Mohon tunggu...
Nadine Putri
Nadine Putri Mohon Tunggu... Lainnya - an alter ego

-Farmasis yang antusias pada dunia literasi, anak-anak, dan kamu. Penulis buku novela anak Penjaga Pohon Mangga Pak Nurdin (LovRinz 2022).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Ketakutan di Perut Ibu

26 Januari 2021   14:03 Diperbarui: 27 Januari 2021   20:48 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tinggiku masih sekitar delapan sentimeter dan berat badanku masih di antara dua atau tiga ons ketika Ayah dengan kasar menjenggut rambutmu. Lalu seperti kesetanan ia menendang perutmu tanpa memedulikan keadaanku di dalam sana apakah kesakitan atau tidak.

Malahan Ayah semakin membabi buta menamparmu ketika kau berteriak-teriak memohon kepada Ayah. Kau hanya bisa meraung dan membasuh wajahmu dengan air mata. 

Dari dalam sini, aku bisa dengan jelas merasakan getaran pundakmu yang berguncang-guncang menahan sakit dan kesedihan yang teramat sangat karena perilaku Ayah.

Kenapa Ayah kini berubah menjadi pemarah, ya, Bu? Sekarang ia tak pernah lagi menyapaku dengan salah satu anggota tubuhnya sejak aku bisa membuka mata. Malam itu---di dalam kamar kosnya---Ayah menghardikmu dan berkata keras bahwa aku bukanlah darah dagingnya. 

Aneh! Lantas aku ini anak siapa jika hanya dengan Ayah kau membuatku ada dan membiarkan aku tetap tumbuh dan meringkuk hangat di dalam rahimmu. 

Lima hari yang lalu aku mendengar perkataanmu ketika menelepon Nenek dan menceritakan tabiat Ayah yang kini berubah. Katamu, kau ingin melepasku saja jika Ayah masih tidak mau mengakui aku sebagai anak kandungnya. Saat itu aku terkejut dan ketakutan setengah mati, Bu. 

Bagaimana jika niatanmu benar-benar kau lakukan? Bukankah seseorang yang sedang kalut bercampur bingung sering kehilangan akal sehatnya? Bisa saja kau menjadi gelap mata lalu berbuat nekat.

Namun, aku berharap, Nenek masih mempunyai hati nurani agar putrinya masih mau mempertahankan calon cucunya bersemayam di dalam sini. Meskipun aku ikut merasakan pahitnya beberapa obat yang kau tenggak sekaligus ketika itu. Aku takut, jika aku benar-benar harus luruh.

Di dalam rahimmu aku merasa nyaman, Bu. Aku bisa mendengar suaramu yang merdu bersenandung ketika lagu yang kau sukai muncul di radio kesayanganmu. Aku juga bisa merasakan tanganmu yang halus membelaiku lembut lewat perutmu ketika kau akan beranjak tidur. 

Memberiku makanan yang manis dan segar di sela-sela waktu istirahat siangmu. Dan masih banyak lagi hal-hal kecil lainnya yang bisa kurasakan dari dalam sini, betapa sebenarnya kau begitu besar mencintaiku.

Ibu, aku tahu hidupmu kini bertambah berat. Jauh dari orang tua, tugas kuliah yang selalu menumpuk, ditambah lagi sikap Ayah yang kini semakin menjauhimu. Jangan dikira mentang-mentang aku masih kecil dan tak berada langsung di hadapanmu, aku tidak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun