpuk di belakang pintu kandang. Belum lagi bau busuk sisa makanannya sangat menusuk hidungku. Sialan! Menjijikkan sekali tempat ini! Akhirnya aku memilih untuk menjauh saja dari sana. Baru saja kulangkahkan kakiku, suara Bapak terdengar. "Apa yang kamu lakukan di sana, Sur? Kemarilah, jangan dekat-dekat kandang tikus itu!" 

Tolol! Betapa tololnya aku! Benar dugaanku, bukan? Bapak pasti mengetahui keberadaanku gara-gara hewan jelek dan bau itu begitu berisik. "Ya, Pak. Surti hanya lewat saja, kok!" O, astaga! Semoga Bapak tidak curiga dengan tingkahku ini. 

Selepas isya kupastikan Bapak berangkat terlebih dulu. Selang beberapa menit kemudian baru aku menyusulnya. Tapi lagi-lagi sial! Aku kehilangan jejaknya. Bapak berjalan melesat bagaikan cahaya, tak berbekas, tak ada jejaknya. Aku nekat terus berjalan sendirian di jalan setapak yang hanya ada satu lampu penerang di pertigaan antara jalan rumahku dan jalan raya. Seharusnya ini tidak berbahaya, tapi entah kenapa aku merasa ada seseorang yang mengikutiku di belakang. Aku mempercepat langkahku. Mengandalkan sinar rembulan yang menyorot tak seberapa terang, aku terus menajamkan intuisi merasakan ke arah mana Bapak pergi. Jalanan sepi, kanan-kiriku tanah kosong yang gelap. Aku mempercepat langkahku, semakin cepat, terus kupercepat. Setan! Kenapa rasaku sepertinya takut?! 

Sreeet ...! Bruk! 

Tanpa kusadari aku jatuh terduduk terpeleset jalanan berpasir ketika berlari tadi. Sial! Aku harus cepat-cepat bangkit. Baru saja aku hendak mengayunkan kaki lagi, seperti ada sesuatu yang menangkap pinggulku. Aku kesulitan berjalan. "Lepas! Lepaskan!" Aku terus meronta. Aku tidak bisa membalikkan badanku. Rasanya didekap oleh sesuatu yang besar. Kurasakan napasnya memburu, aroma tembakau tercium jelas dari telapak yang membekap mulutku. Aku meronta lagi. Tapi sia-sia. Tubuhku terlalu kecil untuk ukuran orang yang membekapku ini. "Mau kemana seorang gadis malam-malam begini, hmmm?" Aku merasakan napasnya yang bau ciu murahan begitu terengah-engah seperti bernafsu. "Mari kita bersenang-senang saja di tanah kosong sana. Ayo!" paksanya sambil mencoba menyeretku. Aku berteriak, mencoba melawan dengan menyikut perutnya. Sia-sia! Cengkeramannya semakin kuat. "Tolooong! Siapa pun ...  tolong akuu!" 

"Ha-ha! Percuma kau minta tolong, gadis tukang nguping! Mana ada orang yang mau menolong anak dukun sepertimu?!" 

Aku terkesiap. Rupanya orang jahat di depanku ini suami Yu Mina. Ia benar-benar bejat! 

"Pergi, kamu, tikus got! Dasar manusia tak berguna!" Sejurus kemudian lelaki di hadapanku ini semakin kalap menangani tubuhku. Aku dibopongnya ke tengah kebun kosong. Aku semakin meronta, menendang apa saja yang ada di depanku. Ketika pakaianku koyak, aku menjerit, menangis, dan berteriak sekencang-kencangnya memanggil Bapak. 

Tiba-tiba sekelebat bayangan orang meluncur di hadapanku. Bayangan itu semakin lama semakin panjang dan terus memanjang. Tampak kedua tangannya yang berkuku tajam terjulur ke depan mencengkeram pundak suami Yu Mina sebelum akhirnya hanya terdengar suara cericit tikus. Semuanya mungkin berlangsung begitu cepat. Namun, dalam pandangan mataku yang mengabur kejadian itu terasa begitu lambat. Aku pingsan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun