Mohon tunggu...
Nuh MuhammadYunus
Nuh MuhammadYunus Mohon Tunggu... Freelancer - Historian

Belum terkilat, sudah terkelam!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pengakuan

28 Agustus 2019   03:21 Diperbarui: 28 Agustus 2019   19:05 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dahulu, di kala perang di Asia raya ini berkecamuk, saya masih bujang mentah, belum beristri. Hidup waktu itu susah, dan orang-orang bermata sipit itu datang menjajah dan menjarah. Kami, orang-orang di kampung ini, dipaksa bekerja, dipaksa untuk berperang, membantu tentara nippon itu, melawan sekutu. Akan tetapi, orang-orang di kampung ini, melawan, memberontak, mereka tidak mau tunduk begitu saja.

Belum ada sejarahnya, kami mau dikuasai oleh orang-orang asing itu. Semenjak Belanda masuk, kami telah melawan dan akan terus melawan. Diawali perang Padri, sampai perang Belasting, kami terus melawan. Meskipun akhirnya Belanda berkuasa, tapi kekuasaanya itu hanya simbol belaka.

Kami tetap merdeka, berkat adanya perjanjian plakat panjang itu. Bukankah dua ninik moyang kita dahulu kala, telah meninggalkan petuah " bahwa terkurung itu diluar, dan terhimpit itu diatas". Dan  kata-kata pusaka itu terus kami amalkan selama bumi terus berputar.

Dan masa Belanda itu, sebenarnya kami bahagia dijajah. Bukankah pada masa itu, penghulu-penghulu kami digaji. Dan tuanku-tuanku kami diangkat jadi pejabat. Sekolah-sekolah dibangun, dan orang-orang kami jadi pintar. Bahkan ada yang sekolah ke luar negeri. Bahkan ada yang menguasai banyak bahasa.

Kemudian lagi, mereka-mereka itu, setamat sekolah banyak yang jadi pejabat, jadi pemikir, jadi ulama, bahkan jadi pendiri bangsa. Bukankah itu, berkat sekolah yang didirikan Belanda.

Dan sebenarnya, kita harus berterimakasih pada penjajah itu. Bukankah karena merekalah, kita bisa menjadi orang-orang modern seperti saat ini. Mengapa kita harus memaki-maki dan mencaci mereka. Bukankah mereka yang membuat kita menjadi orang-orang yang pandai.

Seandainya, penjajah itu tidak datang. Mungkin saja sampai saat ini, kita masih menjadi penyembah gunung-gunung yang menjulang tinggi itu. Dan mungkin saja kita akan tetap menjadi orang-orang yang bodoh, yang tidak tau apa-apa. Tidak pandai membaca. Dan tetap saja menjadi orang-orang yang suka menghayal, dan menjadi bangsa yang malas.

Dan jika ada kesulitan menimpa, tentu kita sudah meminta tolong pada pohon-pohong besar yang berdaun banyak dan berurat tunggang itu. Seakan-akan pohon-pohon itu bisa menolong kita. Makanya, kita harus berterimakasih kepada Belanda, yang telah membukaan tempurung kebodohan yang mengelilingi dunia kita selama ini.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun